Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dan Menteri Hak Asasi Manusia (Menham) Republik Indonesia, Natalius Pigai didesak untuk segera mengungkap dan menuntaskan semua jenis kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua, termasuk penembakan terhadap Tobias Silak dan Naro Dapla di Dekai, kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Foto saat Front Justice for Tobias Silak turun aksi di kota Jayapura, Papua, Senin (16/12/2024) kemarin. (Dok. LBH Papua for SP)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Forum Solidaritas Mahasiswa dan Pelajar Peduli Rakyat Papua (FSMPPRP) kota studi Makassar bersama Front Justice for Tobias Silak mendesak presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dan Menteri Hak Asasi Manusia (Menham) Republik Indonesia, Natalius Pigai untuk segera mengungkap dan menuntaskan semua jenis kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua.

Desakan tersebut disampaikan dalam siaran pers yang diterima Suara Papua, Selasa (17/12/2024).

FSMPPRP bersama Front Justice for Tobias Silak menyatakan, Papua saat masih berada di bawah kekuasan Belanda, Indonesia telah melakukan upaya-upaya pencaplokan Tanah Papua. Pasca Trikora, Belanda yang semestinya bertanggungjawab untuk melakukan dekolonisasi malah menandatangani New York Agreement (perjanjian New York) terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat) pada tanggal 15 Agustus 1962 dengan tanpa melibatkan rakyat West Papua.

“Perjanjian tersebut hanya melibatkan tiga pihak saja, diantaranya Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat sebagai penengah. Meski itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua, perjanjian ini mengatur masa depan wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 pasal yang mengatur tiga macam hal, di mana pasal 14-21 mengatur tentang penentuan nasib sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek internasional yaitu satu orang satu suara (one man one vote),” tulisnya.

Lanjut dibeberkan, dalam pasal 12 dan 13 mengatur transfer administrasi dari UNTEA atau badan pemerintahan sementara PBB kepada Indonesia. Tahun 1963, Indonesia mengambil alih tanggung jawab administratif atas West Papua.

ads

“Hak itu diakui oleh Indonesia dalam New York Agreement yang menguatkan fakta bahwa Indonesia tidak memiliki kedaulatan hukum atas West Papua. Keberadaan Indonesia di West Papua adalah administrasi kolonial yang bisa bersifat permanen hanya jika rakyat West Papua memilih integrasi melalui penentuan nasib sendiri dengan prosedur yang disyaratkan oleh hukum internasional,” tegasnya dalam press release.

Aksi nasional menuntut keadilan atas kasus penembakan yang menewaskan Tobias Silak dan melukai Naro Dapla di Dekai, kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Aksi massa digelar di kota Jayapura, Papua, Senin (16/12/2024) kemarin. (Dok. LBH Papua for SP)

Pelanggaran HAM di Wilayah Potensi SDA

Dalam catatan FSMPPRP dan Front Justice For Tobias Silak, proses penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang di Tanah Papua yang masif dan berkelanjutan serta beberapa kebijakan multi nasional yang dilancarkan mulai dari otonomi khusus (Otsus), daerah otonom baru (DOB), tidak melibatkan rakyat West Papua.

Baca Juga:  Peringati Hari HAM Sedunia, KNPB Serukan Perjuangan Tanpa Kekerasan

Selain investasi milik Amerika Serikat, tahun 2018 terjadi pembentukan Satgas Damai Cartenz dan Satgas Nemangkawi, di saat itu pula Jokowi mengedepankan pembangunan jalan trans di Papua dengan pekerjanya TNI yang menyebabkan TPNPB melakukan penyerangan terhadap tenaga kerja yang noatebane anggota TNI.

Kemudian hasil ekspedisi di Intan Jaya terdapat Block B (Wabu) yang memiliki cadangan bahan mentah, Jakarta mengirim banyak pasukan organik maupun non organik dengan dalil pengaman nasional, tetapi faktanya militer menjadi aktor kekerasan dan pelanggaran HAM di Intan Jaya.

