Yohanes Yesnath, warga Kwoor, kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya. (Reiner Brabar - Suara Papua)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Sedikitnya enam distrik di kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, hingga kini masih terisolir karena memang belum memiliki akses jalan yang memadai.

Enam distrik yang masih terisolir dan belum memiliki akses jalan yang memadai itu diantaranya distrik Kwesefo, Manekar, Tinggouw, Ireres, Kebar Selatan, dan distrik Tobouw

Akses penghubung antar daerah menjadi kunci dasar pelayanan kepada masyarakat, jika akses penghubung berupa jalan tidak tersedia, maka dipastikan jangkauan pelayanan kepada masyarakat tak akan terpenuhi. Hal itu masih terjadi di kabupaten Tambrauw yang sangat membutuhkan perhatian pemerintah daerah untuk membuka akses jalan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Selviana Yesnath, salah satu warga Tambrauw yang ditemui Suara Papua saat survei untuk melihat dari dekat kehidupan masyakarat, mengatakan, masyarakat distrik Kwesefo dan Tobouw sangat membutuhkan akses jalan yang memadai.

“Masyarakat dari Kwesefo dan Tobouw bikin rumah di sini sebagai tempat persinggahan mereka. Setiap hari masyarakat dari dua distrik ini pake perahu dari Kwoor sampe kali cabang dua di sini [tempat persinggahan], lalu berjalan kaki menuju kampung-kampung mereka,” kata mama Selviana kepada Suara Papua di kali cabang dua, Sabtu (12/10/2024).

ads
Selviana Yesnath, salah satu warga Tambrauw, Papua Barat Daya. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Mama Yesnath menceritakan betapa sulitnya masyarakat dari kedua distrik itu untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik. Apalagi, dari kampung satu ke kampung lain saja belum ada akses jalan yang terhubung.

Baca Juga:  Political Will dan Konstelasi di Papua Rendah, ASHTMP: Salah Pilih, Susah Pulih!

“Kalau dari kampung ke distrik saja masyarakat harus harus berjalan melalui jalan setapak, menyeberang kali [sungai]. Kadang kepala kampung ada yang sewa helikopter untuk angkut bahan bangunan, tapi banyak kampung yang memikul bahan bangunan dan berjalan kaki dari tempat persinggahan ke kampung-kampung di dua distrik itu,” cerita mama Yesnath.

Senada dengan itu, Walter Karubun, guru SD Negeri Kwosefo, mengatakan, dengan kondisi akses jalan yang begitu sulit menjadi kendala dan penghambat pembangunan dan pelayanan publik. Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah kabupaten Tambrauw dan provinsi Papua Barat Daya dapat melihat apa yang menjadi kebutuhan utama masyarakat di distrik Tobouw dan Kwesefo.

“Akses jalan menjadi kebutuhan utama masyarakat di Kwesefo dan Tobouw. Kami sangat berharap agar pemerintah melihat persoalan ini karena ini menjadi penghambat pembangunan. Padahal masyarakat di dua distrik itu juga merindukan pembangunan seperti di tempat lain,” tuturnya.

Walter Karubun, guru SD Negeri Kwesefo, kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Konservasi Untuk Dunia, Hak Masyarakat Diabaikan

Hak sebagai warga masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan dan pembangunan di beberapa distrik yang ada di kabupaten Tambrauw terhalang oleh upaya perlindungan hutan melalui konservasi.

Yohanes Yesnath, salah satu warga yang ditemui Suara Papua di Kwoor juga menyampaikan keluhan yang sama.

Baca Juga:  Festival Hutan Papua Upaya Melindungi Hutan Adat di Tanah Papua

Kata Yohanes, sudah berulang kali usulan akses jalan menuju distrik Kwesefo dan Tobouw disampaikan kepada pihak pemerintah dan DPRD Tambrauw, tetapi hingga kini alasannya selalu soal konservasi, sehingga tak bisa dilakukan penebangan dan pembongkaran hutan.

“Kami sudah sampaikan berulang kali kepad Pemkab Tambrauw, tapi dong [pemerintah daerah] bilang ini daerah cagar alam yang dilindungi. Pemerintah lindungi hutan, lalu biarkan kami masyarakat yang menderita ka? Harus berjalan kaki berhari-hari setiap tahun ka?” ujarnya.

Yohanes juga menyoroti kebijakan konservasi hutan yang diterapkan Pemkab Tambrauw yang menurutnya merugikan masyarakat. Kata dia, jika kebijakan konservasi tepati masyarakat pemilik hak ulayat tidak mendapatkan manfaat dari konservasi itu.

“Selalu masyarakat tanya, apakah ada uang dari konservasi untuk kami masyarakat? Kalau ada, uang itu dikemanakan? Wilayah kami dilindungi untuk dunia, tapi kami masyarakat ini menjadi korban dari konservasi,” ujarnya.

Oleh karenanya, Yohanes minta Pemkab Tambrauw transparan terkait konservasi. Sebab menurutnya, dampak negatif dari konservasi itu sejumlah wilayah kesulitan dalam pembangunan.

“Konservasi ini harus jelas, siapa yang mendapatkan keuntungan? Yang jelas kami masyarakat yang di rugikan. Pemda dan DPRD Tambrauw harus transparan terkait konservasi ini kepada seluruh masyarakat Tambrauw,” tandasnya.

Ia juga membeberkan, faktor kendala akses jalan menyebabkan masyarakat dari beberapa kampung dari distrik Kwesefo dan Tobouw memilih meninggalkan kampung mereka dan menetap di distrik Kwoor.

Baca Juga:  Masyarakat Adat Malind Kondo Digul Larang Pemerintah RI Rampas Hutan Adat

“Silahkan survei ke kampung-kampung sana. Di beberapa kampung di sana sudah tidak ada warga masyarakat, semua ada di sini [Kwoor]. Semua ini karena akses jalan yang sulit,” tutur Yohanes.

Sebelumnya, Engelbertus Gabriel Kocu, penjabat bupati Tambrauw, kepada sejumlah wartawan di Sorong, menjelaskan, perhatian pemerintah provinsi Papua Barat Daya yang lebih juga harus diberikan ke kabupaten Tambrauw, sebab hingga kini masih terdapat distrik yang sulit dijangkau dengan transportasi, selain menggunakan helikopter sebagai sarana utamanya, sedangkan jika menggunakan jalan darat hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 4-5 hari perjalanan.

“Percepatan rentang kendali yang ada, percepatan pembangunan masih sangat dibutuhkan di kabupaten Tambrauw, sebab sampai saat ini masih ada enam distrik yang hanya dapat diakses dengan menggunakan helikopter. Dan akses pakai helikopter hanya digunakan oleh pemerintah, kalau masyarakat ya jalan kaki,” kata Kocu.

Engelbertus mengaku pembangunan sulit dilakukan lantaran beberapa wilayah di daerah tersebut masuk dalam kawasan cagar alam apalagi kabupaten Tambrauw merupakan kabupaten konservasi.

“Aksesnya sulit memang karena itu kawasan cagar alam, sehingga kita berharap hadirnya Papua Barat Daya ini dapat menjawab persoalan-persoalan yang terjadi di tengah masyarakat,” ujarnya. []

Artikel sebelumnyaMama Bank: ‘Bank untuk Para Ibu’ di Bougainville ‘Agar Tidak Kalah Dengan Suami’
Artikel berikutnyaBREAKING NEWS: Kantor Redaksi Jubi Dilempari Dua Bom Molotov, Dua Mobil Terbakar