JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kasus kekerasan fisik yang menimpa AL, bocah berusia 5 tahun, di komplek Organda, Padang Bulan, Abepura, kota Jayapura, Papua, mengundang simpati sekaligus kecaman berbagai pihak. Pelaku, ayah dan ibu angkat, masing-masing berinisial NS (36) dan JY (36), diminta diproses hukum hingga dipenjarakan untuk mempertanggungjawabkan tindakan kejinya.
Nur Aida Duwila, direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jayapura, menyatakan, kekerasan fisik secara keji terhadap anak tidak pantas dilakukan orang dewasa, apalagi orang tua sendiri. Oleh karenanya, pelaku harus diberi hukuman berat.
“Kasihan sekali saya lihat kondisi anak itu. Perlakuannya sangat keji. Pelaku harus dihukum agak berat, supaya ada efek jera bagi keduanya maupun orang tua lainnya,” ujar Aida kepada Suara Papua, Senin (6/1/2025) sore.
Meski berstatus anak angkat yang konon diambil NS dan JY saat AL masih berusia 9 bulan, seharusnya menurut Nur Aida, perlakukan dia sebagai buah hati sendiri.
“Bukannya menyayangi, malah aniaya berkali-kali. Banyak luka di badan, kepala, bibir pecah, tangan kiri dan kaki kanan patah. Ini bukan orang tua namanya. Ada niat jahat mau bunuh itu. Polisi harus selidiki baik. Anak kecil lima tahun salah apa sama pelaku? Sangat tidak manusiawi sekali,” tuturnya.
Tindakan keji NS dan JY dikecam Aida yang mengaku sangat terpukul melihat kondisi AL akibat penganiayaan brutal dari kedua pelaku. Ia tegaskan, orang tua harusnya tidak boleh bertindak biadab terhadap anak, apalagi korban masih di bawah umur.
“Pelaku pantas dihukum seberat-beratnya. Tindakan mereka sudah sangat keterlaluan,” tegas Aida.
Karena aksinya sangat keji dan telah melanggar hak asasi anak, pihak penegak hukum dalam proses penanganannya diminta wajib terapkan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
“Sudah jelas ketentuannya di Undang-undang perlindungan anak. Segala jenis kekerasan terhadap anak adalah pelanggaran serius yang tidak bisa ditolerir. Pelaku harus dipenjarakan,” ujar aktivis itu.
Aida menyayangkan psikologis AL dalam pertumbuhannya pasca disiksa brutal kedua pelaku.
“Teganya orang tua perlakukan anak kecil seperti begitu. Paling biadap sekali. Pelaku harus dipenjarakan. Tidak lama, cuma lima tahun saja,” kata Aida.
Aida menyatakan akan kawal kasus penganiayaan tersebut. LBH APIK Jayapura bersama P2TP2A kota Jayapura dan tim menurutnya siap memberikan pendampingan hukum sekaligus proses pemulihan kondisi psikologis korban kekerasan fisik.
“Kami sangat mendukung pihak kepolisian segera tuntaskan kasus ini. Sambil proses hukum tetap jalan, kami akan memberikan trauma healing kepada anak AL,” tuturnya.
Penjabat Walikota: Tindakan Biadab!
Kejadian tersebut menyentuh hati Christian Sohilait, penjabat wali kota Jayapura. Penyiksaan keji terhadap AL disebutnya di luar batas kemanusiaan. Ia menyatakan sebagai tindakan tidak berperikemanusiaan.
“Ini tindakan biadab. Pelaku segera diproses, harus dihukum berat,” ujar Sohilait.
Ramainya berita penyiksaan bocah 5 tahun ini memaksa mantan Sekda Lanny Jaya itu harus menjenguk korban di Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura, Minggu (5/1/2025) kemarin.
”Kemarin saya langsung besuk di rumah sakit. Saya lihat di badan memang ada banyak bekas luka, di kepala, di badan, kemudian tangan dan kaki patah, sudah digips. Anak cerita, selama ini banyak kali dipukul kedua orang tuanya. Saya dalam hati pikir, memang sangat terlalu kalau sampai bertindak seperti begitu. Perlakuannya sangat tidak manusiawi. Ini harus diproses, dan pelaku harus dihukum,” tegasnya.
Christian Sohilait mengaku tak mau ada kasus serupa menimpa anak-anak di kota Jayapura, juga di daerah lain di Tanah Papua.