“Masyarakat Intan Jaya mengungsi ke Nabire, Timika dan beberapa kabupaten lainnya. Satgas Damai Cartenz dan Satgas Nemangkawi bertugas sejak 2018 hingga saat ini 2024, banyak kasus pelanggaran HAM yang dilakukan, rakyat Papua masih trauma dengan atas kejahatan kemanusian serta operasi militer yang masif di Tanah Papua,” urainya.

Dalam situasi itu, pemerintaha mengesahkan Undang-undang Cipta Kerja (Omunibuslaw) dan dengan pengawalan pasukan militer, investor semakin leluasa merampas tanah adat di Tanah Papua dan banyak kejadian menjurus pelanggaran HAM terus terjadi di wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA), seperti Nduga, Intan Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Maybrat, dan Merauke.

“Dampaknya program strategis nasional (PSN) yaitu pembabatan hutan berskala luas (deforestasi), perampasan lahan, kehilangan mata pencarian dan keanegaragaman hayati serta perubahan iklim,” tulisnya lagi.

Front Justice for Tobias Silak bersama mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi saat aksi mimbar bebas di Perumnas III Waena, kota Jayapura, Papua, Kamis, (21/11/2024). (Supplied for SP)

Tahun 2021, Jakarta memaksa mengesahkan Undang-undang Otsus jilid kedua secara sepihak, kemudian tahun berikut [2022) secara sepihak Jakarta mengesahkan pemekaran (DOB) 5 provinsi dengan praktek-praktek militeristik dari negara menambah langgengnya penindasan yang terstruktur dan masif di Tanah Papua.

“Penempatan militer dan operasi militer justru merusak citra demokrasi dan supremasi hukum. Berimplikasi terhadap ketidakpercayaan rakyat terhadap hukum di negara ini. Hal itu terbukti dari pada tahun 2022, beberapa anggota TNI di Timika memutilasi empat orag warga sipil Nduga, kemudian di tahun yang sama beberapa anggota TNI/Polri di Yahukimo memutilasi dua ibu. Di Puncak, dua ibu disiksa dan dimutilasi kepalanya, dan tahun 2023 di Puncak dua pelajar disiksa oleh aparat keamanan.”

Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Makassar Mendesak Aparat Bebaskan Dua Massa Aksi dan Pendamping Hukum

Selanjutnya, tahun 2024 di Puncak 3 pelajar disiksa dalam drum menggunakan air mendidih, kemudian tubuh mereka diiris menggunakan silet dan pisau, lalu kakinya diikat dan ditarik menggunakan mobil hingga tak bernyawa. Kemudian pada 20 Agustus 2024, Naro Dapla dan Tobias Silak sebagai staf sekretariat Bawaslu kabupaten Yahukimo ditembak mati oleh Brimob Satgas Damai Cartenz di pos Sekla, Dekai.

“Rentetan pelanggaran HAM yang terjadi dalam enam tahun terakhir ini, setiap kasusnya proses penyelesaiannya oleh TNI dan Polri tawarkan dengan cara bayar kepala. Keluarga korban dari Tobias Silak masih mencari keadilan. Ini menunjukan keberadaan negara dan militer di Tanah Papua bertujuan untuk melancarkan kepentingan investasi dengan jalan pembantaian, pembunuhan, pemerkosan, penyiksaan, dan lainnya. Semua ini dilakukan atas nama pembangunan dan kesejahateran berkedok investasi,” ungkapnya.

Laporan GTP UGM dan Komnas HAM Diabaikan

Kendati status Papua sebagai daerah operasi militer (DOM) telah dicabut pada tahun 1998, kekerasan terus terjadi. Warga sipil, aparat keamanan baik TNI maupun Polri, serta kelompok TPNPB bergiliran menjadi korban.

Laporan Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (GTP UGM) yang diterbitkan tahun 2022 mencatat, sejak Januari 2010 hingga Maret 2022 jatuh korban sedikitnya 2.118 orang.

