NABIRE, SUARAPAPUA.com — Sedikitnya 44 poin rekomendasi dan aspirasi tentang perlindungan hak-hak orang asli Papua (OAP) di provinsi Papua Tengah diserahkan Front Peduli Masyarakat Adat Papua Tengah (FPMAPT) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) provinsi Papua Tengah, Rabu (8/1/2025) kemarin.
Sebelum serahkan dari ruang rapat DPR PT, Marlin A. Pigome, anggota FPMAPT, mengatakan, 44 poin rekomendasi dan aspirasi tentang perlindungan hak-hak OAP di provinsi Papua Tengah merupakan hasil seminar sehari yang digelar di aula STT Walter Post Nabire, Selasa (7/1/2025) lalu. Seminar tersebut bertema “Pendidikan hukum kritis tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat di Papua Tengah”.
Sebagai ketua panitia seminar itu, Marlin mengaku banyak hal mengemuka dalam kegiatan tersebut. Setelah dibahas, hasilnya dirumuskan bersama dan diserahkan ke DPR Papua Tengah.
“Rekomendasi dan aspirasi ini dirumuskan bersama-sama setelah kami adakan seminar sehari, jadi bapak-bapak dan ibu-ibu dewan tolong tindaklanjuti karena ini menyangkut keselamatan masyarakat adat Papua di provinsi baru ini,” ujarnya.
Marlin didampingi sekretaris panitia seminar Yosep Mote dan ketua FPMAPT Lukas Degei dan beberapa pengurus menyerahkan 44 poin rekomendasi dan aspirasi itu ke dewan yang diterima langsung Maksimus Takimai, ketua sementara DPR Papua Tengah.
Adapun 44 poin rekomendasi dan aspirasi tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat Papua Tengah:
- Perlindungan hak-hak masyarakat adat, antara lain hak atas tanah, hak atas air, hak atas sumber daya alam (SDA), hak atas hutan, hak atas pohon, hak atas pasir, hak atas laut, hak atas udara.
- Perlindungan terhadap hak garapan tanah adat.
- Perlindungan terhadap hutan masyarakat adat.
- Perlindungan terhadap komunitas masyarakat adat.
- Perlindungan terhadap tempat sakral milik masyarakat adat.
- Perlindungan terhadap hak tanah milik marga.
- Perlindungan terhadap pulau-pulau kosong milik masyarakat adat.
- Negara wajib menghormati dan mengakui tanah masyarakat adat bukan milik negara.
- Negara wajib menghormati dan melindungi hak pangan lokal.
- Negara wajib menghormati dan melindungi hak atas intelektualitas tradisional.
- Perlindungan terhadap bahasa dan sastra daerah.
- Perda mekanisme Free and Prior Informed Consent (FPIC) dalam pemanfaatan SDA.
- Perlindungan terhadap perairan (sungai dan danau).
- Larangan penempatan transmigrasi di wilayah masyarakat adat Papua di provinsi Papua Tengah.
- Larangan penjualan busana adat (Koteka, Moge, dan sebagainya) secara bebas.
- Larangan penjualan minuman beralkohol.
- Larangan jual beli tanah adat.
- Larangan kerja sama antara pemerintah dan investor dalam pengelolaan SDA di wilayah provinsi Papua Tengah.
- Perda tentang pembatasan pengurusan perpindahan penduduk dari luar Papua.
- Perda tentang pangan lokal diwajibkan hanya dijual OAP.
- Perda tentang penerimaan pegawai khusus OAP.
- Penertiban dan pengelolaan pasar mama-mama Papua.
- Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati endemik Papua.
- Perlindungan aksesoris lokal hanya bisa dijual OAP.
- Perlindungan dokumen-dokumen sejarah Papua dan pemberdayaan museum tradisional Papua.
- Perda pendidikan gratis (SD, SMP, SMA/SMK) bagi OAP.
- Perda kesehatan gratis untuk OAP.
- Perda pengangkatan tenaga guru, tenaga medis khusus OAP.
- Perda penggunaan aksesoris budaya Papua (Noken kulit kayu) di hari Noken se-dunia 4 Desember.
- Perda larangan menjadi kepala kampung yang bukan OAP.
- Perlindungan tempat-tempat wisata tradisional.
- Perlindungan terhadap perempuan dan anak.
