ULMWP Menyatakan Situasi HAM di Tanah Papua Masih Memprihatinkan

0
129
Eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) ketika menyampaikan keterangan persnya November 2023. (Dok. SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam rangka Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Dunia pada 10 Desember 2024 mengambarkan bahwa tanah dan orang ”Papua tanpa masa depan”.

ULMWP dalam perayaan ke-76 tahun Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia pada 10 Desember 2024, mengusung tema ‘Our Rights, Our Future, Right Now” atau  Hak Kita, Masa Depan Kita, Sekarang Juga.

“Melalui perayaan hari HAM, kami ingin menyampaikan kepada berbagai pihak tentang situasi Hak Asasi Manusia di Tanah Papua yang masih memprihatinkan, dan tidak mencerminkan masa depan yang lebih baik. Hal itu terjadi sejak pendudukan West Papua oleh Indonesia melalui resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Nomor 2504 tahun 1969,” kata Manase Tabuni, President Eksekutif ULMWP dalam pernyataan resminya pada, Selasa (10/12/2024).

Presiden Tabuni mengatakan, selama lebih dari tiga dekade pemerintahan Indonesia di bawah rezim Soeharto, berbagai bentuk kebijakan represif diterapkan di Papua, dengan maksud untuk menumpas perlawanan rakyat Papua Barat, melalui pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOP).

Baca Juga:  Virus Baru Merebak di Indonesia, Menkes: Mirip Flu Biasa, Masyarakat Tak Perlu Panik!

Tujuan lain kata dia adalah menerapkan dominasi sosial melalui migrasi dan transmigrasi ke Tanah Papua, penguasaan ekonomi, baik sektor tambang, hutan maupun perikanan yang, telah menyebabkan orang Papua Barat terperangkap dalam kondisi kemiskinan.

ads

Situasi tersebut semakin diperparah dengan layanan pendidikan dan kesehatan yang buruk, sehingga menyebabkan tingginya angka buta aksara dan angka kematian yang tinggi.

Arah kebijakan Indonesia terhadap Papua Barat, masih menunjukkan adanya segregasi sosial, dengan lebih memprioritaskan komunitas migran daripada orang Papua Barat.

Dikatakan, pasca runtuhnya rezim Soeharto pada Mei 1998, tuntutan pertangungjawaban terhadap kasus pelanggaran HAM di Indonesia termasuk di Papua Barat mulai mengemuka.

Namun demikian, selama periode kepemimpinan baru pasca Soeharto di Indonesia, belum ada penyelesaian kasus HAM yang memberi rasa keadilan terhadap korban di Tanah Papua.

“Misalnya dalam era kepemimpinan Prabowo Subianto saat ini, kami menilai bahwa kondisi HAM di Papua Barat tidak akan mengalami perubahan yang signifikan. Prabowo merupakan cerminan wajah kepemimpinan Orde Baru yang anti kritik dan mengedapankan pendekatan militerisme,” tukasnya.

Baca Juga:  ULMWP Menyerukan Rakyat Papua Gelar Doa dan Puasa Peringati HUT Kemerdekaan West Papua

Ia mengatakan, bagaimana Prabowo pernah terlibat dalam operasi militer di Timor Timur (sekarang Timor Leste) dan operasi militer pasca pembebasan sandera Tim Lorentz di Mapnduma, Ndugama, Papua yang bisa menyelesaikan kasus HAM.

“Oleh karena itu Kementerian HAM yang dibentuk dalam administrasi Prabowo, kami nilai tidak lebih dari upaya pencitraan pemerintah Indonesia terutama Prabowo guna menghindari pertanggungjawaban hukum terhadap pelanggaran HAM di masa lalu.”

“Pemerintah Indonesia juga mempersiapkan argumen diplomasi untuk menghindari tekanan politik internasional terkait desakan atas kunjungan komisioner tinggi Dewan HAM PBB untuk melakukan verifikasi terhadap laporan pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.”

Oleh karena itu kata dia berdasarkan informasi yang dimiliki ULMWP, menunjukkan indikasi bahwa orang Papua Barat tidak memiliki masa depan yang baik bersama Indonesia. Apalagi hingga Desember 2023, Indonesia telah menempatkan 47.261 personil militer di Papua, sekitar 24 ribu personil telah dimobilisasi ke titik konflik yang masih bergolak.

Selama periode konflik antara 2017–2023, Dewan Gereja Papua melaporkan sebanyak 63.490 warga telah mengungsi untuk mencari lokasi aman di kabupaten lain di tanah Papua, maupun  negara tetangga Papua New Guinea.

Baca Juga:  Mahasiswa Makassar Mendesak Negara Adili Pelaku Mutilasi Tarina Murib dan Tarik Militer Dari Papua

Sedangkan di sektor pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, sebanyak 23.830.632 hektar telah dijadikan sebagai area konsesi bagi 445 perusahaan yang mencakup mineral, minyak, gas, hutan dan perkebunan.

“Dengan demikian sejalan dengan tema Hari HAM Internasional 2024, maka kami ingin menyerukan kepada berbagai pihak agar mengambil langkah-langkah strategis untuk memperbaiki situasi HAM di  Papua Barat.”

  1. Mendorong kelompok solidaritas, pegiat dan pemerhati HAM agar membangun kerja sama dalam melakukan advokasi terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua Barat.
  2. Menyerukan kepada anggota Dewan HAM PBB agar membentuk suatu Misi Pencari Fakta yang bertugas melakukan verifikasi terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua Barat, sejak pendudukan Indonesia pada awal dekade 1960-an hingga sekarang.
  3. Menyerukan kepada Pengadilan Internasional untuk mengadili para pelaku dan semua pihak yang terlibat dalam pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua Barat.
Artikel sebelumnyaRasisme dan Penindasan di Papua Barat (Bagian 1)
Artikel berikutnyaAktivis Fiji Menyebut Polisi Kurang Pahami HAM dan Adanya Pengaruh Diplomasi Prancis dan Indonesia