JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Genap empat bulan berlalu tanpa ada progres dari pihak penyidik, Front Justice for Tobias Silak bersama sejumlah mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura kembali gelar mimbar bebas, Kamis (21/11/2024). Mereka mendesak polisi mengusut tuntas kasus penembakan terhadap Tobias Silak di Dekai, kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, 20 Agustus 2024 lalu.
Tobias Silak tewas tertembak peluru di jalan gunung Dekai, kabupaten Yahukimo, pada saat sedang pulang ke rumahnya. Korban menghembuskan napas seketika lantaran terkena tembakan di bagian kepala dan pelipis kiri. Saat bersamaan, satu korban lainnya, Naro Dapla (17), luka tembak akibat peluru nyasar dan menjalani perawatan insentif.
Dalam aksi mimbar bebas yang berlangsung di putaran Perumnas III, Waena, kota Jayapura, Papua, mereka mempertanyakan alasan aparat kepolisian belum menindaklanjuti kasus penembakan yang menimpa salah satu staf sekretariat Bawaslu kabupaten Yahukimo itu. Meski 17 orang saksi telah diperiksa. Para saksi tersebut anggota polisi yang diduga tidak di lapangan saat kejadian.
Kristian Kobak, penanggungjawab aksi mimbar bebas, menyatakan, pihaknya tetap mendesak Kapolri dan Kapolda Papua agar kasus penembakan tersebut harus diusut tuntas.
“Sudah genap empat bulan ini, penembakan Tobias Silak belum juga diusut. Dari tanggal 21 Agustus 2024 sampai sekarang pelakunya belum diungkap juga. Hari ini kami aksi mimbar bebas untuk protes sikap polisi yang terlalu lamban dalam mengungkap ke publik siapa pelaku penembakan,” ujarnya.
Front Justice for Tobias Silak dan mahasiswa Papua menilai ada kejanggalan dalam pengungkapan kasus yang menimpa Tobias Silak.
“Kami kesal karena kasus penembakan ini belum ditangani serius. Mungkin karena saksi yang diperiksa juga polisi, jadi kasus ini sampai sekarang belum mau diungkap,” tegasnya mempertanyakan.
Lantaran terkesan lamban penanganannya, mereka bahkan menyatakan akan menggalang massa yang lebih besar untuk turun jalan menyuarakan kasus penembakan Tobias Silak. Kasus ini harus mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum, tidak lagi didiamkan, apalagi diarahkan penyelesaiannya bayar kepala.
“Dari awal semua pihak sudah sepakat bahwa kasus penembakan ini harus dibawa ke hukum positif, sehingga saya harap kawan-kawan mahasiswa tetap bersatu untuk melakukan pressure agar segera diungkap pelakunya dan diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” ujar Kristian.
Penyelesaian kasus penembakan Tobias Silak yang lahir di Soba 28 Desember 2002 tidak dengan hukum adat sebagaimana sering terjadi sebelumnya yakni bayar kepala. Sikap tersebut telah disampaikan pihak keluarga korban yang juga didukung 12 suku di kabupaten Yahukimo.
“Harus diselesaikan melalui hukum positif. Kita harus lawan impunitas, apalagi ini kasus HAM berat, korbannya pemuda biasa, sehari-hari bekerja di kantor Bawaslu, tetapi ditembak mati aparat bersenjata tanpa alasan. Kami harus kawal sampai benar-benar terungkap siapa pelaku dan bagaimana proses hukumnya harus kita pastikan,” tandasnya.
Terpisah, Emanuel Gobay, direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, mengaku, sejauh ini belum ada informasi yang diterimanya terkait proses penanganan kasus penembakan Tobias Silak.
“Kami belum mendapat informasi mengenai perkembangan proses penanganannya,” kata Gobay.
Sebelumnya, keluarga korban Tobias Silak bersama 12 suku di kabupaten Yahukimo dan gerakan Front Justice for Tobias Silak melawan impunitas terus berjuang menempuh jalur hukum positif untuk mendapatkan keadilan bagi korban dan pelaku harus dihukum.
Sebagaimana dikemukakan David Sobolim, salah satu keluarga korban, dalam jumpa pers baru-baru ini, keluarga korban bersama masyarakat 12 suku di Yahukimo tetap menempuh jalur hukum positif hingga mendapatkan keadilan karena selama ini korban kekerasan hingga penembakan yang dilakukan aparat keamanan di Yahukimo biasanya berakhir dengan denda adat atau bayar kepala.
Kata David, hukum positif harus ditegakkan agar tak ada lagi korban atau nyawa masyarakat Yahukimo berikutnya hanya beres dengan uang denda.
“Kami konsisten, pelaku harus dihukum agar ada keadilan bagi korban dan menjadi contoh positif untuk masyarakat Papua lainnya,” ujar David Sobolim dalam diskusi yang difasilitasi Lao-Lao TV, Rabu (6/11/2024).
“Kalau kami minta bayar kepala, maka keadilan terhadap korban tidak dapat. Keluarga korban, 12 suku di Yahukimo, dan Front Justice for Tobias Silak, tuntut secara hukum positif. Kami generasi kali ini mau agar kasus kekerasan, penembakan, dan kematian yang dilakukan oleh aparat Polri dan TNI maupun kasus lainnya di Yahukimo harus dibawa ke hukum positif, bukan hukum adat,” tuturnya.
David menegaskan, penyelesaiannya secara hukum positif merupakan komitmen tunggal tanpa ada usulan atau tawaran solusi lain. []