BeritaMomentum Hari HAM, Jakarta Didesak Cabut Izin Eksploitasi SDA di Tanah Papua

Momentum Hari HAM, Jakarta Didesak Cabut Izin Eksploitasi SDA di Tanah Papua

SORONG, SUARAPAPUA.com— Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Desember. Peringatan ini didasarkan pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948 di Paris, Prancis.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia merupakan dokumen penting dalam sejarah HAM dunia. Deklarasi ini menjamin hak-hak setiap individu di mana pun, tanpa pembedaan berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, bahasa, asal negara, politik, properti, dan status lainnya.

Berdasarkan DUHAM tersebut sehingga secara serentak di seluruh dunia di tahun 2024 pada tanggal 10 Desember tema HAM Sedunia yaitu “Cultivating a Culture of Piece (Menumbuhkan Budaya Ketenangan).

Di Indonesia juga melakukan peringatan hari HAM dengan tema nasional pada 10 Desember 2024 adalah “Harmoni dalam Keberagaman Menuju Indonesia Emas 2045″.

Peringatan ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperkuat semangat kebangsaan dan memperjuangkan P5HAM (Penghormatan, Pemajuan, Perlindungan, Pemenuhan dan Penegakan Hak Asasi Manusia).

Fiktor Klafiyu, koordinator Konfederasi Selamatkan,Tanah,Hutan dan Manusia Papua (KSTHMP)  mengatakan momentum 10 Desember 2024, dengan maksud menyuarakan hak asasi manusia di tanah Papua untuk mewujudkan kesadaran bagi masyarakat sipil untuk tetap memilih bersuara mengatakan negara atau pemerintah Indonesia dan dunia tentang pentingnya hak asasi manusia setiap manusia di muka bumi ini termasuk lingkungan hidup.

“Memilih bersuara sebagai masyarakat sipil untuk mendesak negara mengakui dan melindungi martabat seluruh umat manusia. Hadirnya HAM bertujuan untuk mengatur bagaimana individu hidup sebagai manusia, kehidupan bermasyarakat maupun warga negara,” kata Fiktor.

Baca Juga:  Barisan Pemuda Adat Nusantara: Stop Kriminalisasi Pembela Masyarakat Adat!

Perayaan momentum hari HAM sedunia pada 10 desember 20204 KSTHMP mengusung tema,  “Bangsa Papua Juga Pu HAM”.

Dalam konteks Ekonomi Sosial dan Budaya (EKOSOB) KSTHMP melihat  situasi terakhir ini ruang hidup masyarakat adat di seluruh tanah Papua terancam hilang oleh watak pembangunan industri ekstraktif seperti perusahaan perkebunan kelapa Sawit, pertambangan, Minyak Bumi dan Gas, pembalakan hutan serta perusahaan lainnya.

Saat ini masyarakat adat terkekang oleh lajunya ombak deforestasi dan perampasan ruang hidup atas kesejahteraan, dengan semangat pembangunan ekstraktif yang digaungkan oleh pemerintah melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke dan Kawasan ekonomi khusus Sorong.

“Entahlah semangat pembangunan yang dimaknai oleh pemerintah penuh dengan semangat kapitalisme sementara rakyat sipil terlebih khusus masyarakat adat di tanah Papua kini disingkirkan dan diabaikan oleh pemerintah dan korporasi yang saat ini berkoalisi dalam lingkaran oligarki,” ujar Fiktor Klafiyu.

Samuel Moifilit, juru kampaye Gerekan Malamoi menyoroti pelanggaran HAM sektor Sipil Politik (Sipol) mengatakan rentetan perjalanan panjang pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanah Papua tidak pernah di selesaikan melainkan terus bertambah.

“Rentetan peristiwa pelanggaran HAM ini rentan dalam lingkup Sipil Politik, namun tidak kalah jumlah kasus yang terdapat juga dalam ruang lingkup Ekonomi, Sosial dan Budaya. Sehingga pada momentum 10 Desember ini kepada semua manusia di seluruh pelosok negara-negara untuk bersuara dan menuntut pemimpin-pemimpin negara segera menuntaskan berbagai kejahatan pelanggaran HAM dan segera menindak tegas pelaku kejahatan terhadap HAM kepada bangsa Papua Barat,” jelasnya.

