
SORONG, SUARAPAPUA.com — Kepolisian Resor (Polres) Intan Jaya, Papua Tengah, didesak untuk segera membebaskan sejumlah pemuda dan pelajar sekolah menengah pertama (SMP) yang note bene warga sipil tanpa alasan jelas.
Benyamin Zondegau, ketua badan pengurus Forum Komunikasi Mahasiswa-mahasiswi Moni kabupaten Intan Jaya (FKMI) cabang Manado, Sulawesi Utara, mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima dari masyarakat di kabupaten Intan Jaya, aparat keamanan telah menangkap sejumlah warga sipil.
“Selain pemuda, ada beberapa pelajar SMP yang ditangkap polisi di Intan Jaya,” kata Benyamin dalam siaran pers yang diterima Suara Papua, Sabtu (26/10/2024) malam.
Disebutkan, dampak dari rencana penambangan emas di Blok Wabu menjadi alasan kuat aparat keamanan melakukan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap warga sipil di kabupaten Intan Jaya.
“Masyarakat disiksa, dituduh, diteror, intimidasi bahkan dibunuh karena masyarakat menolak eksploitasi sumber daya alam di Blok Wabu,” ujarnya.
Yustin Kobogau, mahasiswi Intan Jaya lainnya, mengatakan, perempuan Papua melahirkan generasi Papua bukan untuk ditangkap, disiksa dan dibunuh oleh pihak aparat keamanan.
“Kami perempuan dan mama-mama Papua melahirkan anak-anak laki dan perempuan itu bukan untuk disiksa, dibunuh atau dianiaya, tetapi memiliki hak untuk hidup, sesuai Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengatur tentang hak-hak dasar manusia, termasuk hak anak dan perempuan,” ujarnya.
Dengan berbagai konflik yang terjadi di Tanah Papua terlebih khusus di kabupaten Intan Jaya, Yustin menyebutkan Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM tidak berlaku di Tanah Papua.
“Peristiwa yang terjadi selama ini menunjukan lemahnya penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat di Papua. Masyarakat adat berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan konflik dan masalah dan melindungi hak-hak mereka atas tanah adatnya,” ujar Kobogau.
Kasus Penangkapan dan Penyiksaan
- Alex Sondegau, pemuda mengalami cacat (mono/bisu) dari kampung Mamba ke kampung Yogatapa, ditangkap TNI di pertengahan jalan. Alex mengalami penyiksaan yang berujung meninggal, lalu dilepaskan, tetapi hilang, mungkin dibunuh dan dibuang, lalu aparat menipu keluarga bahwa sudah dilepaskan.
- Venis Tipagau, siswa SMP kelas III ditangkap masih ditahan sampai saat ini belum bebas. Rakyat sipil takut, sehingga tidak bisa memastikan keberadaannya di markas militer.
- Pianus Zani, pemuda biasa, sama-sama dengan Venis Tipagau, tetapi karena Venis ditangkap, Pianus melarikan diri lantaran takut disiksa. Semua pihak baik keluarga dan TNI Polri mencarinya. Keluarga ketemu, lalu diamankan di kampung Wogoitogapa, namun pihak TNI Polri datang tangkap dia di depan pastoran Gereja Katolik Tanah Putih. Kaki dan tangan diikat, lalu dinaikan ke mobil patroli dan disiksa hingga tewas. Mayat diambil dari keluarga dan dikubur. Sedangkan Venis belum jelas, dibunuh atau masih ada dalam tahanan.
- Tiga orang pemuda duduk di sebuah pondok. Tiba-tiba, Heny Sondegau tertembak di dagu, kondisi kritis. Man Mirip tertembak di belakang tembus perut, sedang kritis. Dan, satu orang belum diketahui identitasnya, tertembak di belakang bahu tembus depan, kondisi kritis.
- Martinus Sondegau (pemuda) dan Illa Sondegau (pelajar SMP kelas II) dikejar anggota TNI-Polri.
- Empat orang pelajar SMP Negeri 1 Sugapa, kelas III di-DPO TNI Polri, sehingga tiga diantaranya dipindahkan ke Timika. Sedangkan satu orang masih di Intan Jaya.
Sejumlah aksi kekerasan yang menimpa warga sipil di kabupaten Intan Jaya selama dua bulan terakhir, September-Oktober 2024, belum terekspose di media massa. Hanya dilaporkan terbatas melalui media sosial, baik Facebook maupun WhatsApp. Kasus kekerasan tersebut mengorbankan ibu-ibu, anak-anak, serta pemuda dan pelajar. []