“Sebanyak 1.654 orang mengalami luka-luka dan 464 orang meninggal dunia. GTP UGM memberi catatan, jumlah korban sebenarnya diprediksi lebih besar dari yang tercata,” dikutip FSMPPRP dan Front Justice for Tobias Silak.

Sementara itu, dalam laporan terbaru Komnas HAM, akibat perang antara TPNPB dan TNI/Polri, kekerasan terhadap warga sipil di Tanah Papua baik itu penembakan, penganiayaan dengan senjata tajam, pembakaran, hingga perusakan barang atau bangunan terus meningkat.

“Berdasarkan laporan Komnas HAM, dalam kurun waktu dua tahun, tipologi tindakan kepolisian yang dilaporkan adalah kekerasan dengan total 71 kasus, penyiksaan 45 kasus, intimidasi 6 kasus, penangkapan sewenang-wenang 35 kasus, penahanan sewenang-wenang 18 kasus, penanganan lambat 162 kasus, kriminalisasi 57 kasus, dan kematian tahanan 11 kasus.”

Baca Juga:  Semua Desak Polisi Penjarakan Pasutri Penganiaya Bocah Lima Tahun
Aksi front keadilan untuk Tobias Silak di Ekspo Waena, kota Jayapura, Papua, Senin (16/12/2024) kemarin. (Ist)

Pernyataan Sikap

Dengan demikian, FSMPPRP kota studi Makassar bersama Front Justice for Tobias Silak Silak menyampaikan tuntutan dalam pernyatan sikapnya.

Pertama, tangkap, pecat dan adili pelaku penembakan Tobias Silak.

Kedua, ungkap aktor intelektual dibalik penembakan Tobias Silak.

Ketiga, Komnas HAM segera umumkan hasil investigasi kasus penembakan Tobias Silak.

Keempat, tim penyidik Polda Papua segera umumkan hasil penyelidikan dan limpahkan berkas perkaranya ke Kejaksaan.

Kelima, mengecam segala bentuk upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk menghambat kasus penembakan Tobias Silak.

Keenam, segera ungkap dan adili pelaku penembakan terhadap Yan Christian Warinussy di kabupaten Manokwari, Papua Barat.

Ketujuh, segera ungkap dan adili pelaku pengeboman terhadap kantor redaksi Jubi dan kantor LBH Papua di Jayapura.

Kedelapan, segera ungkap dan adili pelaku penembakan dan kasus pelanggaran HAM berat atas peristiwa Mapenduma berdarah, peristiwa Biak berdarah, peristiwa Wasior berdarah, peristiwa Wamena berdarah, peristiwa Paniai berdarah, dan peristiwa Dogiyai berdarah.

Kesembilan, segera ungkap dan adili pelaku penembakan yang tercatat dalam Komnas HAM tertanggal 1 Januari sampai 1 Juni 2024 sekitar 41 peristiwa penembakan.

Kesepuluh, tarik pos-pos Brimob dari seluruh Tanah Papua.

Kesebelas, cabut Kepres Hankam dan tarik militer organik serta non organik dari seluruh Tanah Papua.

Keduabelas, segera bubarkan Satgas Damai Cartenz, Satgas Nemangkawi, Satgas Habema, Satgas Binmas Noken, Satgas Pinang Sirih, dan Satgas Paro.

Ketigabelas, segera hentikan dan cabut investor kapitalis di seluruh Tanah Papua yang berkedok proyek strategis nasional (PSN), negara stop mengisolasikan isu Papua dengan dalil urusan domestik.

Keempatbelas, segera buka akses terhadap masyarakat internasional, sebab kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sudah melanggar hak-hak dasar orang Papua dalam hukum internasional yang diakui pasal 11 ayat 1 dan 2 UUD 1945. []

Artikel sebelumnyaKPU Tolikara Tetapkan Paslon Willem Wandik-Yotam Wonda Pemenang
Artikel berikutnyaDelli Mart Berkomitmen Sediakan Barang Fresh dan Ada Ruang untuk UMKM di Sorong