![IMG-20240903-WA0422 (1)](https://ewr1.vultrobjects.com/suarapapuaweb/2024/09/IMG-20240903-WA0422-1-696x450.jpg)
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Tim peduli alam dan manusia Kapiraya mendesak pemerintah kabupaten Dogiyai, Deiyai, Mimika dan pemerintah provinsi Papua Tengah bersama Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Tengah segera turun ke Wakiya untuk menyaksikan prosesi penancapan tapal batas adat antara suku Kamoro dengan suku Mee.
“Kami masyarakat Mee dari wilayah Mapia bersama suku Kamoro mulai dari Poronggo hingga desa Uwemuka sudah putuskan sama-sama untuk mau tanam seng plat sebagai tanda batas jaga tanah adat dua suku ini. Sehingga, kami mengharapkan kepada pemerintah provinsi Papua Tengah bersama tiga kabupaten dan lembaga MRP Papua Tengah datang hadir saksikan,” kata Musa Boma, ketua tim peduli alam dan manusia Kapiraya, melalui siaran persnya, Sabtu (12/10/2024) malam.
Musa mengatakan, “Karena kami masyarakat Mee dari wilayah Mapia bersama suku Kamoro itu hubungannya sudah terjalin baik sejak Agama Katolik belum masuk wilayah Meepago melalui pintu Mapia pada tahun 1932. Dan, mulai masuk agama Katolik di Mapia melalui bapak Auki Tekege sebagai rasul bagi orang Mee wilayah pedalaman Papua datang terima Injil di Poronggo saat itu.”
Sejak saat itu hingga hari ini, kata Boma, hubungan orang Mee Mapia bersama kerabat dari suku Kamoro tidak pernah ada masalah sedikitpun.
“Tetapi yang mengundang masalah adalah hadirnya perusahaan ilegal bernama PT Zoomlion Indonesia Heavy Industry di Wakiya itu.”
Lanjut Musa Boma, masyarakat Kamoro bersama masyarakat Mee di wilayah Mapia tidak ada masalah apapun selama ini.
“Kami saat ini hanya minta kepada pemerintah dan MRP datang saksikan. Hari ini kami turun ke Wakiya dalam rangka kegiatan tanam tapal batas adat,” jelasnya.
Setelah tapal batas adat jaga selesai dibuat, Musa Boma persilakan pemerintah bicarakan soal tapal batas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Indonesia.
“Nanti pemerintah silahkan bahas lebih lanjut, yang paling penting sekarang ini kami harus tanam tapal batas adat. Kami undang pemerintah provinsi bersama tiga kabupaten dan MRP hadir,” kata Boma.
Lebih jauh dikemukakan, “Hutan kami ini sumber kehidupan sekaligus pasar rakyat adat antara kedua suku ini. Entah perusahaan emas maupun perusahaan kayu stop masuk untuk ambil secara ilegal.”
Sementara, Yohanes Degekoto, tokoh pemuda Mee dari kampung Digihoumaida, menegaskan, tanah adat suku Mee tak akan dilepaskan kepada pihak manapun. Sebab, demi memperjuangkan tanah adat sekaligus gagalkan perusahaan ilegal emas beroperasi di Wakiya, satu anggota tim peduli atas nama Sebastianus Degei, sudah korban.
“Saya sudah rugi emas, hutan, tenaga, bahkan nyawa manusia juga sudah korban di atas kekayaan alam saya. Jadi, pemerintah sementara stop bicara masalah tapal batas. Kami undang pemerintah datang saksikan kami mau tanam tapal batas tanah adat jaga antara kedua suku ini,” tutur Degekoto.
Musa dan Yohanes sebagai pemuda suku Mee menyatakan tetap berkomitmen mengamankan tanah adat dan segala kekayaan alam yang ada di sana.
“Kami sudah mengerti tentang zaman ini. Kalau hutan dan kekayaan dihabiskan oleh perusahaaan, berarti anak cucu kami akan menderita. Jadi, perusahaan ilegal stop masuk di tanah adat kami,” tegasnya. []