JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Di tanah Papua tentu saja udara yang dihirup adalah udara kompleksitas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk pelanggaran hukum yang terus terjadi tiada ujungnya terhadap tanah dan manusia Papua. Lalu, setiap protes dan kritik yang berasal dari orang Papua, pembela dan pemerhati mendapat banyak ancaman, intimidasi bahkan disekang dengan saluran-saluran melalui platforms digital, dan secara langsung direpresif.
Oleh karena itu, Grup Aksi Amnesty Papua yang berkolaborasi dengan KoSaPa, Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA), Chapter Amnesty Unipa, BEM STIH Manokwawi dan Lao-Lao Papua akan menggelar seminar nasional Hak Asasi Manusia Papua: Sa Pu HAM pada 30 November 2024 melalui saluran online.
Seimnar ini juga dilakukan sebagai bagian dari bagaimana menjernihkan dan memperkuat kapasitas pengetahuan HAM Papua.
Marselino Pigai, Koordinator GA Amnesty Papua kepada suarapapua.com pada, Rabu (27/11/2024) mengatakan, kegiatan seminar HAM Papua tersebut adalah salah satu kegiatan dari program Kelas Studi HAM Papua, yang diluncurkan organisasi Grup Aksi Amnesty Papua.
“Papua selalu menjadi juara dalam pelbagai pelanggaran hukum dan hak asasi manusia di Indonesia, bahkan tidak menutup kemungkinan sampai di level International. Sementara penyelesaian dan pemenuhan hak-hak korban jauh dari harapan. Dalam keadaan itu, diperkuat kembali dengan pembungkaman ruang-ruang saluran bereksperesi setiap protes terhadap pelanggran itu,” jelas Pigai.
Oleh sebab itu kata dia pihaknya gelar seminar tersebut dengan melibatkan organisai lokal lainnya, seperti Kosapa, IMAPA, Amnesty Unipa, BEM STIH Manokwary dan Lao-Lao Papua.
Pigai mengatakan, dalam kegiatan tersebut pihaknya menghadirkan pembicara dari nasional, internasional maupun dari Papua, seperti Profesor Riset, Dr. Cahyo Pamungkas dari BRIN Republik Indonesia, Dr. Cypri Jehan Paju Dale peneliti di Universitas Wisconsin Madison Amerika, Latifa Anum Siregar dari ALDP dan Frits Bernard Ramandey dari Komnas HAM RI Perwakilan Papua.
Harapannya kata Pigai agar pembicara dalam kegiatan ini mempertegas apakah manusia Papua adalah manusia yang mempunyai HAM, sama seperti manusia lainnya di muka bumi. Sehingga ada upaya pemecahan budaya bisu dan inkonsisistensi bicara HAM Papua.
Serupa disampaikan Paskalis Haluk, Koordinator Amnesty Chapter Universitas Papua, yang mana dikatakan bahwa semua harus memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung pemahaman dan advokasi terkait isu-isu hak asasi manusia. Hal ini khususnya di Papua yang sering menjadi pusat perhatian karena kompleksitas permasalahan sosial, politik, dan budaya.
Menurut Haluk, seminar ini menjadi platform strategi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya mahasiswa dan akademisi tentang pentingnya perlindungan dan penegakan HAM di Papua.
Amnesty Chapter Universitas Papua kata dia ingin memastikan suara masyarakat Papua terwakili dalam diskusi ini, sehingga solusi yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan harapan.
“Sebagai mahasiswa kami menyadari peran penting yang kami miliki dalam memperjuangkan keadilan atas pelanggaran HAM masa lalu yang belum terselesaikan oleh negara. Beberapa kasus besar, seperti Biak Berdarah, Paniai Berdarah, Wamena Berdarah, Uncen Berdarah, Wasior Berdarah, dan berbagai bentuk impunitas lainnya di Papua, masih menjadi luka yang mendalam bagi masyarakat Papua,’ ujarnya.
“Sebab itu kami bersama menyelenggarakan kegiatan ini agar melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi konkret kepada negara agar lebih serius menjaga dan melindungi hak-hak warga negaranya, khususnya di Papua. Selain itu dengan langkah ini, kami ingin membangun masa depan yang lebih adil,” pungkas Haluk.