JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Amandus Yumte, Pengurus Pusat PMKRI mengatakan, dalam pelaksanaan Pilkada 2024, khususnya di Provinsi Papua Barat Daya, MRP- BD diberikan kewenangan untuk memberi pertimbangan, persetujuan terhadap calon yang berkontestasi, terutama Paslon yang maju dalam Pilkada harus sesuai amanat UU Otsus Papua.
Terutama kata Yumte amanat UU Otsus yang mengatur tentang Paslon Gubernur harus Orang Asli Papua (OAP). Aspek tersebut yang menjadi pertimbangan MRP Papua Barat Daya dalam menentukan sah tidaknya pasangan calon yang berhak berlaga di Pilkada Papua BD.
Seperti hasil verifikasi faktual MRP Papua Barat Daya yang mana salah satu pasangan dianggap tidak memenuhi keaslian OAP.
Sebagaimana kata dia hasil verifikasi MRP Papua Barat Daya yang tidak diindahkan KPU, maka MRP merasa haknya sebagaimana tertuang dalam UU Otsus diabaikan.
“KPU telah melenyapkan keputusan MRP Papua Barat Daya. Untuk itu, PP PMKRI mendesak Ketua KPU RI segera mencabut surat KPU Nomor 1718 tertanggal 26,” ujar Yumto pecan kemarin.
Ia lalu mengatakan, PP PMKRI mendukung penuh segala bentuk proses yang diambil MRP Provinsi Papua Barat Daya, yakni melaporkan KPU RI dan KPU Papua Barat Daya ke Bawaslu dan DKPP.
Ia mengatakan, KPU RI diduga membuat regulasi yang bertentangan dengan UU Otsus dan menggugurkan kewenangan MRP dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Papua.
“Oleh sebab itu menurut saya, langkah KPU RI meloloskan calon tertentu melalui surat Nomor 1718/PL.02.2.-SD/05/2024, Perihal Pelaksanaan Tahapan Pencalonan Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur pada daerah Khusus Papua, tertanggal 26 Agustus 2024 telah melanggar Pasal 12, huruf a, Pasal 20 Ayat (1) huruf a, UU No.2 Tahun 2021 tentang Otsus Papua.”
KPU RI dan KPU Papua Barat Daya dengan berpegang pada surat KPU RI Nomor 1718/2024 itu secara tidak langsung telah mengabaikan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, dan UU Otsus yang didalamnya diatur kedudukan MRP sebagai lembaga yang memiliki fungsi ikut melaksanakan pemilihan kepala daerah.
“KPU harus prioritaskan putusan MRP, karena putusan MRP adalah norma yang bersifat khusus, bukan sebaliknya bersandar pada surat KPU-RI, yang tidak berdasar hukum. Surat KPU Nomor 1718 dalam angka 7, huruf a, dan b, angka, 8 dan angka 10, mengatur petunjuk yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 12 dan Pasal 20 Ayat (1) UU Otsus yang menempatkan MRP sebagai lembaga yang memiliki wewenang mutlak menyatakan pertimbangan dan persetujuannya terhadap syarat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Orang Asli papua.
“Karena itu harus dijalankan KPU. KPU tidak berwenang menyatakan calon memenuhi syarat Orang Asli Papua, sebagaimana yang terjadi di Papua Barat Daya.”
“Sekali lagi, perjuangan ini bukan sekedar politik semata, tetapi bagaimana mempertahankan hak-hak politik Orang Asli Papua itu sendiri.”
“Untuk itu, kami mengajak semua pihak mari kita sama-sama mendorong segala proses yang baik untuk keadilan Orang Asli Papua dan menjaga Kamtibmas di tengah situasi politik yang kian memanas.”
Sebelumnya, Majelis Rakyat Papua Provinsi Barat Daya menyatakan akan ke Jakarta untuk mengajukan Ketua dan Anggota Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia dan KPU Papua Barat Daya ke ranah hukum.
Tindakan itu dilakukan karena adanya dugaan MRP PBD bahwa KPU RI telah dengan sengaja ingin menghapus kewenangan Majelis Rakyat Papua Barat Daya dalam syarat calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada Provinsi Papua Barat Daya.
Kuasa Hukum MRP PBD, Muhammad Syukur Mandar mengatakan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya akan menempuh jalur hukum pasca penetapan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua Barat Daya.
“Langkah awal, kami ke Jakarta. Kami laporkan Komisioner KPU RI dan KPU PBD ke Bawaslu Republik Indonesia,” ungkap Mandar kepada wartawan di Sorong, Rabu (25/9/2024).
Kata Mandar dugaan MRP PBD bahwa KPU sedang berupaya merusak sistem Pilkada di Provinsi Papua Barat Daya yang memiliki Otonomi Khusus.