Abdul Faris Umlati (AFU), calon gubernur Papua Barat Daya saat memberikan keterangan pers di Sorong pasca putusan KPU provinsi Papua Barat Daya atas rekomendasi Bawaslu provini Papua Barat Daya. (Reiner Brabar - Suara Papua)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Abdul Faris Umlati, calon gubernur Papua Barat Daya periode 2024-2029, memastikan akan menempuh jalur hukum menguji keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi Papua Barat Daya menggugurkan dirinya dari daftar peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2024. 

Menanggapi keputusan KPU tersebut, Abdul Faris Umlati (AFU), calon gubernur nomor urut 1, kepada sejumlah wartawan di Sorong, mengaku secara tertulis belum menerima surat keputusan dari lembaga penyelenggara dimaksud yang mendasari rekomendasi Bawaslu provinsi Papua Brat Daya.

AFU mendapat informasi dari beberapa sumber bahwa keputusan KPU berdasarkan rekomendasi Bawaslu.

“Memang mereka (Bawaslu) sudah dua kali panggil. Waktu itu panggilan pertama kami sudah minta untuk reschedule karena bertepatan dengan acara kampanye tertutup atau terbatas. Kami menunggu bila ada konfirmasi dari Bawaslu untuk melakukan klarifikasi, namun tidak ada kelanjutan,” katanya.

Abdul mengaku telah diperiksa Gakkumdu atas laporan pidana yang dinaikkan ke tahap penyidikan. Tetapi AFU bilang sama sekali tidak dimintai keterangan sebagai pihak terduga atau terkait.

ads

“Dan saya sudah diambil keterangan oleh Gakkumdu. Sementara sisi lain dari Bawaslu Papua Barat Daya, saya tidak pernah diambil keterangan. Sejauh dan sepengetahuan saya, dengan sudah diambil keterangan dari Gakkumdu yang ditindaklanjuti hingga dengan mengeluarkan SP3, saya pikir permasalahan ini sudah selesai,” tuturnya.

Baca Juga:  Tim Sukses Paslon YUYUTAE Dilantik, Siap Menangkan Pilkada Dogiyai

AFU menyayangkan keputusan Bawaslu yang mengeluarkan rekomendasi secara sepihak. Kendati demikian, mantan bupati Raja Ampat dua periode itu menyatakan tetap menghargai keputusan yang sudah dikeluarkan.

“Seharusnya Bawaslu terlebih dahulu memeriksa saya sebagai pihak terkait dan itu harus dilakukan oleh Bawaslu, tetapi ternyata itu tidak dilakukan. Saya sebagai warga negara yang juga calon kandidat gubernur tentu saya selalu menghargai dan menghormati hukum dan mekanisme yang terjadi dalam undang-undang Pemilu,” tandasnya.

Sebagai warga negara, AFU memastikan ada langkah-langkah hukum yang diambil melalui tim kuasa hukum untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). Sambil itu dilakukan, ia minta seluruh relawan, simpatisan dan pendukung pasangan ARUS tetap tenang.

“Jadi, semua simpatisan atau pendukung yang hari ini bersimpati, saya mengimbau semua tetap sesuai dengan apa yang menjadi harapan dan tujuan kita bahwa pasangan ARUS atau saya sendiri sebagai calon gubernur akan tetap mengikuti tahapan Pilkada gubernur dan wakil gubernur hingga tanggal 27 November 2024,” pungkas Umlati.

Sebelumnya, KPU PBD menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dengan mengeluarkan keputusan pembatalan SK KPU provinsi Papua Barat Daya nomor 105 tahun 2024 tentang perubahan atas keputusan KPU nomor 78 tahun 2024 tentang penetapan pasangan calon peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur provinsi Papua Barat Daya tahun 2024.

Baca Juga:  Polisi Seakan Membiarkan Pelaku Teror Pada Wartawan dan Pegiat HAM di Papua

Berdasarkan rekomendasi Bawaslu provinisi Papua Barat Daya nomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 tanggal 28 Oktober 2024 perihal rekomendasi pelanggaran administrasi sebagaimana telah diubah dengan surat Bawaslu provinisi Papua Barat Daya nomor 558/PM.00.01/K.KPBD/10/2024 tanggal 30 Oktober 2024 perihal ralat penulisan tahun surat rekomendasi nomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 terbukti telah melakukan pelanggaran administrasi pemilihan.

Pergantian Kepala Distrik dan Kepala Kampung 

Merujuk pada rekomendasi Badan Pengawas Pemilu provinsi Papua Barat Daya, bahwa berdasarkan ketentuan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota dilarang melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota selaku petahana melanggar ketentuan akan dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.

Awalnya, pada 30 September 2024, Bawaslu PBD menerima informasi awal telah terjadi penggantian kepala distrik Waigeo Utara dan kepala kampung Kabilol distrik Tiplol Mayalibit yang dilakukan bupati kabupaten Raja Ampat, Abul Faris Umlati.

Kemudian, pada 2 Oktober 2024 sampai 5 Oktober 2024, Bawaslu Papua Barat Daya dan Bawaslu kabupaten Raja Ampat melakukan penelusuran terhadap informasi awal tersebut.

Baca Juga:  Transmigrasi Ancaman Bagi Non OAP dan OAP di Tanah Papua

Berdasarkan laporan hasil pengawasan terhadap informasi awal tersebut, pada 7 Oktober 2024 Bawaslu Papua Barat Daya menjadikan informasi awal tersebut menjadi temuan dan diregistrasi dengan nomor 005/Reg/TM/PG/Prov/38.00/X/2024.

Terhadap temuan itu, kemudian Bawaslu Papua Barat Daya melakukan proses penanganan pelanggaran sesuai dengan ketentuan peraturan Bawaslu nomor 8 tahun 2024 dengan cara melakukan klarifikasi kepada pihak terkait untuk menggali kebenaran terhadap temuan tersebut dan menilai bukti yang didapat pada saat melakukan penanganan terhadap temuan.

Selanjutnya Bawaslu Papua Barat Daya menemukan fakta bahwa benar telah terjadi pergantian kepala distrik Waigeo Utara yang mana semula dijabat Mathius Aitem kemudian diganti dengan menunjuk Agustinus Weju sebagai Plt kepala distrik Waigeo Utara. Surat penunjukan nomor 800.1.3.1/005/BPKSDM-RA/2024 tertanggal 17 September 2024 itu ditandatangani bupati Raja Ampat, Abdul Faris Umlati.

Selain itu, telah terjadi pergantian kepala kampung Kabilol distrik Tiplol Mayalibit yang awalnya dijabat oleh Yohanis Kabeth kemudian digantikan Mathius N Louw sebagai Plt kepala kampung. Pergantian berdasarkan surat penunjukkan nomor 100/230/SETDA tertanggal 2 Agustus 2024.

Hal tersebut dianggap satu bentuk pelanggaran dan Bawaslu menilai mekanisme penunjukan yang dilakukan bupati Raja Ampat tanpa adanya persetujuan dari Menteri Dalam Negeri. []

Artikel sebelumnyaDua Putaran Debat Publik Sukses, KPU Deiyai Ajak Warga Tenang Pilih Pemimpin
Artikel berikutnyaApa Makna ‘Harga Diri’ Sebagai Individu dan Sebagai Bangsa?