“Saya ingatkan tidak boleh ada kekerasan terhadap anak lagi. Tindakan penganiayaan seperti yang terjadi pada korban anak AL itu sudah di luar rasa kemanusiaan. Jangan terjadi lagi. Saya tidak mau lihat kasus begini terulang. Kalau nanti ada terjadi, segera lapor ke polisi. Jangan diamkan,” tandasnya sambil menyatakan akan mengawal kasus tersebut.
Pemkot Jayapura menurut Sohilat akan mengambil bagian dalam upaya penyembuhan korban. Untuk itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak kota Jayapura.
Termasuk jaminan keamanan bagi pelapor dan saksi mata dalam kasus ini, tentu harus berkoordinasi dengan Polresta Jayapura Kota.
Diberitakan sebelumnya, Kapolresta Jayapura Kota, Komisaris Besar Polisi Victor Dean Mackbon menyatakan, kasus tersebut tengah ditanganinya.
Kedua pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. NS langsung ditahan di sel Mapolresta, dan JY dikenakan wajib lapor. Ibu JY dipulangkan ke rumah dengan alasan baru melahirkan dan sedang menyusui anaknya.
Sedangkan AL menurut Kapolresta, sedang dirawat di RS Bhayangkara Jayapura.
“Suami istri itu telah bertindak sangat tidak manusiawi, sehingga harus mendapatkan hukuman sesuai aturan,” ujar Mackbon.
Dalam penanganan perkara ini, kata Victor, pihaknya melibatkan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Pelaku NS, pegawai negeri sipil (PNS) di pemprov Papua. Sedangkan istrinya, JY adalah seorang pendeta.
Dilakukan Banyak Kali
Penganiayaan terhadap AL ternyata bukan hanya sekali terjadi. Kata salah satu saksi yang tinggal di kamar lain yang masih satu rumah dengan tempat tinggal pasangan suami istri itu, korban disiksa berkali-kali.
Dari kesaksiannya diketahui penganiayaan berlangsung hampir sebulan lamanya. Saksi mengaku kerap mendengar bahkan melihat langsung aksi penyiksaan dari NS dan JY.
Akibat dari itu, kata saksi yang identitasnya enggan disebutkan, tubuh korban mulai kurus, dan terdapat banyak luka memar di bagian mulut, kaki, tangan, punggung, hingga kepalanya berdarah.
Saksi sempat merekam aksi kekerasan dari suami istri itu. Saksi juga sempat menegur NS. Tetapi pelaku berdalih tindakannya itu hak orang tua sebab AL adalah keponakannya.
Tetapi, karena iba terhadap kondisi korban, saksi mengaku melaporkan ke pihak terkait, antara lain organisasi perlindungan anak dan pihak kepolisian.
Saat itu karena masih libur Natal, laporan ke LBH APIK batal, sehingga dilaporkan ke Polresta dan Polsek. Tetapi laporannya tidak bisa ditindaklanjuti lantaran masih kurang bukti.
Ketika penyiksaan kembali terulang pada Jumat (3/1/2025) malam, saksi langsung hubungi polisi. Tak tunggu lama, kedua pelaku diangkut meski NS sempat bersikeras hingga minta tidak perlu diproses karena itu bentuk pembinaan orang tua kepada anak.
Kedua pelaku tetap digelandang ke Mapolresta, dan korban dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk mendapatkan perawatan medis.
Mulai Membaik
Kondisi kesehatan AL semakin membaik setelah dirawat petugas medis di RS Bhayangkara Jayapura.
Anak laki-laki itu dirawat di ruang khusus. AL telah ditangani tim medis secara maksimal untuk sembuhkan luka-luka akibat disiksa kedua orang tua angkatnya
“Sudah diperiksa oleh dokter anak dan dokter tulang sejak malam. Memang korban mengalami patah tulang,” kata dr. Nissa, kepala urusan Dokpol Rumah Sakit Bhayangkara, dilansir kompas.com, Senin (6/1/2025).
Dijelaskan, setelah diperiksa dokter tulang, dalam tubuh korban terdapat beberapa tulang yang sudah retak dan patah.
“Tulang-tulang korban sudah patah. Tetapi karena masih anak, pasti tulang-tulangnya nanti tumbuh kembali,” ucapnya sambil menyebut biaya perawatan akan ditanggung Polri.