Babi-babi yang pada pekan lalu mati terkena virus ASF di kabupaten Nabire, Papua Tengah, saat akan diangkut dengan truk ke lokai penguburan. (CR1 - Suara Papua)
adv
loading...

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Mewabahnya African Swine Fever (ASF) pada babi sejak awal Maret 2024 di kabupaten Mimika dan selama dua bulan terakhir di kabupaten Nabire, provinsi Papua Tengah, mesti diwaspadai terutama jelang hari raya keagamaan, Natal tahun ini. Sebab, daging babi di pasaran belum bisa dipastikan kondisinya. Apalagi tak punya dokter hewan dan rumah potong hewan (RPH).

Karena itu, sebaiknya tak usah dibeli jika dagingnya masih diragukan, apalagi tak diketahui kapan disembelih, jenis dan kondisi kesehatan babi yang disembelih belum diketahui secara kasat mata maupun secara medis.

Beredar kabar, selama sepekan terakhir terjadi pendropan daging babi dari Nabire ke kawasan pedalaman, seperti kabupaten Dogiyai, juga Deiyai dan Paniai. Diduga, oknum pedagang memanfaatkan peluang usaha di hari raya Natal, tetapi tersiar kabar ada babi tidak sehat.

Sumber warga menduga, bahkan diantaranya babi mati ikut disembelih untuk seterusnya dijual di wilayah Meepago.

Dalam sebuah rekaman video amatir memperlihatkan sejumlah orang menurunkan daging babi di Mowanemani, pusat kota kabupaten Dogiyai. Babi tersebut diisi dalam kantong merah. Dikeluarkan dari cool box berukuran besar yang dimuat di mobil Triton berwarna putih.

ads

Daging babi tersebut diturunkan di sebuah kios yang terletak tak jauh dari terminal atau dekat jembatan kali Tukaa.

Suara dari perekam video dengan menggunakan bahasa ibu mencurigai daging babi tersebut tak jelas asal usulnya. Kata dia, sebaiknya tak dibeli demi kesehatan tubuh. Jika terlanjur beli, lalu dimasak dan dikonsumsi, tak diketahui apa yang akan terjadi sesudahnya.

Baca Juga:  Kali Koto Dinormalisasi, Masyarakat Paniai Barat Puji Penjabat Bupati

Kou miyou Nabire make dokemena ekina. Teyadai kema,” ucapnya dalam bahasa Mee dialek Lembah Kamuu, yang artinya “Ini daging babi didatangkan dari Nabire, baru saja tiba. Jangan beli.”

Tidak bermaksud membangun narasi hoaks apalagi provokatif, dia mungkin saja khawatir dengan kondisi daging babi tersebut apakah sehat atau justru babi mati terserang ASF.

Belum Ada Vaksin

Diketahui bahwa ASF menyerang ternak babi dan sangat mudah menular ke babi yang lain. Virus demam babi Afrika itu juga diketahui sangat mematikan, hingga merugikan pemilik atau peternak babi. Usahanya langsung bangkrut seketika apabila sudah terserang ASF.

Salah satu sarjana kedokteran hewan lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) memastikan ASF tak ada obat vaksinnya. Kecuali upaya preventif bisa dilakukan untuk mencegah makin meluasnya penularan virus demam babi Afrika.

Untuk itulah diperlukan perhatian serius pemerintah provinsi Papua Tengah bersama pemerintah kabupaten terhadap wabah virus yang amat meresahkan itu, apalagi kini tinggal sehari saja umat Kristiani —baik Katolik maupun Protestan— akan merayakan hari raya Natal.

Intervensi pemerintah sangat dibutuhkan demi memastikan kelayakan daging demi menghindari dampak buruk pada konsumen.

Sebab, menurut drh. Maria F. Magai, jika daging tak layak dikonsumsi, tentu saja berdampak ke tubuh manusia.

“Tidak semua ternak atau yang biasa masyarakat sembelih itu sehat,” kata dokter hewan di Dinas Peternakan kabupaten Nabire itu.

Oleh karenanya, lanjut Maria, penting sekali di kota besar seperti Nabire mesti ada RHP sekalian dengan dokter hewan yang bertugas memeriksa, apakah hewan yang akan dipotong itu sehat dan layak konsumsi atau tidak.