- Perlindungan dan budi dava pohon Bobo demi melindungi minuman lokal Papua.
- Perda kurikulum muatan lokal dan etnografi Papua.
- Perda bantuan modal dan pemberdayaan bagi Mama-mama Papua.
- Perda perlindungan dan pemberdayaan buruh OAP.
- Perda pemberdayaan BLK bagi OAP.
- Perda perlindungan pemberdayaan OAP.
- Perda pemenuhan CSR perusahaan kepada OAP.
- Perda pendidikan berpola asrama bagi OAP.
- Larangan pemberian marga kepada orang non OAP.
- Larangan sopir lintas trans non OAP di wilayah provinsi Papua Tengah.
- Larangan pemakaman jasad non OAP di Papua.
- Larangan perluasan lokasi pemakaman non OAP.
Usai menerima aspirasi tersebut, Maksimus Takimai ucapkan terima kasih sekaligus mengapresiasi anak-anak muda Papua Tengah yang telah berjuang merumuskan berbagai persoalan mendasar di wilayah provinsi Papua Tengah.
Meskipun masih belum seluruhnya terakomodir dalam poin-poin yang diserahkan FPMAPT, ia yakin ini hasil maksimal yang tentunya perlu perhatian serius pemerintah daerah. Apalagi Papua Tengah sebagai provinsi baru memang perlu rumuskan hal-hal urgen dan prinsipil menyangkut kepentingan umum agar dari awal mulai meletakan fondasi yang kuat.
Maksimus Takimai menyebut kajian ilmiah sebagaimana dilakukan FPMAPT perlu terus dilakukan sebagai bagian dari kontrol publik dan sumbangan pemikiran masyarakat kepada pengambil kebijakan di provinsi Papua Tengah. Apalagi menyangkut hak-hak masyarakat adat perlu diberi prioritas utama dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan daerah.
“Sejumlah pemikiran bagus dari adik-adik ini sangat luar biasa. Kami terima. Kami akan tindaklanjuti,” kata Maksimus.
Sembari berharap agar poin-poin aspirasi tersebut terealisasi, Maksimus yakin Tanah Papua akan aman dan maju dalam segala bidang pembangunan. Dengan catatan, hak-hak OAP harus mendapat perhatian penuh.
Oleh karena itu, pihaknya berjanji akan tetap usahakan untuk meneruskan 44 poin aspirasi itu ke pemerintah daerah. Sedangkan hal-hal yang harus disikapi dewan akan didorong dalam pembobotan dan perumusan draft rancangan peraturan daerah (Raperda).
“Kami akan usahakan untuk rumuskan, bahas dan sahkan sejumlah Perda dalam sidang dewan untuk menindaklanjuti pokok-pokok aspirasi yang baru saja diserahkan ini,” kata Takimai.
Senada, Diben Elabi, wakil ketua sementara DPR provinsi Papua Tengah, mengatakan, pihaknya menerima aspirasi tersebut untuk kemudian ditindaklanjuti sesuai mekanisme kedewanan.
Elabi usul jika perlu, nantinya bisa diselenggarakan satu musyawarah bersama dengan menghadirkan semua tokoh dari 8 kabupaten untuk membahas berbagai persoalan terutama hak OAP di wilayah provinsi Papua Tengah.
“Kalau bisa adakan musyawarah besar yang dihadiri semua tokoh dari delapan kabupaten di Papua Tengah. Supaya kesempatan itu bahas semua persoalan menyangkut dengan hak-hak masyarakat adat. Perlu digagas untuk ada forum, dan itu saya kira bisa diatur waktu, tempat dan lainnya,” usul Diben.
Di kesempatan itu, Lukas Degei, ketua FPMAPT, menyatakan, aspirasi yang diajukan ke DPR itu harus dikawal dan akan dipantau lagi apabila tidak segera ditindaklanjuti ke pemerintah daerah.
“Harapan kami, seluruh anggota dewan tolong usahakan dalam waktu dekat juga sahkan Perda sesuai yang kami cantumkan dalam poin aspirasi ini,” ujar Degei.
Jika tidak diindahkan, FPMAPT tegaskan, siap galang massa turun demo di kantor DPR Papua Tengah.
“Kami akan datang dengan cara kami sendiri. Siap demo kalau lembaga legislatif ini tidak segera Perdakan,” ancamnya. []