JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Program transmigrasi dan proyek strategis nasional (PSN) merupakan dua kebijakan negara Indonesia di era presiden Prabowo Subianto dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka yang dianggap paling krusial eksesnya bagi orang asli Papua. Keduanya sama-sama mengancam hak hidup masyarakat adat Papua.
“Dampak dari beberapa kebijakan pemerintah Indonesia sangat besar. Maka, tetap tolak pemberlakuan program transmigrasi dan proyek strategis nasional (PSN) yang sedang dimulai di kabupaten Merauke, provinsi Papua Selatan. Orang Papua mau hidup seribu tahun lagi. Segala ekosistem, lingkungan hidup, dan hutan adat harus dilindungi dari ancaman eskpolitasi investor. Indonesia tidak boleh gadaikan masa depan hidup dan kehidupan rakyatnya,” ujar Manu Vara Iyaba, aktivis yang juga koordinator Solidaritas Peduli Bumi dan Manusia Papua (SPBMP), Rabu (20/11/2024).
Mahasiswa Papua sebagai generasi penerus masa depan Papua tak mau hak hidup masyarakat asli Papua terancam oleh karena kebijakan negara tidak pro rakyat. Baik PSN maupun transmigrasi, kata Varra, langkah pemerintah pusat yang sangat fatal sebagai wujud perampasan hak hidup masyarakat Papua.
Penyerobotan tanah adat dalam jumlah ribuan hektare demi program swasembada pangan, menurutnya sama artinya negara merampas hak hidup masyarakat adat setempat sebagai pemilik hal ulayat. Tanpa adanya persetujuan pemilik ulayat, negara mencaplok tanah adat yang bakal menyengsarakan hidup dan kehidupan mereka di kemudian hari.
“Oleh karena itulah, kami menuntut kepada presiden Prabowo Subianto untuk segera menghentikan program PSN dan transmigrasi. Jangan ada pemaksaan kehendaknya secara sepihak, karena sudah pasti akan terjadi konflik horizontal besar-besaran di Tanah Papua, sehingga kebijakannya harus dievaluasi kembali, sekalian dibatalkan saja,” tegasnya.
Gerakan perlawanan rakyat, ujar Iyaba, tak akan berhenti. Sebaliknya, hanya dengan kata lawan merupakan cara rakyat Papua menolak program transmigrasi dan PSN di Tanah Papua yang sama sekali tidak menguntungkan bagi masyarakat adat Papua.
“Orang asli Papua tidak mau ditindas terus menerus oleh kolonialisme. Kami punya jati diri. Harkat dan martabat orang asli Papua harus dihargai oleh negara Indonesia. Papua ini bukan tanah kosong. Orang asli Papua tetap lawan terhadap seluruh kebijakan atau program yang tidak memberi manfaat,” ujarnya lagi.
Senada, Ferinus F. Aliknoe, salah satu aktivis dari SPBMP, juga dengan tegas menyatakan tetap menolak segala bentuk kebijakan pemerintah pusat yang berdampak pada deforestasi hutan adat di seluruh Indonesia, terutama di Tanah Papua. Karena ini akan berdampak pada kehidupan masyarakat adat Papua.
Ditegaskan, program transmigrasi dan PSN di Merauke maupun Keerom, tetap ditolak rakyat Papua karena dampaknya jelas akan ada perampasan tanah adat dan pada akhirnya pemilik tanah tersinggir hingga musnah total.
Bersamaan kebijakan dan program tersebut, negara dipastikan akan mengirim pasukan bersenjata untuk mengamankannya. Maka, masyarakat adat Papua tetap mendesak pemerintah Indonesia segera hentikan rencana pengiriman pasukan militer, juga batalkan pembangunan pos militer yang akan digunakan sebagai tempat tinggal bagi pelindung peruhasaan pengeksploitasi hutan Papua.
SPBMP juga mendesak presiden Republik Indonesia untuk segera menghapuskan Kementerian Transmigrasi dari Kabinet Merah Putih.
Sebaliknya, pemerinta didesak untuk segera sahkan RUU perlindungan masyarakat adat dan mengakui kedaulatan masyarakat adat.
Sedangkan kepada pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota, SPBMP minta untuk segera buat regulasi tentang perlindungan hutan dan masyarakat adat di Tanah Papua. []