TAMBRAUW, SUARAPAPUA.com — Masyarakat delapan kampung selaku pemilik hak ulayat di distrik Miyah Selatan, kabupaten Tambrauw, provinsi Papua Barat Daya, menolak dengan tegas skema hutan desa.
Penolakan skema hutan desa lantaran keberadaan masyarakat adat lebih dulu ada sebelumnya pemerintah dan agama hadir.
Adapun marga-marga pemilik hak ulayat di distrik Miyah Selatan yang menolak skema hutan desa adalah marga Sewia, Hae, Irun, Sedik Ruf, Bame Sinaum, Momo Ka, dan Nso.
Fransiskus Hae, perwakilan marga Hae dan Irun, mengatakan, masyarakat adat di distrik Miyah Selatan hanya menginginkan pengakuan hutan adat.
“Selain dari hutan adat, skema hutan yang diprogramkan oleh pemerintah tetap kami tolak. Kami hanya ingin pengakuan adat terhadap terhadap wilayah kami,” ujarnya saat ditemui Suara Papua di Miyah Selatan, Kamis (19/9/2024).
Frans sapaan akrabnya menegaskan, masyarakat di distrik Miyah Selatan tidak pernah menolak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGO yang masuk di wilayah adat mereka.
“Kalau program LSM atau NGO itu baik dan bermanfaat untuk kami, sudah pasti kami terima, tetapi jika tidak bermanfaat, pasti tetap kami tolak,” tegas Frans.
Senada dikemukakan Pius Bame, perwakilan marga Sewia dan Bame.
Pius mengingatkan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten Tambrauw tidak mengabaikan aspirasi masyarakat di distrik Miyah Selatan.
“Pemerintah stop paksa kami untuk terima skema hutan desa. Sampai kapanpun ini tetap menjadi tanah dan hutan adat kami,” ujar Bame.
Yosepus Hae, perwakilan marga Hae Aremeyuo, menambahkan, saat ini masyarakat adat di wilayah distrik Miyah Selatan sedang melakukan pemetaan wilayah adat.
“Pokoknya kami tetap pemilik hak ulayat untuk menolak skema hutan desa. Kalau ada NGO atau LSM yang masuk di wilayah adat dengan program hutan desa, maka resikonya kami akan usir mereka,” ujarnya.
Karena itu, Yosepus mendesak pemerintah kabupaten Tambrauw segera berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan Kementerian Lingkungan Hidup agar menghentikan program hutan desa untuk kabupaten Tambrauw.
“Silahkan jalankan program hutan desa di wilayah lain, jangan di atas tanah adat kami. Kepala dinas lingkungan hidup kabupaten stop dukung program hutan desa,” ujar Yosepus. []