JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendampingi keluarga korban menjumpai Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Papua meminta agar kasus penembakan terhadap Tobias Silak (22) dan Naro Dapla (17) di pos Brimob Sekla, distrik Dekai, kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, Selasa (20/8/2024) lalu, segera dilakukan investigasi lapangan.
David Sobolim, keluarga dari almarhum Tobias Silak, menyatakan, peluru yang digunakan oknum anggota Brimob untuk menembak saudaranya telah salah sasaran hingga menghilangkan nyawa saudaranya, tetapi tidak ada keadilan bagi keluarga dan korban. Karena itu, ia minta diinvestigasi demi mengungkapkan kebenarannya dan keluarga korban mendapatkan keadilan serta pelaku wajib diadili.
“Komnas HAM dan LBH Papua harus melakukan investigasi ke lapangan. Tobias Silak adalah korban salah tembak atas perintah Polres Yahukimo. Kami keluarga dan 12 suku di Yahukimo sedang menunggu keadilan dan menolak untuk temui Polres Yahukimo. Kami mau LBH dan Komnas HAM ke sana sama-sama melakukan investigasi, sehingga pelaku segera diadili dan korban mendapatkan keadilan,” ujar David saat ditemui Suara Papua, Rabu (11/9/2024) kemarin.
Senada, Markus Busup, keluarga korban dari Naro Dapla, mendesak kasus penembakan yang memakan satu korban hingga meninggal dunia serta saudaranya yang mengalami luka tembak di bahu dan paha segera ada upaya keadilan bagi keluarga korban.
Markus Busup juga menegaskan, pelaku harus diadili dan Kapolres Yahukimo dicopot jabatannya karena penembakan tersebut terjadi atas perintahnya.
Terkait kasus ini, Frits Ramandei, kepala perwakilan Komnas HAM Papua, mengatakan, pengaduannya sudah sampai di Jakarta.
Menurut Frits, mereka akan tetap masukan pengaduan tersebut dalam SPH, sehingga akan terkoneksi dengan Jakarta bahwa ada pengaduan yang sama.
“Komnas HAM punya kewajiban melakukan pemantauan. Pemantauan proaktif dan pemantauan lapangan. Proaktif itu melihat media-media, pemberitaan di media, kronologi umum dan bagaimana penanganannya. Setelah itu, kami minta klarifikasi kepada pihak Bawaslu, Polres, minta ke Komnas Jakarta melakukan pendalaman tentang dokumen pengaduan, maka Jakarta akan memutuskan untuk ada pemantauan lapangan atau cukup dengan pemantauan proaktif,” tuturnya.
Frits juga akui eskalasi kekerasan di kabupaten Yahukimo semakin meningkat.
Data korban kekerasan yang dihimpun Komnas HAM Papua sejak Januari hingga Juni 2024, beber Frits, tercatat 64 korban kasus bersenjata se-Tanah Papua. Korban mulai dari masyarakat sipil, anggota TNI, Polri, dan TPNPB.
Sementara itu, Emanuel Gobay, direktur LBH Papua, menjelaskan, pengaduan ini dilakukan dengan tujuan agar ada upaya penyelidikan dan investigasi lebih jauh.
Menurutnya, ada indikasi kejahatan kemanusiaan karena peristiwa terjadi ketika ada komunikasi antara Polres dan Brimob. Dugaan ditemukan adanya indikasi sistematik dan struktural mengakibatkan dua warga sipil tertembak, satu meninggal dan satunya luka-luka.
Selain itu, Emanuel menyinggung ada dugaan pembunuhan berencana dan penyalahgunaan senjata api untuk menembak masyarakat sipil.
Harapannya, kata Emanuel, Komnas HAM Papua bisa melakukan koordinasi ke Komnas HAM RI agar membentuk tim investigasi dan turun ke lapangan melakukan investigasi. Tujuan lain pengaduan adalah agar tidak ada impunitas.
“Ada dugaan kejahatan terhadap kemanusian, pembunuhan berencana diatur pada pasal 340 KUHP dan penyalahgunaan senjata api sebagaimana diatur dalam Undang-undang Darurat nomor 12 tahun 1951,” jelas Emanuel.
“Oleh sebab itu, melalui kasus kedua korban ini, kami minta Komnas HAM membongkar impunitas yang selama ini berlangsung di kabupaten Yahukimo dengan cara mengusut tuntas dan memberikan penegakan hukum dan menjawab hak keadilan atas kedua korban penembakan itu,” ujar Gobay. []