SORONG, SUARAPAPUA.com — Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) yang juga bagian dari Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua menyampaikan permohonan pengaduan kasus penyerangan bom molotov kantor redaksi Jubi Papua yang terjadi 16 Oktober 2024 lalu.
Erick Tanjung, koordinator tim KKJ, mengatakan, pihaknya mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memohan perlindungan kepada saksi dan korban terkait penyerangan bom molotov di kantor redaksi Jubi.
“Hari ini kami hendak mengajukan permohonan perlindungan kepada sembilan orang saksi dan korban yang menyaksikan kejadian. Pertama adalah pemimpin redaksi Jubi, Jean Bisay, dua orang awak redaksi Jubi, tiga saksi dari internal Jubi, dan ada enam saksi lain yang merupakan warga setempat,” jelas Erick kepada Suara Papua melalui keterangan tertulisnya, Rabu (13/11/2024).
Diuraikan, dari olah TKP diketahui ada rekaman CCTV, dimana diketahui ada 2 orang pelaku yang menggunakan motor Vario, tetapi tidak ada nomor polisi dan kedua pelaku menggunakan masker dan helm, sehingga tidak terlalu jelas terlihat. Kejadian tersebut mengakibatkan 2 mobil operasional Jubi terbakar.
Hingga kini sudah sekitar tiga pekan pasca pelaporan, kat Erick, Kepolisian Daerah (Polda) Papua baru memeriksa beberapa saksi dan belum menaikkan kasus ke proses penyidikan.
“Satu diantara enam orang saksi ikut terlibat mengejar dan membuntuti pelaku dengan menggunakan motor yang diduga melakukan pelemparan bom molotov. Menurut saksi, pelaku adalah dua orang yang berboncengan dengan menggunakan sepeda motor Vario tanpa nomor polisi. Kedua pelaku menggunakan helm dan masker, sehingga tidak nampak wajahnya. Setelah mengejar lebih dari 800 meter, saksi berhenti karena menghilang ke arah kawasan militer,” bebernya.
Kata Erick, KKJ sangat berharap adanya perlindungan ekstra kepada saksi demi keamanan saksi.
“Perlindungan bagi kesembilan saksi diperlukan untuk menjamin keamanan mereka yang dinilai rentan terhadap intimidasi. Hal ini juga untuk menjamin supaya proses hukumnya berjalan secara serius,” ujar Erick.
Sementara itu, Mustafa dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyatakan, serangan terhadap kemerdekaan pers di Tanah Papua makin gawat.
“Khususnya terhadap Jubi memang bukan yang pertama kali dan seperti diketahui beberapa laporan sebelumnya tidak pernah tuntas. Sehingga peranan semua pihak penting untuk mengawal penegakan hukum terhadap kasus teror terhadap media Jubi,” ujarnya.
“Salah satunya, kita meminta LPSK agar ikut serta memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban, serta ikut melakukan pengawasan dengan meminta informasi perkembangan kasus dari penegak hukum, sebagaimana mandat dan wewenangnya,” kata pengacara publik LBH Pers.
Mustafa menyebut seluruh berkas administratif permohonan sudah diajukan ke LPSK, sementara untuk enam saksi, kelengkapan dokumen mereka akan dilengkapi dan diajukan secara bertahap.
“Laporan telah diterima langsung oleh Brigjen Pol (Purn) Achmadi sebagai ketua, Susilaningtias selaku wakil ketua bersama dengan staf ahlinya. Merespons hal ini, LPSK menyatakan akan segera menindaklanjuti permohonan perlindungan,” imbuhnya.
Pasca pengaduan ini, KKJ akan melakukan rangkaian audiensi lainnya dengan Mabes Polri dan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI guna mendorong proses penegakkan hukum dan mencegah praktik impunitas yang mengancam kemerdekaan pers.
Diketahui, KKJ dideklarasikan di Jakarta, 5 April 2019. Beranggotakan 11 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Amnesty International Indonesia. []