Selpius Bobii, koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2). (Screenshot - SP)
adv
loading...

Oleh: Selpius Bobii*
*) Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2)

Bangsa Papua sudah merdeka pada 19 Oktober 1961 secara de facto dan de jure pada 1 Desember 1961. Kemerdekaan itu sah dan final sesuai ketentuan hukum internasional.

Mengapa sah dan final? Karena kemerdekaan itu disiapkan oleh bangsa Papua sendiri atas kesempatan yang diberikan oleh Belanda dan ini sesuai dengan ketentuan hukum internasional.

Berikut ini langkah-langkah persiapan kemerdekaan bangsa Papua:

1). Sejak tahun 1944, wilayah Papua dinaikkan status menjadi “afdelling” dan terkait Papua langsung berurusan dengan pemerintahan Belanda, tidak melalui Batavia yang saat itu berada di bawah kekuasaan Jepang.

ads

2). Wilayah teritori Papua tidak diberikan oleh Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Deen Haag Belanda tahun 1949 karena Belanda punya rencana untuk mempersiapkan masa depan bagi bangsa Papua.

3). Sejak tahun 1950-an Belanda mempersiapkan orang Papua di segala bidang kehidupan.

4). Sejak tahun 1953, wilayah koloni Papua diamandemen ke dalam konstitusi Belanda menjadi “Nederlands Nieuw Guinea “(Papua Belanda) dan menjadi sebuah provinsi di seberang lautan dari kerajaan Belanda.

5). Pada awal tahun 1960, orang Papua diberikan kesempatan oleh Belanda untuk membentuk partai politik untuk mewujudkan rencana Belanda yakni untuk membentuk negara baru bagi Papua.

6). Pada awal tahun 1961, Belanda memberi kesempatan kepada orang Papua untuk membentuk parlemen Papua (lembaga uni kameral yang dikenal dengan nama Nieuw Guinea Raad).

7). Pada Oktober 1961, Belanda memberikan kesempatan kepada orang Papua untuk mempersiapkan kemerdekaan Papua, sehingga dibentuklah sebuah panitia yang disebut Komite Nasional Papua (KNP). KNP bersama Dewan Nieuw Guinea Raad beserta wakil dari tujuh wilayah menggelar Forum Demokrasi antara 17 – 19 Oktober 1961.

8). Dalam forum itu, para wakil Papua mempersiapkan simbol simbol negara bangsa Papua, dan mengumumkan deklarasi manifesto politik bangsa Papua pada 19 Oktober 1961. Melalui ‘Manifesto Politik’ itulah pernyataan kebangsaan Papua dan kemerdekaan bangsa Papua diumumkan oleh para wakil bangsa Papua.

9). Atas persetujuan Ratu Belanda, Yuliana, hasil 19 Oktober 1961 itu secara resmi dirayakan dalam suatu upacara pada 1 Desember 1961. Dalam upacara itu dihadiri oleh wakil Belanda, Perancis, Inggris, Australia, dan PNG. Kehadiran para wakil negara negara dalam upacara itu adalah pengakuan de jure atas kemerdekaan de facto 19 Oktober 1961.

Baca Juga:  Adili Masalah Yang Tak Bisa Dibuktikan Hukùm Positif Dengan Peradilan Adat di Papua

Apa reaksi negara Indonesia atas kemerdekaan bangsa Papua?

Pada 19 Desember 1961, presiden Soekarno menyatakan akan membubarkan negara Papua bentukan kolonial Belanda itu melalui suatu maklumat, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Tiga Komando Rakyat” (Trikora). Dalam naskah aslinya, tidak ada pernyataan “bubarkan negara boneka bentukan kolonial Hindia Belanda”. Kata “boneka” tidak disebutkan oleh Soekarno. Ia katakan: “Bubarkan Negara Irian Barat (Papua) bentukan kolonial Hindia Belanda”.

