Aksi KSKAKP di salah satu gereja Katolik di kota Jayapura, Papua. (Dok. KSKAKP)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Komunitas Suara Kaum Awam Katolik Papua (KSKAKP) melakukan aksi protes terhadap sikap dukungan Uskup Keuskupan Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) di provinsi Papua Selatan.

Stenly Dambujai, penggerak aksi, mengatakan, Uskup Mandagi menggunakan tahta keuskupan dan kewenangannya sebagai Uskup dan pemimpin gereja Katolik untuk memberikan legitimasi kepada penguasa dan perusahaan tanpa mempertimbangkan suara hati nurani umatnya

“Uskup Mandagi seharusnya mengikui Paus Fransiskus yang mengajak umat manusia di dunia untuk melawan ancaman pemanasan global,” katanya dalam press release yang diterima Suara Papua, Kamis (14/11/2024).

Ditegaskan, harus dipahami, Gereja Katolik tidak punya hak untuk bicara tanah adat, apalagi untuk mendukung investasi yang mengancam keberadaan umat Katolik. Tetapi Gereja Katolik mempunya kewajiban moral untuk berbicara, bahkan membela hak-hak umat manusia manapun, termasuk di kampung Wanam dan Ilwayab yang juga merupakan basis gereja Katolik di sana.

“Uskup Mandagi sebagai pemimpin gereja Katolik sekalipun tidak memiliki garis darah dan keturunan apapun dengan umat lokal di sini, kecuali melalui hirarki gereja Katolik,” tegasnya.

ads

Lanjut Stenly, Uskup Mandagi memiliki tanggung jawab moral kepada penguasa, perusahaan dan umat lokal, akan tetapi tak mempunyai hak apapun untuk melakukan kompromi apapun atas hak-hak dasar masyarakat adat.

“Umat di sini juga tidak pernah memberikan legitimasi kepada Uskup Mandagi agar dia memberikan legitimasi kepada penguasa dan perusahaan untuk hilangkan sumber kehidupan masyarakat yang melekat pada tanah dan hutan adat. Legitimasi Mandagi ilegal karena berada di luar otonomi personal dan otonomi gereja Katolik. Uskup berbicara tentang PSN atas nama kemanusiaan universal, bahkan demi kepentingan bersama (bonnum commune). Tetapi tanpa melakukan riset lebih dahulu. Karena itu, pernyataannya menjadi kering, tidak berbobot dan tidak dapat dipertanggungjawabkan,” bebernya.

Baca Juga:  Mahasiswa Desak Aparat TNI dan Polri Hentikan Intimidasi Warga Tiga Kampung di Intan Jaya

Dampak Legitimasi Uskup Mandagi

Stenly mengatakan, secara de facto memang legitimasi Uskup memiliki pengaruh sangat besar dalam kebijakan publik. Penguasa dan perusahaan paham pada posisi ini. Uskup Mandagi memanfaatkan gereja untuk mengakui niat penguasa dan perusahaan, namun melupakan hak-hak, nasib dan masa depan umatnya.

“Pengakuan Uskup Mandagi terhadap PSN ini memiliki manfaat ganda. Satu sisi menguntungkan elit politik lokal, nasional, bahkan Uskup sendiri. Tetapi di lain pihak, masyarakat adat juga umat Katolik di kampung Wanam, dan Wogekel merasa dirugikan,” sambungnya.

Pernyataan Uskup Mandagi memperlihatkan wajah gereja Katolik di Tanah Papua yang baru. Jarang para misionaris dan pemimpin sebelumnya mengeluarkan statemen kontroversial seperti itu, walau bertemu dengan sejumlah pihak terkait lainnya.

Kata Stenly, Uskup membuka pintu gereja bagi penguasa dan perusahaan selebar-lebarnya guna menjalin relasi atas nama kemanusiaan, kesejahteraan, kemakmuran, pembangunan dan kebaikan bersama. Pada saat yang sama menutup ruang dialog bagi orang yang kecil, lemah, tersingkir, teraniaya dan tertindas diatas tanah leluhurnya.

“Sikap Uskup Mandagi menunjukkan bahwa secara perlahan Gereja Katolik di Tanah Papua, khususnya Keuskupan Agung Merauke menjadi komoditas politik dan ekonomi bagi penguasa dan perusahaan. Gereja di wilayah ini perlahan menjadi “pemadam api kebakaran” terselubung atas nama Tuhan. Umat mulai tidak percaya Mandagi, bakal Gereja Katolik di Tanah Papua, khususnya Keuskupan Agung Merauke. Sebab dukungan Uskup ini sangat melukai hati dan perasaan umat. Uskup hanya pro pada orang yang punya jabatan dan uang besar, tapi mengabaikan orang yang lemah dan taak berdaya, juga yang membutuhkan kasih sayang dari seorang gembala,” tuturnya.