Baca Juga:  Para-para Papua Bercerita: Penyelesaian Tragedi Pelanggaran HAM Diskriminatif

“Hal ini sangat penting untuk mencegah penularan penyakit hewan atau zoonosis ke manusia,” tegas Magai.

Selain Timika, virus ASF juga menyerang babi piaraan masyarakat di kabupaten Dogiyai. Itu diketahui sejak Oktober 2024. Begitupun di Paniai dan Deiyai. Di Paniai, babi mati dibuang ke kali Enaro. Sampai banyak terdampar di tengah hingga tepi kali.

Belum lagi di Nabire, mewabah sejak jauh sebelumnya. Dilaporkan jumlahnya mencapai 1.400 ekor babi. Ada kemungkinan bertambah. Dan jika itu terjadi dan tidak segera diatasi dengan langkah pencegahan, dikhawatirkan akan membawa kerugian besar bagi peternak, seperti terjadi di Timika awal tahun ini.

Ribuan ekor babi piaraan masyarakat di kabupaten Mimika mati terserang ASF. Bangkai babi dikuburkan di dua lokasi berbeda. Lokasinya jauh dari kawasan pemukiman warga kota Timika.

Tanpa Daging Babi

Natal tahun ini agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kalau biasanya dirayakan meriah dengan pesta babi, rupanya ini tidak bagi sebagian orang. Lantaran wabah ASF tersebut, mereka memilih daging lain. Ayam atau bebek, misalnya.

 “Natal ini cukup dengan ayam. Daging babi tidak,” kata Demy Wege Gobai, seorang warga Paniai yang ditemui di terminal Karang Tumaritis Nabire hendak “naik” ke pedalaman untuk rayakan Natal bersama keluarga besar di kampung halamannya.

Lazimnya dari rumah asap naik di hari raya dengan daging babi. Itu sudah menjadi tradisi dari dulu. Tetapi, pada tahun ini Demy harus urungkan lantaran takut virus ASF.

Baca Juga:  Terima 44 Poin Aspirasi FPMAPT, DPR Papua Tengah Berjanji Siap Tindaklanjuti

“Budaya kita, barapen babi. Tapi ini babi saya takut virus. Bahaya jadi,” ucapnya sambil lanjut negosiasi ongkos penumpang sama porter.

Sangat Penting Upaya Pencegahan

Ketika ditemukan gejala babi terserang ASF, masyarakat atau peternak disarankan untuk lakukan langkah-langkah pencegahan agar wabahnya tidak meluas.

“Setiap orang harus melakukan upaya pencegahan kalau babi sudah kena gejala virus ini,” kata Ferdi, kepala Balai Karantina Hewan provinsi Papua Tengah.

Ferdi kemudian menyebutkan enam langkah pencegahan penyebaran ASF.

Pertama, melaporkan kasus. Segera laporkan babi yang sakit atau mati ke Dinas Peternakan atau Balai Karantina terdekat untuk proses evakuasi.

Kedua, penguburan bangkai babi. Jika tidak ada respons dari petugas, kubur bangkai babi dengan kedalaman minimal 3 meter. Hindari membuang bangkai ke jalan atau sungai.

Ketiga, desinfeksi kendang. Bersihkan kandang dengan menyemprotkan cairan desinfektan secara rutin.

Keempat, hindari penyebaran virus. Jangan keluar masuk kandang dari area sakit ke kandang sehat tanpa membersihkan diri. Pastikan kebersihan diri sebelum mendekati babi lain.

Kelima, larangan pengiriman babi. Jangan mengirim atau menerima babi ataupun produk turunannya dari atau ke luar daerah.

Keenam, pelaporan transportasi. Laporkan ke balai karantina hewan jika ada orang membawa babi atau produknya melalui bandara atau pelabuhan laut.

“Untuk virus ASF memang belum ada obat maupun vaksin di Indonesia. Jadi, bisa diatasi dengan pencegahan. Tentunya dengan langkah ini kita bisa mencegah penyebaran ASF lebih luas,” ujar Ferdi. []

Artikel sebelumnyaBarisan Pemuda Adat Nusantara: Stop Kriminalisasi Pembela Masyarakat Adat!
Artikel berikutnyaMusda III AMAN Sorong Raya Awal 2025, PD Bakal Ditingkatkan Jadi PW