JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Organisasi Cipayung se-Kota Jayapura mengutuk aksi teror terhadap media Jubi dan kerja-kerja pers di Tanah Papua. Mereka mendesak Polda Papua secepatnya menangkap dua oknum orang tak dikenal sebagai pelaku serta mengungkap kasus pelemparan bom molotov di Kantor redaksi media Jujur Bicara yang terjadi pada 16 Oktober 2024.
Desakan itu disampaikan organisasi Cipayung dalam konferensi pers di Kota Jayapura, Provinsi Papua pada, Mingg (3/11/2024) di secretariat PMKRI Cabng Jayapura.
Kelompok Cipayung yang menyampaikan pernyataan diantaranya Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabag Jayapura, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Jayapura, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Papua, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Jayapura dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Jayapura.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Jayapura St Efrem, Yasman Yaleget mengatakan kasus pelemparan bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi merupakan kasus yang sangat serius. Oleh sebab itu Yeleget mendesak pihak Polda Papua untuk mengungkapnya hingga tuntas.
“[Kasus ini] harus menjadi catatan penting dan juga catatan tegas kepada pihak yang menangani, khususnya kepada Polda Papua, dan juga Polri. Kami pikir ini sudah melewati batas apa ya, teror yang kurang wajar di Papua, terutama khususnya kepada teman-teman jurnalis di Tanah Papua. Kami berharap bisa dituntaskan itu penting,” tegas Yaleget.
Yaleget mengatakan teror kepada Jubi sudah terjadi berulang kali yang seharusnya menjadi perhatian serius dari Polda Papua. Yaleget menilai pihak kepolisian Polda Papua sangat lambat dalam menangani kasus tersebut.
“Bahwa kurang lebih dua minggu lebih, kasus ini belum diungkap. Saya pikir kasus ini sudah menjadi kasus berat karena ini sudah yang ke-3 kali. Yang pertama mobilnya Pak Victor Mambor, lalu rumahnya, yang sekarang ini di kantornya,” ujarnya.
Yaleget mengatakan apabila kasus ini tidak diungkap maka menunjukan ketidak profesionalnya dan ketidakmampuan Polda Papua. Oleh sebab itu ia berharap Polda Papua menunjukkan integritasnya, loyalitasnya, profesionalitasnya dalam mengungkap kasus ini.
“Jika memang Polda Papua tidak mengungkap dengan secara tuntas, berarti dipertanyakan integritas kinerjanya, dan juga loyalitas kerjanya sebagai Polda Papua, dan juga Ditreskrimum yang menangani bagian [kasus] ini, patut dipertanyakan kinerjanya,” katanya.
Yaleget berharap Polda Papua jangan berlarut-larut mengungkap kasus pelemparan bom Molotov di kantor Redaksi Jubi. Yaleget mengatakan pihaknya akan melakukan demonstrasi untuk menuntut pengungkapan kasus tersebut.
“Jangan kebiasaan kepolisian itu ada kasus baru, nanti tutup kasus-kasus lagi dengan kasus yang baru. Kami berharap sekali Polda Papua menunjukkan integritasnya, loyalitasnya, dan profesionalitasnya. Ini penting!”
“Kalau memang tidak diungkap berarti akan dipertanyakan status keberadaan Polda Papua seperti apa. Terakhir dari saya, kami akan tunggu setelah penjelasan sikap hari ini. Satu minggu ke depan kalau memang [belum ada perkembangan kasus ini] berarti kami akan melakukan aksi secara langsung dengan target Polda Papua,” ujarnya.
Ketua GMKI Cabang Jayapura, Lalius Kabak mengaku heran dengan kinerja Polda Papua yang terlalu lama. Padahal menurut Kabak, tindakan pelaku melempar bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi itu terekam CCTV.
Kabak mengatakan kasus-kasus yang terjadi di hutan maupun di kampung lebih cepat diungkap dan pelakunya ditangkap, maka kasus bom di kantor Jubi juga mesti diungkap.
