JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN) pengembangan pangan dan energi Merauke merampas hak hidup orang asli Papua dan meningkatkan krisis lingkungan hidup.
Hal itu disampaikan koalisi organisasi masyarakat sipil, aktivis pembela hak asasi manusia dan lingkungan hidup, dan masyarakat adat terdampak proyek PSN Merauke usai menggelar aksi di Kementerian Pertahanan di Jakarta pada, Rabu (16/10/2024).
Masyarakat adat suku Malind dan Yai Merauke menghiasi diri menggunakan pakaian adat dan gelar aksi dalam penolakan proyek strategis nasional di Merauke di Kantor Kementerian Pertahanan Jakarta.
Teddy Wakum, Juru Bicara Solidaritas Merauke menegskan bahwa proyek strategis nasional di Merauke hasus dihentikan.
“Kami Solidaritas Merauke berpandangan dan menyatakan bahwa Proyek Strategis Nasional Pengembangan Pangan dan Energi di Kabupaten Merauke, Papua Selatan harus dibatalkan dan dihentikan, karena bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan,” tukas Wakum.
Ia lalu mengatakan, penolaka itu juga berkenaan dengan hak hidup, hak masyarakat adat, hak atas tanah, hak bebas berpendapat, hak atas pembangunan, hak atas pangan dan gizi, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan.
Oleh sebab itu pihakya mendesak Presiden Jokowi dan menteri pertahanan, pertanian dan menteri investasi atau kepala koordinasi penanaman modal untuk menghentikan PSN tersebut.
“Meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera melakukan evaluasi dan Audit Lingkungan Hidup menilai ketaatan penanggung jawab badan usaha terhadap persyaratan hukum dan kelayakan lingkungan, dan memberikan sanksi pencabutan perizinan berusaha,” kata Franky Samperante, Direktur Yayasan Pusaka.

Dengan demikian, Solidaritas Merauke mendesak;
- Mendesak Presiden RI dan Menteri Pertahanan, Menteri Pertanian dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, segera menghentikan PSN Merauke, untuk proyek pengembangan kebun tebu dan bioethanol, dan proyek cetak sawah baru sejuta hektar.
- Meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera melakukan evaluasi dan Audit Lingkungan Hidup menilai ketaatan penanggung jawab badan usaha terhadap persyaratan hukum dan kelayakan lingkungan, dan memberikan sanksi pencabutan perizinan berusaha.
- Meminta pemerintah untuk mengakui, menghormati dan melindungi keberadaan dan hak masyarakat adat, serta melakukan konsultasi yang bermakna dengan berbagai kelompok masyarakat adat atas berbagai proyek pembangunan sosial ekonomi yang berlangsung di wilayah adat, yang dilakukan secara inklusif, berkeadilan dan lingkungan hidup berkelanjutan.
- Meminta pemerintah dan aparatus keamanan negara TNI/Polri menghentikan pendekatan keamanan dan terlibat dalam proyek pembangunan komersial.