JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Departemen Hukum dan HAM Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) melaporkan perkembangan situasi keamanan di distrik Oksop, kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegununga, hingga hari ini, Selasa (31/12/2024), belum kondusif. Aparat militer masih kuasai perkampungan. Warga sipil belum bisa pulang ke rumah, masih bertahan di hutan.
Kondisi umum dari operasi militer gabungan Indonesia di distrik Oksop sejak 3 Desember 2024 telah menciptakan situasi darurat kemanusiaan. Warga sipil terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mengungsi ke hutan, mengakibatkan ketidakstabilan sosial dan penderitaan besar.
Masyarakat tidak merayakan Natal 2024. Seluruh persiapannya batal, lantaran situasi keamanan begitu pasukan militer memasuki kampung mereka. Dan, tahun baru pun tidak dapat dirayakan sebagaimana biasanya. Sebab, masyarakat masih dalam ketakutan akibat operasi militer.
Terjadi pengungsian massal. Anggota keluarga terpencar. Banyak anak dan orang tua belum ditemukan hingga saat ini.
Dampak Kemanusiaan
Dilaporkan juga dampak kemanusiaannya antara lain soal kesehatan. Warga pengungsi di hutan mengalami berbagai penyakit akibat kondisi lingkungan yang buruk. Mereka diperhadapkan dengan sakit malaria, juga diare, muntah darah, infeksi saluran pernapasan yakni pilek dan beringus.
Kesakitan mereka makin diperburuk oleh kurangnya akses untuk mendapatkan makanan pokok dan makan bergizi. Secara umum tidak tersedia makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bahkan, tenaga medis dan obat-obatan meskipun ada tidak dapat menjangkau masyarakat di berbagai lokasi pengungsian.
Tak ada perlengkapan tidur, juga pakaian hangat. Akibatnya warga sangat rentan terhadap cuaca dingin. Terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun dan orang lanjut usia (di atas 60 tahun) menjadi kelompok paling rentan.
Ada beberapa kasus kematian dilaporkan. Salah satunya Paulina Lepki, asal kampung Mimin, anggota jemaat Efesus Sape. Paulina Lepki meninggal dari lokaos pengungsian, 26 Desember 2024 lalu.
Trauma
Selain itu, trauma psikologis juga sangat dirasakan warga sipil yang terusir dari rumah di kampung mereka. Apalagi bunyi tembakan dan ledakan terus-menerus terdengar menciptakan rasa takut dan trauma mendalam.
Departemen Hukum dan HAM GIDI juga mendata beberapa pemuda mengalami gangguan mental akibat tekanan psikologis.
Kemudian, lokasi pengungsian yang terletak di kawasan adat juga turut menambah ketegangan spiritual di kalangan masyarakat.
Pelanggaran HAM
Dalam laporan yang dirilis Departemen Hukum dan HAM GIDI, dilaporkan adanya penggunaan senjata berat dan drone bersenjata. Dalam operasi militer di kampung Alutbakon, selain alat negara, aparat militer juga menjatuhkan bom menggunakan drone ke berbagai lokasi.
Selain ketakutan massal, serangan tersebut mengakibatkan kerusakan pada rumah, kebun, dan ternak milik masyarakat setempat.
Bersamaan operasi militer, aparat keamanan juga diketahui merebut sumber ekonomi masyarakat. Baik kebun, hasil bumi, ternak peliharaan seperti babi, ikan, ayam, dijarah militer gabungan.
Tidak hanya itu, rumah-rumah warga juga ikut dihancurkan.
Gedung gereja dijadikan markas pasukan militer.
Informasi dari lapangan, hanya kepala distrik dan beberapa kepala kampung saja yang boleh mendampingi pasukan militer. Sebagian besar masyaraka sipil tetap mengungsi di hutan. Beberapa orang diantaranya memilih melarikan diri ke Oksibil, ibu kota kabupaten Pegunungan Bintang.
Perlu Tindakan Darurat
Tidak boleh biarkan situasi darurat kemanusiaan ini berlanjut. Ada sejumlah langlah utama yang harus dilakukan. Salah satunya yakni evakuasi warga pengungsi dari hutan.
“Mendesak pemerintah dan organisasi kemanusiaan untuk segera mengevakuasi masyarakat yang masih mengungsi di hutan,” demikian Departemen Hukum dan HAM GIDI.
Tindakan darurat berikut adalah bantuan kemanusiaan. Perlu segera kirim bantuan berupa makanan, obat-obatan, tenaga medis, pakaian, dan perlengkapan tidur kepada para pengungsi di distrik Oksop.
Berikutnya penyelidikan independen. Lembaga HAM nasional dan internasional perlu melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM, termasuk penggunaan drone bersenjata dan senjata berat di wilayah sipil.
Selanjutnya perlu gencatan senjata. Operasi militer harus segera dihentikan dan membuka ruang dialog damai untuk melindungi masyarakat sipil.
Departemen Hukum dan HAM GIDI menyatakan, situasi di distrik Oksop telah mencapai tingkat darurat yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah, organisasi kemanusiaan, dan komunitas internasional.
“Pelanggaran HAM yang dilaporkan memerlukan penyelidikan menyeluruh untuk memastikan perlindungan terhadap warga sipil dan menghentikan penderitaan mereka.”
Laporan Departemen Hukum dan HAM GIDI ini diharapkan menjadi panggilan bagi semua pihak untuk segera bertindak. []