Dalam maklumat itu, Soekarno juga mengakui adanya bendera Irian berkibar, maka ia umumkan bahwa akan kibarkan bendera Merah Putih di seluruh Irian Barat – Papua. Untuk itu, Soekarno umumkan bersiaplah untuk memobilisasi umum dalam rangka merebut Irian Barat dari tangan Hindia Belanda.

Maklumat Trikora itu memang diwujudkan oleh Soekarno atas dukungan dari Uni Soviet, dan kemudian atas dukungan dari Amerika Serikat dan PBB. Langkah pertama Indonesia melakukan agresi militer menghadapi Belanda di Tanah Papua. Langkah itu diikuti dengan diplomasi politik tingkat tinggi oleh Indonesia, yaitu mendekati Uni Soviet. Soekarno memanfaatkan perang dingin antara Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet).

Sementara itu, Belanda juga mempersiapkan diri untuk mendaftarkan Papua menjadi negara baru dalam sidang umum PBB pada September 1962. Namun upaya Belanda digagalkan karena adanya intervensi dari Amerika Serikat dengan pertimbangan bahwa dengan adanya perebutan wilayah Papua antara Indonesia dan Belanda akan berdampak pada perang dunia ketiga.

Kekhawatiran itu tertulis dalam sebuah surat dari presiden John F. Kennedy yang dilayangkan kepada Perdana Menteri Belanda. Dalam surat itu, presiden Amerika Serikat, Kennedy menekan Belanda untuk menerima sebuah proposal yang akan disiapkan oleh Bunker dalam rangka menyerahkan Papua ke dalam NKRI tanpa syarat, sehingga pada tanggal 15 Agustus 1962 lahirlah perjanjian antara Belanda dan Indonesia di New York. Dan kemudian ada perjanjian antara Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat yang ditandatangani di Roma – Italia pada tanggal 30 September 1962.

Baca Juga:  Perjuangan Kemerdekaan Suatu Bangsa Itu Hidup Jika Ada Perlawanan Dari Rakyat Semesta

Tujuan pertama dan utama presiden John F Kennedy menekan Belanda untuk serahkan bangsa Papua ke dalam NKRI, bukan semata-mata karena “akan munculnya perang dunia ketiga”, tetapi tujuan utamanya adalah karena berambisi untuk merebut gunung emas “Grasberg” di Timika, Papua.

Sekjen Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ke dua adalah Dag Hammarskjöld menjabat sejak tahun 1953-1961. Hammarskjöld adalah diplomat Swedia yang berperan dalam meredakan konflik global selama Perang Dingin. Dia meninggal dalam kecelakaan pesawat saat menjalankan misi perdamaian di Kongo. Ia dikenal karena etika kerjanya yang kuat dan dianggap sebagai salah satu Sekjen paling berpengaruh dalam sejarah PBB.

Sekjen PBB saat itu yang mendukung bangsa Papua menjadi negara anggota baru di PBB juga meninggal dunia dalam suatu perjalanan misinya ke Kongo. Pesawat yang ditumpanginya jatuh, sehingga rombongan Sekjen PBB, Dag Hammarskjöld mati mengenaskan dalam tragedi itu. Ternyata diketahui kemudian bahwa kematian Sekjen PBB kedua itu diduga kuat adanya permainan dari Allen W. Dulles (direktur CIA) Amerika Serikat atas perintah Rockefeller Family (orang terkaya di Amerika Serikat yang adalah pemilik saham terbesar di dunia pada minyak dan gas bumi). Allen W. Dulles menjadi agen dari Rockeffeler Family untuk merebut gunung emas Grasberg di Timika.

Kemudian, Dag Hammarskjöld digantikan oleh U Thant sebagai Sekjen PB ketiga sejak 1961–1971. U Thant adalah diplomat asal Myanmar yang menjabat saat krisis rudal Kuba dan perang Vietnam. Sebagai orang Asia pertama yang memimpin PBB, ia dikenal karena pendekatannya yang tenang dan tekadnya dalam menghadapi krisis internasional. Sekjen PBB U Thank sangat dekat dengan presiden Soekarno, sehingga sekjen ini mendukung Indonesia untuk menganeksasi bangsa Papua ke dalam NKRI.

