Pelibatan Aparat Militer Dalam Proyek PSN di Merauke Mengancam Hak Hidup OAP

0
342
Haji Isam, aparat dan tokoh Papua Selatan ketika berdiskusi terkait PSN. (Supplied)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pangliman TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, meresmikan pembentukan kesatuan tentara baru yakni batalyon infanteri (Yonif) atau Yonif Penyangga Daerah Rawan di lima daerah di tanah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah.

Lima batalyon dimaksud adalah Yonif 801/Kesatira Yuddha Kentsuwri di Kabupaten Keerom, Papua, Yonif 802/Wimane Mambe Jaya di Kabupaten Sarmi, Papua, Yonif 803/Nduka Adyatma Yuddha di Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan, Yonif 804/ Dharma Bhakti Asasta Yudha di Kabupaten Merauke, Papua Selatan dan Yonif 805/ Kesatria Satya Waninggap di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.

“Lima batalyon di lima daerah di Papua bakal bekerjasama dengan Kementerian Pertanian dan masyarakat setempat untuk menanam komoditas pangan utama, salah satunya padi,” jelas Agus Subiyanto dalam pernyataanya usai peresmian di lapangan Silang Monas 2 Oktober 2024.

Kebijakan pembentukan Batalyon Infanteri yang diresmikan Panglima TNI ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat adat Malind, Maklew, Mayo Bodol, Khimaima, dan Yei, di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.

Baca Juga:  Marga Amotey Tolak PT Papua Berkat Pangan Rambah Tanah Adat di Tiga Distrik

Mereka sedang terancam dan terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Pengembangan Pangan dan Energi di Kabupaten Merauke, melalui proyek cetak sawah baru, perkebunan tebu dan pabrik bioetnaol yang akan menggunakan dan sedang menggusur tanah adat, dusun dan hutan adat seluas lebih dari 2 juta hektar.

ads

Praktik PSN Merauke dilakukan melibatkan Kementerian Pertahanan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional, pemerintah daerah serta perusahaan swasta, Jhonlin Group, First Resources Group, KPN Corp. Group.

Aparat kawal ketat implementasi PSN di Merauke. (Supplied)

“Masyarakat adat Maklew di Distrik Ilwayab, Tubang dan Okaba, secara terbuka dihadapan pejabat Gubernur Papua Selatan telah menyatakan menolak proyek cetak sawah baru dan tanaman lain, yang menggusur tanah, dusun dan hutan adat, sumber kehidupan masyarakat adat tanpa ada musyawarah dan persetujuan secara bebas dari masyarakat adat dan pemilik tanah.”

“Namun perusahaan dikawal aparat militer bersenjata secara sewenang-wenang menggusur dan merampas tanah adat,” jelas Simon Balagaize, Koordinator Forum Masyarakat Adat Malind Anim Kondo – Digoel dalam pernyataan persnya.

Baca Juga:  Ini Tim Fasilitator dan Simulasi Pembebasan Pilot Philip Mark yang Diumumkan TPNPB-OPM

Menurut Balagaize, pemerintah dan operator proyek PSN Merauke telah melanggar hak dasar masyarakat adat, hak hidup, hak atas pembangunan, hak atas pangan dan gizi, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat

“Proyek ini bukan proyek kemanusiaan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat banyak, melainkan bagian dari proyek pembesaran dan perluasan bisnis meraup keuntungan modal bagi kepentingan penguasa dan pengusaha pemilik modal, yang dilakukan dengan cara-cara tidak manusiawi dan merusak lingkungan hidup,” ungkapnya.

Thedy Wakum, Juru Bicara #Solidaritas Merauke mengatakan, di lapangan Proyek PSN Merauke, aparat militer bersenjata terlibat memfasilitasi, memperlancar dan mengamankan aktivitas perusahaan, sehingga membuat kekhawatiran dan menciptakan rasa tidak aman bagi masyarakat adat.

Masyarakat adat Merauke yang memprotes kehadiran PSN di Merauke, Papua Selatan. Mereka membentangkan sejumlah poster penolakan kehadiran PSN di Merauke. (Supplied)

“Keterlibatan militer dalam proyek food estate PSN Merauke berpotensi mengancam dan menghilangkan hak hidup Orang Asli Papua, akan memperluas terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia, kekerasan dan kesewenang-wenangan, yang melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan, serta kebijakan internasional berhubungan dengan prinsip dan tujuan pembangunan berkelanjutan,” jelas Wakum.

Baca Juga:  Uskup Merauke Diminta Sampaikan Permohonan Maaf Terbuka Terkait PSN

Dikatakan, pelibatan militer dalam proyek PSN Merauke tidak tepat dan tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, bertentangan dengan tujuan dan prinsip tentara professional, yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan hak asasi manusia.

Karenanya kata dia, #Solidaritas Merauke dan Forum Masyarakat Adat Malind Kondo – Digoel meminta Panglima TNI membatalkan pembentukan Batalyon baru di Tanah Papua, mengevaluasi dan menghentikan pendekatan keamanan dan keterlibatan militer dalam proyek komersial atas nama PSN Merauke.

Dengan demikian, #Solidaritas Merauke dan Forum Masyarakat Adat Malind Kondo Digoel meminta Presiden RI Joko Widodo dan calon presiden terpilih Prabowo Subianto menghentikan proyek PSN Merauke.

Artikel sebelumnyaPolinesia dan Kaledonia Baru Akan Mengirim Delegasi ke Komite Dekolonisasi PBB
Artikel berikutnyaPaslon Dinard Kelnea-Yoas Beon Berkomitmen Bangun SDM Nduga