JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Para pendukung Papua Barat khawatir Indonesia akan melancarkan serangan militer di Kabupaten Nduga, membahayakan ribuan nyawa tak berdosa, setelah pilot Selandia Baru Phillip Mehrtens dibebaskan.
Namun, sebagaimana laporan RNZ Pacific pemerintah Indonesia mengatakan bahwa hal itu adalah “tuduhan yang tidak berdasar”.
Mehrtens ditawan selama hampir 1.5 bulan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.
Wakil Presiden Eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Octovianus Mote meminta pemerintah Selandia Baru untuk terus mengawasi Indonesia seandainya mereka melancarkan serangan, dan mengatakan bahwa dengan tidak ditahannya Mehrtens, TPNPB dan warga sipil yang tinggal di Nduga menjadi rentan.
“Pemerintah Selandia Baru, mereka benar-benar harus memperhatikan, bukan hanya karena kami merawat warga Selandia Baru [Phillip Mehrtens], kami memperlakukannya sebagai keluarga kami, tetapi Selandia Baru adalah keluarga kami, bagaimanapun juga kami adalah orang Kepulauan Pasifik.”
Ia mengatakan bahwa Indonesia telah dipermalukan karena mereka mencoba menggambarkan TPNPB sebagai organisasi kriminal dan Mehrtens diperlakukan dengan baik selama menjadi sandera.
“Cara kami membebaskannya dengan bebas, bukan melalui operasi polisi dan militer. Itu adalah penghinaan lain,” kata Mote.
Pada hari pembebasan Mehrtens, tidak ada kekerasan, namun pengacara hak asasi manusia Indonesia Veronica Koman mengatakan bahwa salah jika menganggap pembebasan tersebut berlangsung damai, karena pada Maret tahun lalu, tentara Indonesia diduga berusaha menyelamatkan Mehrtens dengan paksa, yang mengakibatkan jatuhnya korban di kedua belah pihak.
“Orang-orang Papua Barat banyaj yang telah meninggal selama kisah ini dan ribuan orang mengungsi,” kata Koman.
“Ada banyak penyebab dan jangan lupakan itu dan jangan hanya fokus pada satu orang kulit putih ini.”
Pada tahun 1996, OPM menculik 26 sandera dari World Wildlife Fund. Dua orang Indonesia yang diculik dibunuh dan sandera lainnya dibebaskan dalam waktu lima bulan.
Koman mengatakan bahwa militer Indonesia melancarkan serangan pembalasan yang besar setelah mereka dibebaskan dan dia khawatir mereka akan melakukan hal yang sama.
“Hal ini didasarkan pada pola di mana akan ada serangan balasan dan seperti pagi ini telah terjadi serangan bentrokan bersenjata di daerah lain di Papua Barat. Saya pikir itu pasti terjadi mengingat intensitas konflik bersenjata.”
‘Ketakutan akan potensi pembalasan’
Pakar geopolitik Pasifik dan dosen Massey University, Anna Powles mengatakan bahwa Mehrtens sudah lama tertunda untuk dibebaskan, tetapi ini adalah “kemenangan yang pahit-manis”.
“Ada juga kekhawatiran yang kuat yang telah disuarakan oleh para pemimpin aktivis Papua akan adanya kemungkinan pembalasan dari militer Indonesia setelah perhatian dunia internasional teralihkan dari Papua.”
Seorang juru bicara Kedutaan Besar Indonesia di Wellington mengatakan bahwa pemerintah Indonesia “berpandangan bahwa ini adalah tuduhan yang tidak berdasar”.
“Militer Indonesia sangat menjunjung tinggi integritasnya untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut, terutama mereka yang hidup di bawah ancaman serangan dan teror terus menerus dari kelompok kriminal bersenjata,” ujar juru bicara tersebut.
“Ancaman dari pemberontakan tidak memberikan pembenaran hukum untuk penggunaan kekuatan militer secara besar-besaran dan penyalahgunaan kekuatan militer. Angkatan bersenjata Indonesia menerima seminar dan pelatihan hak asasi manusia dan hukum perang sebagai bagian dari program yang luas.”
Mereka mengatakan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen pada “kebijakan lama untuk menghormati dan mempromosikan Hak Asasi Manusia” dan kebijakan ketatnya untuk tidak memberikan impunitas bagi pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan keamanan.
‘Keterlibatan yang konstruktif dengan Indonesia sangat penting’
Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon ditanya pada hari Rabu apakah ia telah memikirkan atau menerima saran mengenai kekhawatiran akan serangan militer Indonesia di Papua Barat.
“Itu pertama kalinya saya mendengar komentar tersebut. Saya menghargai situasi yang menantang di sana dan ada percakapan internal di sana, tetapi kami menghormati kedaulatan Indonesia.”
Panglima TNI Berharap warga sipil tidak memegang senjata
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto berharap kondisi Papua lebih aman pascapembebasan Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens yang disandera kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya.
Agus juga mewanti-wanti perihal kepemilikan senjata yang dilakukan oleh warga sipil. Dia meminta agar ke depan tidak ada lagi pemegang senjata selain aparat TNI-Polri.
“Karena selagi ada senjata masih bahaya, secara undang-undang pemegang senjata adalah TNI-Polri,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu 25 September 2024 yang dikutib dari tempo.co.