Baca Juga:  Polres Tambrauw Masih Mendalami Motif Kebakaran Kantor Distrik Bamusbama

Suara Kenabian Telah Hilang

KSKAKP menyatakan, suara kenabian tak lagi netral. Bahkan tak berguna bagi gereja lokal, terutama pada aspek hak-hak umat terhadap tanah adatnya. Ajaran sosial gereja (ASG) yang diharapkan dapat menyentuh orang-orang yang membutuhkan pertolongan, bukan lagi dipandang sebagai kebutuhan dan kepedulian bagi gereja (pemimpin gereja setempat).

Sikap Uskup Mandagi belakangan ini sangat mencemaskan umat. Umat semakin tak percaya gereja dengan pernyataan, sikap, dan keberpihakan gereja yang terkesan lebih mendukung penguasa dan pemodal ketimbang masyarakat biasa. Ini membuat umat di sini semakin ragu dan tak percaya terhadap gereja Katolik Roma di Merauke.

Lantaran pemimpin gereja tak menunjukkan kepedulian terhadap domba-domba kecil di kampung Wanam dan Wogekel, distrik Ilwayab, Merauke, Komunitas Suara Kaum Awam Katolik Papua sebagai bagian dari gereja melakukan aksi protes terhadap sikap dan penyataan kontroversial Uskup Agung Merauke.

Aksi Mingguan di Halaman Gereja Katholik

Aksi protes terhadap Uskup Mandagi terus dilancarkan KSKAKP dengan menggelar aksi rutinitas kampanye di halaman gereja Katolik yang ada di Jayapura, provinsi Papua.

Kristianus Dogopia, penggerak aksi lainnya, mengatakan, aksi yang mereka lakukan sudah berlangsung sejak 20 Oktober 2024 dan akan terus dilaksanakan.

Baca Juga:  Festival Hutan Papua Upaya Melindungi Hutan Adat di Tanah Papua

“Kami melakukan aksi mingguan [rutin]di halaman Gereja Katolik Paroki Kristus Juruselamat Kotaraja, kota Jayapura, Papua. Sudah enam kali kami lakukan aksi ini. Sebanyak 15 pamflet dijejerkan di jalan masuk menuju gereja. Aksi ini dilakukan secara damai tanpa kekerasan, dan melakukan orasi. Paling penting adalah ribuan umat yang datang dapat melihat dan bertanya-tanya. Kemudian kami dapat menjawab sejumlah pertanyaan,” tuturnya.

Dogopia tegaskan, aksi mereka tak akan pernah berhenti hingga Uskup Mandagi menjawab tuntutan mereka.

“Aksi protes seperti ini akan dilakukan selama Uskup Merauke memilih diam seribu bahasa. Tidak etis apabila Uskup memberikan kepercayaan kepada pastor lain untuk melakukan klarifikasi. Sebab sejak mau mengeluarkan pernyataan, Uskup tidak pernah meminta pertimbangan, apalagi kompromi dari imam setempat yang memiliki hak ulayatnya juga,” ujarnya.

Umat Katolik di Tanah Papua hingga saat ini diakuinya masih berdebat soal pernyataan Uskup Mandagi yang kontroversial, dimana mendukung penguasa dan perusahaan pada saat umatnya sendiri sedang menolak PSN.

“Pada saat yang sama semua orang menantikan kebesaran hati dan kerendahan hati Uskup Mandagi untuk membuka ruang dialog dan meminta maaf secara langsung agar semua orang bisa tenang. Selain itu, hendaknya Uskup mendukung Paus Fransiskus yang melawan penguasa dan perusahaan yang merusak ekosistem dan lingkungan hidup. Bukan sebalinya berselingkuh dengan mereka untuk memberikan kontribusi negatif yang berdampak pada pemanasan global,” pungkasnya. []

Artikel sebelumnyaTemuan Sementara Dugaan Pelanggaran Netralitas dalam Pilkada 2024 di Tanah Papua
Artikel berikutnyaSehari di Kamarisano Martinus Adii Disambut Meriah Warga Distrik Wapoga