Aksi Solidaritas Rakyat Papua (SRP) menolak program transmigrasi ke Tanah Papua, Rabu (30/10/2024) di depan lampu merah Maranatha, kota Sorong, Papua Barat. (Reiner Brabar - Suara Papua)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Solidaritas Rakyat Papua (SRP) menolak tegas program transmigrasi yang dicanangkan presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Kementerian Transmigrasi RI.

Solidaritas ini menyebutkan transmigrasi ke Papua sudah berlaku sejak 1963 Papua dipaksakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga saat ini pemerintah terus berupaya mempengaruhi dan menguasai seluruh aspek kehidupan manusia  di Tanah Papua.

“Maka transmigrasi ke Papua adalah bentuk dari kolonialisme pendudukan dan penjajahan gaya baru atau yang lebih dikenal dengan sebutan neokolonialisme yang sedang dipraktekkan lagi oleh rezim Prabowo Gibran,” ujar Apey Tarami, salah satu massa aksi saat solidaritas menggelar aksi mimbar bebas di depan Lampu Merah Maranatha, kota Sorong, Papua Barat Daya, Rabu (30/10/2024).

Kata Apey, transmigrasi adalah sistem penjajahan gaya baru secara ekonomi dan budaya. Sistem ini dikontrol politik ekonomi dan militer secara langsung dan berlebihan, namun terstruktur dan terkontrol tersebut bisa saja berupa ekonomi, politik, bahasa, budaya, birokrasi pemerintahan, dan lainya.

Baca Juga:  Delapan Tuntutan Mahasiswa Dogiyai Sikapi Situasi Daerah

“Program transmigrasi bertujuan untuk mempengaruhi atau merubah tatanan agar lebih efektif dalam menguasai. Di sisi lain dengan adanya kebijakan-kebijakan ini sangat meresahkan dan merampas hak asasi orang Papua,” ujarnya.

ads
aksi solidaritas rakyat Papua menolak transmigrasi (Reiner Brabar-SP)
Aksi SRP menolak program transmigrasi yang diwacanakan berlaku di era kepemimpinan presiden Prabowo Subianto. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Sementara itu, Appul Heluka, koordinator SRP, mengatakan, selain program transmigrasi ke Papua, ada juga ada juga Proyek Strategis Nasional (PSN) yang secara sepihak negara menempatkan Tanah Papua sebagai lahan beroperasinya program dan akan dikerjakan oleh militer. Di Merauke masyarakat adat terancam kehilangan dua juta hektare tanah dan hutan yang menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat secara turun temurun.

“PSN ini akan melibatkan militer dan telah kita ketahui bersama bahwa pendropan militer secara besar-besaran ke Papua dalam enam tahun terakhir ini berkontribusi terhadap angka pelanggaran HAM berat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data Amnesty Internasional tercatat 105 kasus korban pembunuhan di luar proses hukum (extra judicial killing) di Papua dan Papua Barat sejak Februari 2018 hingga akhir 2022. Keterlibatan militer dalam PSN itu ditandai dengan akan dirikan lima batalyon infanteri (yonif) untuk mendukung program ketahanan pangan nasional,” bebernya.

Baca Juga:  Ruang Hidup Kian Terancam, Suku Moi Tolak PSN 24 Triliun di PBD

Appul menyoroti program transmigrasi dan PSN justru mengancam keberadaan orang asli Papua (OAP) di Tanah Papua.

“Kedua program ini akan menyebabkan genosida di Tanah Papua, baik itu secara adat, budaya, hutan maupun manusia Papua secara umum,” tegas Heluka.

Terkait program transmigrasi tersebut, SRP dengan tegas mendesak kepada presiden Prabowo Subianto dan Kementerian Transmigrasi untuk:

  1. Segera batalkan pendirian Yonif penyangga daerah rawan di lima daerah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah sebab bertentangan dengan tugas pokok TNI dan TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis pada PSN yang melanggar hak masyarakat adat Papua.
  2. Solidaritas Rakya Papua menolak transmigrasi sebagai representasi suara rakyat Papua yang telah dibungkam dengan tegas tolak transmigrasi ke Papua.
  3. Menolak segala macam investasi yang sedang beroperasi dan akan beroperasi, sebab investasi di Tanah Papua adalah dalang kerusakan lingkungan, iklim, pemanasan global dan lain sebagainya.
  4. Tolak PSN yang sedang menghancurkan tanah dan hutan Papua.
  5. Bersama solidaritas gerakan pro demokrasi di Indonesia segera cabut UU Omnibuslaw.
Baca Juga:  BERITA FOTO: Obor dan Drama Sejarah Warnai Perayaan HUT ke-90 PI di Moraid

Tidak kali ini saja, aksi solidaritas bakal kembali turun jalan untuk menyampaikan aspirasi yang sama, tegas menolak program transmigrasi ke Papua. []

Artikel sebelumnyaBukan Tanah Kosong, Papua Tak Terima Transmigrasi
Artikel berikutnyaRencana Transmigrasi Bukan Solusi Penyelesaian Masalah di Tanah Papua