“Yang kami pertanyakan adalah di luar sana di hutan-hutan sana saja [Polisi] bisa ketahui bahwa ini siapa yang melakukan, ini pelakunya ini yang dilakukan. Apalagi ini di dalam kota Jayapura dan semua sudah direkam. Lalu mengapa sampai hari ini belum terungkap kasusnya. kami berharap pengeboman ini yang dilakukan ini harus diungkap demi Kebebasan Pers di Tanah Papua,” ujarnya.
Ancaman kebebasan pers di Tanah Papua
Sekretaris GMNI Cabang Jayapura, Julio Akhgan mengatakan pelemparan bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi merupakan ancaman terhadap kebebasan Pers di Tanah Papua. Katanya, kasus ini sebagai bentuk pembungkaman ruang demokrasi di Papua.
“Terkait kasus pengeboman kantor redaksi Jubi, ini merupakan salah satu hal yang terkutuk karena ini dilakukan oleh orang-orang untuk membungkam ruang demokrasi kita di Papua. Kami percaya hal-hal yang dilakukan seperti ini untuk menutup ruang demokrasi kita di Papua,” kata Julio.
Julio meminta ketegasan dari Polda Papua untuk mengungkapkan kasus ini secara clear dan tuntas. Ia khawatir apabila kasus pelemparan bom Molotov ini tidak diungkap akan memperburuk demokrasi di Tanah Papua. Ia berharap kerja-kerja jurnalis di Papua dilindungi bukan dihalangi dengan cara teror.
“Kami ingin hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari, sehingga jurnalis-jurnalis yang ada di tanah Papua itu dapat bebas, meliput apapun tanpa ada suatu ketakutan atau ancaman dari pihak-pihak yang ingin membuka ruang demokrasi kita. Kami ingin ketegasan pada pihak yang berwajib untuk mengungkapkan kasus ini secara clear dan tuntas,” ujarnya.
Ketua PMII Cabang Jayapura, Afrizal Saleh Renyaan mengatakan Jubi merupakan media yang konsisten memberitakan persoalan-persoalan yang terjadi di Tanah Papua, khususnya terkait situasi Hak Asasi Manusia di Tanah Papua. Afrizal berharap Kepolisian Daerah Papua mengungkap kasus ini secara tuntas.
“Kami dari kelompok Cipayung menegaskan untuk Kapolda menuntas kasus yang telah dialami oleh Redaksi Kantor Jubi Papua. Karena mereka [Jubi] inilah yang mengangkat aspirasi-aspirasi permasalahan yang ada di Papua. Maka dari itu kami berharap kepada Kapolda Papua agar bisa menyelesaikan masalah ini dengan sebijak-bijaknya,” ujarnya.
Ketua Umum HMI Cabang Jayapura, Rison Zul Akbar L meminta transparansi dan akuntabilitas dari Kapolda Papua untuk segera menyelesaikan kasus ini dan juga mengungkap pelaku maupun motif kasus ini. Katanya, kasus pelemparan Molotov di Kantor Redaksi Jubi merupakan tindakan diskriminasi terhadap jurnalis di Tanah Papua khususnya Redaksi Jubi.
Rison mengatakan tentu kasus ini pasti mempengaruhi psikologi para jurnalis di Tanah Papua dan secara khusus jurnalis Jubi. Rison meminta Polda Papua harus bisa menyelesaikan kasus tersebut dengan penuh tanggung jawab dan juga bisa diselesaikan dengan waktu yang cepat.
“Kapolda Papua harus bisa menyelesaikan kasus tersebut dengan penuh tanggung jawab dan juga bisa diselesaikan dengan waktu yang cepat. [Sehingga] para jurnalis tetapi juga masyarakat yang ada di Kota Jayapura secara khusus dan juga masyarakat di Papua secara umum agar dapat melakukan aktivitasnya secara nyaman dan juga damai di Tanah Papua,” kata Rison dalam konferensi pers tersebut.