SORONG, SUARAPAPUA.com — Komunitas Suara Kaum Awam Katolik Papua (KSKAKP) mendesak Paus Fransiskus untuk melakukan penyelidikan ekologis di Tanah Papua. Desakan itu disampaikan KSKAKP dalam aksi minggu ke-8 pada Minggu (24/11/2024) di pintu Gereja Gembala Baik, Abepura, kota Jayapura, provinsi Papua.
Dalam aksi tersebut sejumlah pengurus SKMAKP dan mahasiswa Papua Selatan membentangkan beberapa poster bertuliskan “Bapa, hutan dan tanah kami diambil paksa oleh gembala kami”, “Tanah adat Animha bukan milik Uskup Agung Merauke”, “Usman, bagaimana Ajaran Sosial Gereja”.
Tulisan-tulisan dalam poster itu mendapat perhatian sejumlah umat yang mengikuti misa pada saat itu.
Stenly Dambujai, perwakilan KSKAKP dalam keterangan tertulisnya, mengatakan, Paus Fransiskus perlu melakukan penyelidikan khusus terhadap ancaman ekologis di Tanah Papua, khususnya wilayah Keuskupan Agung Merauke.
“Karena sebanyak dua juta hektare tanah dan hutan adat milik masyarakat lokal diambil alih oleh penguasa dan perusahaan di Indonesia,” kata Stenly.
KSKAKP melihat Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC saat ini berdiri bersama penguasa dibawah kendali presiden Prabowo Subianto.
“Uskup Mandagi juga mendukung investor, perusahaan asing dan nasional yang memiliki ambisi besar untuk merusak keutuhan alam di wilayah ini,” lanjutnya.
KSKAKP menilai Mgr. Mandagi menggunakan kapasitas sebagai Uskup untuk memperkaya diri sendiri, sebab menurut SKAKP, ia tak bisa mempertimbangkan suara umat yang melakukan protesnya.
“Uskup Mandagi terkesan tidak mengindahkan Ensiklik Laudato Si’, yang Paus Fransiskus sendiri mengajak setiap orang, termasuk para Uskup agar merawat dan melindungi tanah dan hutan adat sebagai rumah bersama,” ujar Dambujai.
Ensiklik Laudato Si’ dikeluarkan Paus Fransiskus sebagai sebuah ensiklik apostolik pertama yang membicarakan tentang ibu bumi sebagai rumah bersama. Mengingat sangat prihatin dengan perubahan iklim yang membuat dunia panas, kualitas air semakin buruk, timbul penyakit karena banyak hutan ditebang, dibakar untuk tanam kelapa sawit, hingga hayati mati dan punah, ekosistem menjadi tidak seimbang, serta banyak dampak ekologis lainnya.
Eksiklik dengan sub judul “On the care for our common home” (Dalam kepedulian untuk rumah kita bersama) diterbitkan Paus Fransiskus pada tanggal 18 Juni 2015 dalam delapan bahasa serentak, yakni Italia, Inggris, Prancis, Spanyol, Jerman, Arab, Portu, dan Polandia. Argumentasi teologisnya diuraikan dalam 190 halaman. Laudato Si’ berasal dari bahasa Italia Tengah, yang artinya “Puji BagiMu”.
Kasimirus Chambu, pengurus lainnya menilai Uskup Mandagi lebih banyak memberikan perhatian kepada investor atau perusahaan untuk mengambil alih dan menghilangkan sumber-sumber mata pencaharian hidup bagi penduduk lokal yang nota bene umanya sendiri.
“Pendekatan pastoral yang dibangun Uskup Mandagi lima tahun belakangan ini sangat bertentangan dengan penduduk lokal dan tidak mengikuti ajakan Paus untuk merawat bumi,” kata Kasimirus.
Oleh karena itu, KSKAKP menurutnya sangat mendukung penuh Ajaran Sosial Gereja (ASG), terutama dalam Ensiklik Gaudium Et Spes yang dikeluarkan Paus Paulus VI pada 7 Desember 1965.
