Pilkada serentak tahun 2024. (Ist)
adv
loading...

PEMAKNAAN demokrasi yang keliru cenderung mengantarnya ke jurang kehancuran. Berawal dari egoistis hingga saling cemooh, baku benci, saling jatuhkan, dan lain-lain hingga muncul perasaan sentimen berlebihan. Meraih kemenangan sejatinya tidak harus dengan cara-cara kotor, apalagi nyawa tidak berdosa jadi tumbal.

Tetapi, itulah gambaran faktual dalam pelaksanaan pesta demokrasi tahun ini. Nyawa jadi taruhan. Anak Tuhan harus korban atas nama demokrasi. Dan, itu terjadi di era Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Dengan status Otsus itu pula para pihak berkepentingan saling berebut kekuasaan. Perebutan kekuasaan dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Yang benar dan yang tidak, yang halal maupun tidak, yang logis maupun tidak logis, bahkan nyawa sekalipun, ditempuh hanya demi meraih kemenangan. Menang supaya berkuasa.

Dalam beberapa hari terakhir suhu politik kian meningkat diwarnai intrik politik tidak sehat. Kita ikuti kabar di beberapa daerah di Tanah Papua, pesta demokrasi pada 27 November 2024 diwarnai berbagai fakta mengerikan. Aksi anarkis di Mamberamo Tengah, juga di Puncak Jaya, bahkan sampai korban berjatuhan. Jumlah korban terkena panah dilaporkan 94 orang.

Juga tidak berkurang saling jegal dengan tebar fitnah hingga hubungan keluarga retak, antara suami, istri, anak, kemenakan, keponakan, dan lain-lain.

ads

Ngerinya, kekerabatan itu hilang sekejab. Sudah tidak lagi saling sapa seperti dulu. Relasi kekeluargaan benar-benar terputus. Tangisan duka mengalun hanya demi kekuasaan lima hari.

Ya, lima tahun sama artinya lima hari. Waktu yang terlalu singkat bila dihitung dengan abadinya rasa kekeluargaan dan persaudaraan yang dibina sejak lama. Sedangkan, kekuasaan itu sendiri ada batasnya. Dibatasi lima tahun saja.

Entah disadari atau tidak, menjadi penguasa tidak mungkin sesuka hati berkuasa. Ada aturan dan batasan bagi penguasa di daerah. Perlu diingat, kepala daerah hanyalah abdi menteri dan presiden semata. Tampuk kekuasaan di daerah jelas perpanjangan tangan Jakarta. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana sikap heroik Lukas Enembe memerintahkan tarik militer dari Nduga, justru mendapat respons ngeri: jabatannya akan dicopot!.

Sampai di sini, kita perlu renungkan, bahwa untuk apa berdarah-darah jika pada akhirnya yang dipilih akan jadi boneka Jakarta?. Lebih baik berdarah-darah di jalanan ketika berjuang untuk tanah air dan manusia Papua.  Pesta demokrasimu berlumuran darah penuh money politic. Semoga orang Papua tak terjebak dalam demokrasi orang Papua makan orang Papua.

Gencar hambur uang hanya untuk bangun dendaman hingga saling penjarakan, sebuah drama komedi dipertontonkan di panggung demokrasi, namun setelah rebut kuasa pun sudah pasti tetap saja sebagai boneka Jakarta yang siap manut, bahkan hingga menggadaikan tanah air dan rakyat sendiri.

Lantas, siapakah yang akan berbahagia dalam pesta demokrasi berdarah ini?. Mampukah Anda usap tangisan duka mama Papua dalam pesta demokrasi berdarah ini?. Sudah pasti mereka tersenyum bahagia tatkala rekeningnya tiba-tiba membengkak usai pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 berdarah berlalu.

Kisah demokrasi berdarah ini akan terus terjadi diikuti nafsu kuasa, perebutan tampuk kekuasaan berlumuran darah orang Papua tidak berdosa. Lantas, sampai kapan perang saudara akan terus berulang bersama demokrasi semu penuh kenafsuan itu?.

Kita mesti sepakat, bahwa demokrasi berdarah tidak lagi dianggap satu hal lumrah di musim pesta demokrasi. Tidak lagi dijadikan ajang orang Papua makan orang Papua demi merebut kuasa boneka Jakarta. Apapun alasannya, cara-cara tidak berperikemanusiaan tidak boleh terjadi lagi.

Tentunya wajib bagi semua pihak satu komitmen bahwa memang itu harus diakhiri dengan penuh kesadaran akan nilai kemanusiaan. Sadar bahwa pelbagai kejadian memilukan yang tersaji pada event Pilkada serentak ini tidak ada faedahnya, dan itu harus segera diakhiri. Jangan lagi berlanjut. ***

Artikel sebelumnyaKPPS dan Panwas Distrik Tobouw Larang Saksi Nomor Tiga Masuk TPS Kampung Sunggak
Artikel berikutnyaPolisi Diminta Tangkap Penyebar Ancaman Hoaks Jelang Peringatan 1 Desember