Baca Juga:  Pengungsi Distrik Koroptak Nduga Akhirnya Tiba di Kota Wamena

KSHTMP menilai banyak ruang demokrasi mahasiswa di Papua di bungkam kebebasan berpendapat dimuka umum oleh aparat Militer. Masyarakat sipil seringkali mendapat tindakan represif,diskriminasi dan bahkan penghilangan hak hidup.

“Banyak kasus HAM di Papua yang tidak selesai,  seperti yang telah kita ketahui bersama kasus mutilasi empat warga sipil di Timika pada tanggal 22 Agustus 2022, kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap orang asli Papua berlanjut secara masif dan tidak ada proses penyelesaian yang adil dan transparansi.”

“Keseriusan pemerintah indonesia terhadap penghormatan, pelindungan hak asasi manusia kini diragukan karena berbagi peristiwa pelanggaran HAM terus meningkat pada tahun 2023, setidaknya ada 2.753 dugaan pelanggaran HAM yang diadukan kepada Komnas HAM RI.” ungkapnya.

“Jumlah kasus pelanggaran HAM pada tahun 2022 mencapai 3.190. beberapa contoh pelanggaran HAM berat di tanah papua yakni wasior berdarah 2001-2002, Wamena berdarah 2003 dan masih banyak lagi kasus pelanggaran HAM di tanah Papua.”

Dengan demikian pihaknya menuntut kepada Presiden Republik Indonesia dan DPR RI, DPD sebagai berikut:

  1. Mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut semua izin eksploitasi sumber daya alam di Tanah Papua yang merampas ruang hidup dan merugikan masyarakat adat dan Menyelesaikan kajian tata ruang provinsi, dan kabupaten di seluruh tanah papua serta melakukan review terhadap izin-izin berbasis lahan dan kemudian mencabut semua izin yang tidak memiliki free, prior, and informed consent (FPIC) atau persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan kepada masyarakat adat.
  2. Menyerukan kepada dunia internasional secara khusus PBB untuk segera menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM berat di Papua Barat dan rekonsiliasi dan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia harus segera dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
  3. Mendesak negara-negara yang melakukan ekspansi investasi untuk segera hentikan dan mematuhi hak-hak masyarakat adat Papua berdasarkan prinsip HAM.Menegaskan kepada pemerintah Indonesia untuk tidak bertindak semena-mena dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya terhadap rakyat bangsa Papua.
  4. Mendesak pemerintah Indonesia dan DPR RI untuk mengakui, melindungi dan menghormati Masyarakat Adat dan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.
  5. Mendesak Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Tanah Papua, yang sudah memiliki regulasi pengakuan, perlindungan, dan penghormatan hak-hak masyarakat adat untuk segera mengimplementasikannya. dan bagi yang belum memiliki regulasi agar segera dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat adat dan publik secara luas.
  6. Menolak kebijakan program swasembada pangan ( Program tanam padi) di tanah papua dengan praktik deforestasi hutan dan merubah status kepemilikan tanah dari masyarakat adat oleh pihak lain.
  7. Menolak Program Hilirisasi Minerba, Pembangunan Smelter di kabupaten Sorong.
  8. Menolak penerbitan perizinan tambang di kabupaten Raja Ampat,karena raja ampat adalah wilayah wisata dunia,bukan wilayah wisata tambang.
  9. Menolak kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit di kabupaten Sorong Selatan.
  10. Menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) yang sementara di perjuangan komisi I DPD RI.
  11. Menolak segala bentuk transmigrasi baik nasional maupun lokal.
Baca Juga:  Warga Mengaku Tak Ada Baku Tembak TPNPB dan Aparat Militer di Moskona Barat

Terkini

Populer Minggu Ini:

HRM Rilis Dugaan Kejahatan Kemanusiaan di Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah

0
Human Rights Monitor dalam laporannya menyebut lebih dari 3.000 penduduk masyarakat asli Papua di kabupaten Intan Jaya mengungsi sebagai akibat dari operasi militer. Mereka menghadapi kondisi kehidupan yang mengerikan tanpa akses ke layanan kesehatan, makanan, pelayanan kesehatan, atau pendidikan yang memadai.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.