Perayaan natal pengungsi internal Maybrat, Rabu (8/1/2025) di gereja stasi Santa Monika, Aimas, kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. (Dok. Koalisi for Suara Papua)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Koalisi peduli pengungsi internal Maybrat melaporkan ratusan warga sipil asal kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, yang dipulangkan merayakan natal dalam kondisi yang memprihatinkan.

Usai perayaan natal pengungsi internal Maybrat pada 8 Januari 2024, Koalisi dalam laporannya menjelaskan, pasca 2 September 2021, terjadi penyerangan Posramil Kisor, kabupaten Maybrat, yang menewaskan empat anggota TNI dan dua lainnya luka-luka.

Kejadian ini berdampak langsung pada masyarakat sipil dari 50 kampung dan 5 distrik di wilayah Aifat Selatan dan Aifat Timur Raya yang merasa takut dan terancam hingga terpaksa memilih meninggalkan kampung halamannya untuk mengamankan diri dan keluarganya ke hutan, beberapa kampung dan kabupaten terdekat.

Berdasarkan data yang dihimpun Koalisi ada sekitar 3.435 orang mengungsi, terdiri dari bayi, anak-anak, lansia, perempuan, dan laki-laki. Hingga hari ini 3 tahun 4 bulan, kondisi korban pengungsi masih memprihatinkan dan terjadi berbagai pelanggaran HAM.

Koalisi menyatakan, upaya pemulangan pengungsi Maybrat ke kampung halamannya masing-masing terkesan dipaksakan oleh pihak pemerintah kabupaten Maybrat, tanpa ada upaya pemenuhan hak-hak mendasar dari para pengungsi, tanpa pertimbangan berlandaskan prinsip-prinsip universal yang harus diperhatikan oleh semua pihak.

ads
Baca Juga:  Lokataru Menemukan Sejumlah Pelanggaran Pilkada yang Melibatkan ASN dan TNI-Polri

“Penanganan warga pengungsi Maybrat yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Maybrat tidak melibatkan pihak-pihak lain seperti gereja, LSM, pengacara dan akademisi, sehingga terlihat tidak serius dan komprehensif,” tulis Koalisi dalam siaran persnya.

Selain itu, Koalisi juga menilai pemerintah daerah tidak melakukan upaya yang signifikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial. Tertera dalam Pasal 36 ayat (2), upaya pemulihan pasca konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

“Pemerintah kabupaten Maybrat belum melakukan tiga hal tersebut secara serius dan menyeluruh. Hal ini menggambarkan sikap pemerintah daerah yang tidak serius menangani nasib para pengungsi dan perlindungan terhadap warga negara.”

Perayaan natal pengungsi internal Maybrat, Rabu (8/1/2025). (Dok. Koalisi for Suara Papua)

Lanjut dikemukakan, Pemkab Maybrat juga tidak melakukan upaya meredam konflik sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 Undang-undang nomor 7 tahun 2012.

Baca Juga:  Laporan Situasi Darurat di Distrik Oksop Per 31 Desember 2024

“Malah pemerintah pusat dan daerah lebih mengedepankan keamanan melalui kebijakan penambahan personel TNI dan Polri menduduki perkampungan. Mereka ini malah ditempatkan di rumah-rumah warga dan fasilitas umum, seperti gedung sekolah untuk dijadikan pos-pos militer, akibatnya masyarakat merasa terancam dan tidak nyaman,” bebernya.

Berdasarkan fakta ketidakadilan, pengabaian, dan tindakan represif militer Indonesia yang dialami warga selama 3 tahun 4 bulan dan atas nama kebenaran dan keadilan bagi rakyat sipil Maybrat yang terusir dan terasing di atas tanah leluhur, maka Koalisi menyampaikan dengan tegas beberapa pernyataan kepada pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten Maybrat:

  1. Pemerintah kabupaten Maybrat stop bangun pencitraan bahwa Maybrat sudah aman dan pengungsi sudah kembali ke kampung halaman.
  2. Pemerintah kabupaten Maybrat segera membentuk tim pemulangan pengungsi internal yang melibatkan semua pihak (Gereja, LSM, Pengacara dan Akademisi) agar hak-hak dasar pengungsi dapat dipenuhi.
  3. Pemerintah kabupaten Maybrat segera menangani pengungsi internal Maybrat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, diantaranya konstitusi UUD 1945 dan UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
  4. Pemulangan pengungsi harus sesuai dengan UU nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.
  5. TNI/Polri harus patuh pada peraturan perundang-undangan serta sesuai dengan hukum-hukum HAM dan humaniter internasional.
  6. Segera tarik militer dari wilayah distrik Aifat Timur Raya dan Aifat Selatan.
  7. TNI/Polri stop menggunakan gedung sekolah dan rumah warga sebagai pos militer.
  8. TNI/Polri stop menjadikan hutan adat di wilayah adat Aifat Timur dan Aifat Selatan sebagai wilayah steril dan tempat operasi militer.
  9. TNI/Polri stop mengawasi dan membatasi akses masyarakat adat atas dusun dan hutan adat.
  10. Pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten Maybrat segera selesaikan konflik bersenjata di Maybrat secara adil, damai, dan bermartabat melalui kebijakan jedah kemanusiaan. []
Baca Juga:  HRM Rilis Dugaan Kejahatan Kemanusiaan di Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah
Artikel sebelumnyaKPU Nduga Sangat Layak Diberi Penghargaan dari KPU RI dan KPU Provinsi Papua Pegunungan
Artikel berikutnyaGagal ke Babak 8 Besar, Persipura Wajib Lewati Babak Play-off Degradasi