Demi perebutan gunung emas di Timika itu, presiden John F. Kennedy juga tewas dibunuh pada tanggal 22 November 1963. Presiden Kennedy dibunuh oleh seorang penembak jitu. Ternyata di kemudian hari diketahui bahwa kematian Kennedy adalah permainan dari direktur CIA, Allen W. Dulles. Presiden John F Kennedy ditembak mati oleh pembunuh bayaran karena Rockefeller Family tak mau gunus emas yang ada di Timika itu jatuh ke tangan keluarga presiden John F. Kennedy.

Baca Juga:  Wamendagri Membumikan 8 Program Unggulan Prabowo-Gibran, Apa Dampak Bagi Bangsa Papua?

Selain itu, presiden Soekarno juga dilengserkan demi meloloskan misi Rockefeller Family untuk merebut gunung emas di Timika. Melalui direktur CIA, Allen Dulles memainkan peran luar biasa mendekati para pemimpin partai komunis di Indonesia. Sehingga partai komunis di Indonesia tumbuh menjadi partai besar karena segala aktivitas partai komunis ini dibiayai oleh Rockefeller Family melalui Allen Dulles. Peristiwa G 30 SPKI pada tahun 1966 adalah merupakan setingan Allen Dulles. Tujuannya adalah menggulingkan presiden Soekarno, sehingga itu memuluskan bagi Soeharto yang disiapkan oleh Allen Dulles untuk menjadi presiden RI.

Lantas, mengapa presiden Soekarno digulingkan atas permainan Alles W. Dulles? Karena presiden Soekarno tidak pernah mengizinkan perusahaan asing apapun dari luar negeri untuk menanamkan sahamnya di Indonesia. Peristiwa G 30 S PKI itu menjadi jembatan untuk menggulingkan presiden Soekarno, sehingga dengan mulus jenderal Soeharto mengambil alih tahta presiden Indonesia.

Permainan Rockefeller Family melalui Allen Dulles berhasil, sehingga dengan mudah gunung emas (Grasberg) itu ditandatangani oleh presiden Soeharto dan perusahaan Rio Tinto Amerika Serikat yang disebut PT Freeport Indonesia pada Juli 1967.

Inilah strategi jahat yang dimainkan oleh Rockefeller Family melalui Allen W. Dulles. Sehingga beberapa tokoh penting dunia ini menjadi tumbal, yakni Sekjen PBB kedua (Dag Hammarskjöld), presiden John F Kennedy, dan presiden Soekarno digulingkan dari kursi presiden RI, dan negara bangsa Papua dianeksasi ke dalam NKRI pada 1 Mei 1963.

Kesimpulannya adalah negara Indonesia merdeka atas wilayah “Nederlands Indische” dan bangsa Papua merdeka atas wilayah “Nederlands Nieuw Guinea”.

Jadi, selama ini bangsa Papua berjuang itu untuk membela diri. Tujuan membela diri adalah: pertama, untuk mempertahankan kedaulatan kemerdekaan bangsa Papua, 1 Desember 1961; dan tujuan kedua adalah untuk menyelamatkan tanah air dan bangsa Papua dari kehancuran etnosida, ekosida, spiritsida dan pemusnahan etnis Papua (genosida).

Kita terus berdoa dan berjuang. Atas pertolongan Tuhan, Papua pasti bisa!. (*)

Deiyai, Sabtu, 16 November 2024

Artikel sebelumnyaTolak PSN, Transmigrasi dan Semua Kebijakan Kolonial Bergema di Sulawesi Utara
Artikel berikutnyaJawaban Anggota DPRD Sulut Tatkala Menerima Aspirasi Mahasiswa Papua