SORONG, SUARAPAPUA.com — Gustaf Kawer, pratiksi hukum, menilai sikap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi Papua tidak transparan dan tidak kredibel dalam menyelesaikan kasus dugaan yang dilaporkan LSM Gempur Papua.
Penilaian tersebut disampaikan pasca Bawaslu provinsi Papua mengeluarkan surat nomor 564/PP.00.01/K.PA/11/2024 tertanggal 11 November 2024 yang ditandatangani Hardin Halidin, ketua Bawaslu provinsi Papua, tentang pemberhentian kasus penyelidikan dugaan pelanggaran netralitas ASN.
Menurut Gustaf, pemberhentian status laporan dari Bawaslu Papua jauh dari azas luber dan jurdil karena lembaga pengawas Pilkada tak tegas dalam penegakan hukum
“Pemberitahuan status laporan dengan tidak memenuhi unsur pidana Pemilu terhadap rekaman suara penjabat wali kota Jayapura yang viral menunjukkan wajah demokrasi Pemilu di negeri ini yang sebenarnya jauh dari azas luber dan jurdil, karena pengawas Pilkada juga tidak tegas dalam penegakan hukum, tetapi berperan memuluskan skenario untuk meloloskan kandidat tertentu dalam Pilkada Papua,” kata Gustaf kepada Suara Papua melalui pesan WhatsApp, Rabu (13/11/2024).
Gustaf Kawer yang juga direktur PAHAM Papua menduga Bawaslu Papua tak transparan terkait kasus tersebut, padahal kasus tersebut telah menarik perhatian publik.
“Pemberitahuan status laporan itu terkesan Bawaslu Papua tidak transparan untuk sebuah kasus yang menarik perhatian publik. Seharusnya dipublikasi lewat jumpa pers dengan menerangkan secara detail hasil verifikasi terdapat para saksi yang telah diperiksa termasuk terlapor penjabat wali kota, ahli pidana, ahli bahasa hingga analisa unsur dan simpulan unsur tidak terbukti. Dalam pemberitahuan laporan tidak jelas verifikasi, analisis dan simpulannya, tiba-tiba laporan dihentikan untuk pidana Pilkada tidak terbukti, sedangkan pelanggaran hukum lainnya direkomendasikan,” tuturnya.
Menanggapi surat pemberitahuan dari Bawaslu itu, Gustaf berujar tindakannya tidak mencerminkan pengawas yang kredibel dalam menjalankan tugas dan kewenangan.
“Keputusan dari Bawaslu Papua itu merupakan cermin integritas pengawas yang tidak kredibel dalam menjalankan tugasnya dan terdapat potensi pelanggaran etik, sehingga masyarakat dan peserta Pilkada dapat melapor ke DKPP supaya komisioner Bawaslu Papua dikenakan pelanggaran etik,” ujarnya.
Kawer juga berharap masyarakat di provinsi bijak dalam menentukan pilihan pada 27 November 2024. Sebab menurutnya, memilih kepala daerah berdasarkan hasil politik yang tak luber dan jurdil akan menghasilkan pemimpin yang memperhatikan kepentingan keluarga dan kelompoknya, sedangkan kepentingan kesejahteraan masyarakat akan diabaikan selama masa kepemimpinannya.
“Masyarakat Papua diharapkan memilih kandidat gubernur dan wakil gubernur berdasarkan hati nurani, bukan berdasarkan hasil rekayasa dalam Pilkada yang menggunakan politik uang, termasuk mendesain kepentingan politiknya melalui pengawas maupun penyelenggara Pilkada,” pungkasnya.
Sebelumnya, berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan terhadap laporan dengan nomor 002/Reg/LP/PG/Prov/33.00/IX/2024, Bawaslu Papua mengeluarkan surat pemberhentian pemeriksaan kasus dengan nomor 564/PP.00.0/K.PA/11/2024 tertanggal 11 November 2024.
Dalam surat yang ditandatangani ketua Bawaslu Papua, proses pemeriksaan diberhentikan karena Bawaslu menilai tak ada unsur pidana dalam Pemilu. Selain itu, Bawaslu juga menduga laporan tersebut mengandung dugaan pidana lainnya, sehingga direkomendasikan untuk diselesaikan di instansi terkait. []