SORONG, SUARAPAPUA.com — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua menyatakan keprihatinannya atas dampak yang ditimbulkan oleh Proyek Strategis Nasional (PSN) di wilayah Merauke dan Sorong. Terutama karena telah memicu konflik berkepanjangan dan semakin memperuncing ketegangan antara masyarakat adat Papua dengan negara bersama pihak perusahaan.
Maikel Primus Peuki, direktur eksekutif WALHI Papua, mengatakan, proyek-proyek besar yang digagas pemerintah Indonesia dengan dalih pembangunan ekonomi, justru telah mengabaikan hak-hak dasar masyarakat adat, khususnya terkait pengelolaan tanah adat yang sejak lama mereka jaga dan kelola secara berkelanjutan.
Menurut Maikel, pembangunan besar-besaran yang melibatkan sektor-sektor seperti perkebunan, pertambangan, dan infrastruktur telah merambah wilayah-wilayah yang menjadi rumah bagi suku-suku lokal di Tanah Papua, seperti suku Marind, Asmat, Moi, Amungme, dan suku-suku lainnya. Tanah adat yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat adat, baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan spiritual, kini terancam digusur demi memenuhi kepentingan pembangunan yang acap tidak mengakomodasi hak-hak masyarakat adat.
“Proyek-proyek PSN di Merauke dan Sorong menunjukkan sikap negara yang tidak menghargai hak-hak tanah adat milik masyarakat Papua. Penggusuran dan perusakan lingkungan yang terjadi akibat proyek-proyek ini telah mengakibatkan konflik berkepanjangan, merusak keharmonisan sosial, dan menambah penderitaan bagi masyarakat adat yang sudah lama mengalami marginalisasi,” kata Maikel kepada Suara Papua melalui pesan WhatsApp, Minggu (10/11/2024).
Dalam catatannya, proyek-proyek tersebut dilakukan tanpa adanya konsultasi yang memadai dengan masyarakat adat, dan bahkan tanpa persetujuan mereka (free, prior, and informed consent – FPIC). Praktik seperti ini jelas bertentangan dengan konvensi internasional yang mengakui hak masyarakat adat untuk mengelola dan mempertahankan tanah adat mereka.
Selain itu, dampaknya bukan hanya mengancam keberadaan ekosistem alam yang kaya, tetapi juga merusak struktur sosial dan budaya masyarakat adat.
“Suku-suku lokal di Tanah Papua telah lama menjaga tanah mereka dengan prinsip-prinsip kearifan lokal yang berkelanjutan. Tanah ini bukan hanya tempat hidup, tetapi juga bagian dari identitas dan kehidupan spiritual mereka. Mengabaikan hak mereka berarti merampas masa depan mereka dan melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.
Lanjut Peuki, sejak awal banyak pihak yang menilai kebijakan PSN di Papua lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dan pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat adat. Proyek-proyek besar yang digulirkan pemerintah sering hanya menguntungkan perusahaan dan segelintir kelompok, sementara masyarakat adat kian terpinggirkan dan kehilangan akses terhadap tanah dan sumber daya alam yang menjadi hak mereka.
“Pembangunan di Tanah Papua haruslah dilakukan dengan pendekatan yang mengutamakan hak-hak masyarakat adat, pelestarian lingkungan, serta kesejahteraan jangka panjang bagi generasi mendatang. Negara dan perusahaan harus menghormati hak tanah adat, dan tidak boleh lagi mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan segelintir pihak,” tegas Peuki.
Menyikapi hal itu, WALHI Papua menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan proyek-proyek PSN yang merugikan masyarakat adat dan merusak lingkungan, serta segera melakukan dialog yang lebih terbuka dan inklusif dengan masyarakat adat untuk mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.
“Kami juga mendesak pemerintah untuk segera memperkuat regulasi yang mengakui hak-hak tanah adat dan memastikan bahwa setiap kebijakan pembangunan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan sosial dan lingkungan,” pungkasnya.
Dalam seminar nasional bertajuk ‘PSN Merauke: Dampaknya pada masyarakat adat dan alam Papua’ yang digelar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, Senin (4/11/2024), Budi Hernawan, dosen Filsafat dan Antropologi STF Driyarkara mengingatkan, sebenarnya PSN serupa Merauke tidak hanya satu di Tanah Papua, melainkan sepuluh.
“Sekarang baru Merauke, yang terganggu adalah teman-teman di Papua Selatan. Orang Papua Utara masih tidur, orang di Papua Barat juga tenang-tenang saja. Karena cukup lama isu-isu Papua Selatan itu tidak masuk dalam ranah kesadaran orang utara. Baru-baru ini perjuangan masyarakat adat suku Awyu yang kasasinya ditolak MA. Hal seperti ini tidak menjadi isu orang Jayapura atau orang Manokwari, orang Wamena, dan ini hanya menjadi isu orang Papua Selatan. Ini juga catatan yang perlu kita pahami disini,” tuturnya.
Budi sebutkan 10 perusahaan yang beroperasi di Papua Selatan, yaitu PT Global Papua Abadi, PT Murni Nusantara Mandiri, PT Andalan Manis Nusantara, PT Semesta Gula Nusantara, PT Berkat Tebu Sejahtera, PT Agrindo Gula Nusantara, PT Sejahtera Gula Nusantara, PT Global Papua Makmur, PT Duta Mas Resources International, dan PT Borneo Citra Persada.
Pemiliknya banyak, tetapi sebenarnya tak sampai 10 nama, dan kemudian mengerucut lagi menjadi dua nama: Wilmar Sitorus dan Martias Fangiono.
Diakuinya, sangat menarik karena dari seluruh hiruk pikuk protes terhadap PSN Merauke yang mengemuka hanya nama Haji Isam. Tetapi masyarakat tak menyasar orang yang sebenarnya punya kuasa yang lebih tinggi, yakni Wilmar Sitorus dan Martias Fangiono.
“Sementara Haji Isam posisinya lebih rendah, apalagi posisi tentara yang tinggal mengawal. Sehingga selama ini sasaran protes belum mengarah pada pemodal utama proyek-proyek PSN ini,” ujar Hernawan.
Berikut PSN yang ada di Tanah Papua, mulai sektor pelabuhan, bandar udara, kawasan industri, energi, hingga perkebunan:
- Sektor bandara ada pembangunan bandara Nabire baru di kabupaten Nabire, provinsi Papua Tengah.
- Kawasan industri pupuk di kabupaten Fakfak, provinsi Papua Barat.
- Pembangunan bandara Siboru di kabupaten Fakfak, provinsi Papua Barat.
- Sektor kawasan industri di kabupaten Teluk Bintuni, provinsi Papua Barat.
- Pengembangan industri Metanol, Amonia, dan pemanfaatan karbon dari hasil CCUS/CCS di kabupaten Teluk Bintuni, provinsi Papua Barat
- Sektor energi proyek tangguh LNG train 3 di provinsi Papua Barat
- Pengembangan lapangan Ubadari, CCUS, dan Compresion (UCC Project) di kabupaten Teluk Bintuni, provinsi Papua Barat
- Sektor Perkebunan, pembangunan kelapa dalam dan industri turunannya di provinsi Papua Barat.
- Program PSN pengembangan kawasan perbatasan-10 Pos Lintas Batas Negara (PLBN); Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, provinsi Papua Barat Daya.
- Sektor Pelabuhan, pengembangan pelabuhan Sorong di provinsi Papua Barat Daya. []