“Kami mendukung penuh Ensiklik tersebut karena mengajarkan tentang bagaimana menjadikan kegelisahan dan harapan umat hendaknya menjadi kegelisahan dan harapan gereja yang dikepalai Kristus. Kami mendukung Paus Paulus VI yang berani menjadikan suka duka umat menjadi suka duka gereja,” tuturnya.
Kata Kasimirus, KSKAKP sangat mendukung Paus Fransiskus yang mengajak gereja universal guna menjadikan bumi sebagai rumah bersama dari ancaman global warming (pemanasan global).
“Tetapi kami menolak dengan tegas bila Uskup Mandagi menjadikan suka cita penguasa dan perusahaan menjadi suka cita gereja Katolik di Keuskupan Agung Merauke, apalagi itu berkaitan dengan kepentingan dirinya sendiri. Kami juga menolak pernyataan Uskup yang mendukung penguasa dan perusahaan di Merauke untuk menjadikan rumah bagi perusahaan, kantor, perumahan dan lainnya yang merusak hutan dan segala satwanya,” ucap Chambu.
Di kesempatan yang sama, Kristianus Dogopia, penggerak aksi KSKAKP, mengatakan, Uskup Mandagi hingga kini terus memberikan dukungan kepada PSN yang jelas-jelas mengancam keberadaan masyarakat adat Animha yang mayoritas umat Katolik.
“Uskup Mandagi belum memiliki niat untuk melakukan klarifikasi, bahkan bertentangan dengan gerak langkah dari Paus Fransiskus sebagai pemimpin tertingginya. Paus Fransiskus prihatin nasib orang di Gaza, Palestina, tetapi Uskup Mandagi di Merauke abaikan umat Tuhan,” kesal Dogopia.
Berikut pernyataan sikap Komunitas Suara Kaum Awam Katolik Papua:
- Terimakasih kepada Paus Fransiskus atas bukunya genosida di Gaza yang mana Paus menyerukan agar segera melakukan penyelidikan genosida di Gaza.
- Meminta kepada Paus Fransiskus untuk menyerukan hal yang sama terhadap kasus ekosida (ekologis) di West Papua, terutama atas keterlibatan Uskup Agung Keuskupan Agung Merauke di tanah adat Anim Ha.
- Duta Besar Vatikan di Indonesia, KWI di Jakarta dan para Uskup Regio Papua segera menyelidiki keterlibatan Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Kanisius Mandagi, MSC terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke, tanah Anim Ha.
- KWI segera mengirim tim ke Tanah Papua untuk melihat persoalan Papua, khususnya masalah lingkungan hidup, hak-hak umat, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan masalah lainnya. Hal ini penting agar tidak melihat masalah Papua dari jauh perspektif Jakarta dan negara yang selalu mencurigakan orang Papua dengan isu “M.”
- Meminta solidaritas seluruh umat Katolik di Indonesia, Melanesia, Pasifik dan seluruh dunia untuk menyuarakan ancaman ekosida di West Papua serta menyerukan kepada setiap pimpinan Gereja Katolik di dunia (Vatikan) agar melakukan investigasi terhadap PSN di Merauke.
Sebelumnya, aksi protes terhadap Uskup Mandagi digencarkan KSKAKP dengan menggelar aksi moral di halaman gereja Katolik yang ada di Jayapura, Papua. Mereka menentang sikap Uskup Agung Merauke yang mendukung PSN di Merauke.
Dalam aksi rutinitas KSKAKP mengkritisi hal tersebut sembari mendesak Uskup Mandagi wajib mengikuti ajakan Paus Fransiskus kepada umat manusia di dunia untuk melawan ancaman global warming. Sebab, Gereja Katolik mempunya kewajiban moral untuk berbicara, bahkan membela hak-hak umat manusia manapun, termasuk di kampung Ilwayab dan Wanam sebagai basis gereja Katolik.