JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Serangkaian kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu, termasuk sederetan kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua harus diselesaikan pemerintah Indonesia melalui mekanisme nasional dan internasional sesuai prinsip HAM dan demokrasi.
Pdt. Dominggus Pigai, sekretaris Sinode Gereja KINGMI Papua, mengatakan, hal ini sesuai dengan semangat yang tertuang dalam Asta Cita presiden Republik Indonesia nomor urut 1 yakni memperkokoh Pancasila, demokrasi dan HAM.
“Di Tanah Papua, sebagai gereja yang telah membuka peradaban dan pembaharuan dan telah bertahun-tahun mengalami kekerasan, intimidasi, teror, aniaya, pembunuhan di luar proses peradilan, penangkapan sewenang-wenang, penghilangan paksa, perampasan tanah adat, bahkan sampai pada penghancuran kebun, ternak, pembakaran gereja, penembakan pendeta, dan lain sebagainya,” demikian Dominggus Pigai, Sabtu (23/11/2024).
Pihaknya berdoa agar pemerintahan presiden Prabowo Subianto dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka menjawab berbagai persoalan yang menimpa umat Tuhan di Tanah Papua.
“Menyimak secara kasat mata, maka sebagai gereja yang beriman kepada pertolongan dan keagungan Tuhan Yesus sebagai kepala Gereja dan pemimpin umat yang membawa visi bagi pengampunan, pembebasan, pembaharuan manusia seutuhnya umat tertindas dan tertawan secara rohani dan jasmani, maka kami menyampaikan doa bahwa pemerintahan presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil Allah di bumi akan melaksanakan beberapa pekerjaan besar,” lanjutnya.
Sekretaris Sinode Gereja KINGMI Papua menyebutkan beberapa pekerjaan krusial yang harus dituntaskan pemerintah Republik Indonesai dalam Kabinet Merah Putih.
Pertama, mempersilahkan tim investigasi HAM internasional yang independen untuk melakukan investigasi secara menyeluruh dan komprehensif sesuai dengan prinsip HAM dan demokrasi universal.
Kedua, membuka ruang demokrasi untuk berdialog atau berunding tentang pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan sebagai suatu ruang rekonsiliasi kemanusiaan antara kelompok kombatan dan masyarakat sipil yang mengalami korban pelanggaran HAM.
Ketiga, menghentikan pengiriman pasukan TNI dan Polri secara berlebihan yang menimbulkan trauma berkepanjangan dan berpotensi menimbulkan gesekan, konflik dan kekerasan di Tanah Papua.
Keempat, nasib dan hak-hak kaum pengungsi dapat diselesaikan sesuai dengan standar hukum dan konstitusi yang berlaku. []