JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sejumlah pernyataan tegas disampaikan mahasiswa-mahasiswi Papua di provinsi Sulawesi Utara saat seminar nasional bertema “Konsolidasi persatuan mahasiswa Papua menolak transmigrasi di Papua”, Sabtu (9/11/2024).
Seminar nasional yang diadakan di asrama mahasiswa Papua Kamasan VIII, Tondano, itu dimulai sejak jam 09.16 hingga berakhir pada pukul 16.28 WITA.
Kegiatan itu sendiri diselenggarakan oleh gabungan organisasi, antara lain IMIPA pusat Manado, IMIPA cabang Tomohon, IMIPA cabang Tondano, IMIPA cabang Polikairagi, KNPB Konsulat Indonesia, AMPTPI DPW Indonesia Tengah, dan MKCP Sulut.
Dalam seminar sehari yang dihadiri ratusan mahasiswa Papua dari berbagai daerah di Sulawesi Utara itu tampil sejumlah pemateri dengan topik berbeda.
Adapun empat materi dipresentasikan perwakilan dari masing-masing organisasi kemahasiswaan, antara lain:
- Pandangan umum terkait situasi di Tanah Papua oleh Wensi Fatubun.
- Moralitas bangsa dibawakan perwakilan organisasi keimanan.
- Sejarah perjuangan mahasiswa Papua dipresentasikan perwakilan IMIPA pusat dan cabang.
- Memahami sistem kapitalisme dan kolonialisme modern di Tanah Papua yang dibeberkan perwakilan KNPB Konsulat Indonesia.
Usai sesi materi, seminar dilanjutkan dengan pembacaan pernyataan sikap tegas mahasiswa Papua di provinsi Sulawesi Utara menanggapi berbagai isu terkait dengan Papua.
Berikut beberapa poin dari pernyataan sikap tersebut:
- Mahasiswa Papua di Manado Sulawesi Utara tidak terlibat dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar 7 November 2024, dengan bentuk tawaran apapun.
- Menolak dengan tegas program transmigrasi yang telah ditetapkan presiden Prabowo Subianto.
- Menolak dengan tegas Proyek Strategis Nasional (PSN) di seluruh Tanah Papua dalam bentuk apapun, yang dianggap merugikan masyarakat asli Papua.
- Menyatakan dengan tegas negara Indonesia segera tarik semua pasukan militer organik dan non organik yang beroperasi di wilayah teritori West Papua.
- Menyatakan dengan tegas bahwa negara Indonesia stop mengambil keputusan-keputusan tersembunyi yang dilakukan tanpa melibatkan orang asli Papua sebagai pemilik negeri.
Seminar dan pernyataan sikap mereka diakhiri dengan nyanyian dan yel-yel. []