Massa aksi membentangkan sejumlah poster berisi desakan kepada pihak kepolisian dari Polda Papua untuk segera ungkap teror bom molotov di kantor redaksi Jubi, 16 Oktober 2024 dini hari. (Dok. AWP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Tiga bulan berlalu sejak kejadian 16 Oktober 2024, kasus pelemparan bom molotov ke kantor redaksi Jubi di Waena, kota Jayapua, Papua, belum juga terungkap. Polda Papua belum umumkan pelakunya, kendati dua orang pelempar bom molotov terekam closed-circuit television (CCTV).

Belum diungkap siapa pelakunya hingga kini meninggalkan pertanyaan besar tentang efektivitas penegakan hukum di Tanah Papua, khususnya terkait perlindungan kerja-kerja jurnalistik. Kasus tersebut menjadi ujian tersendiri bagi Polda Papua bersama Polresta Jayapura Kota, Polsek Heram, Densus 88 Anti-Teror, dan Satgas Damai Cartenz.

Hal ini dikemukakan Simon Pattiradjawane, ketua Perkumpulan Bantuan Hukum Pers (PBHP) Tanah Papua, menyikapi masih belum terang benderangnya kasus bom molotov itu.

Simon menyatakan, seharusnya kasus ini sudah diungkap dengan cepat mengingat beberapa bukti berupa rekaman CCTV maupun kesaksian enam saksi mata di tempat kejadian perkara (TKP) dapat memudahkan proses pengungkapannya.

“Tetapi sampai sekarang sudah tiga bulan lebih ini pelakunya belum juga diumumkan. Satu kasus besar yang terjadi di tengah kota, tetapi kenapa belum juga diungkap?” ujarnya, dilansir Jubi.id, Selasa (14/1/2025).

ads

Pengungkapan kasus ini menurut Simon, sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum di Tanah Papua.

“Polda Papua punya bukti cukup. CCTV merekam dua orang pelaku, ada barang bukti di lokasi, dan ada saksi yang memberikan keterangan. Kenapa pelakunya belum juga diumumkan?,” ujar Pattiradjawane.

Pada Desember 2024 lalu, Polda Papua sempat berjanji akan mengumumkan pelaku sebelum Natal. Tetapi hingga pertengahan Januari 2025, janji itu belum terealisasi. Hal ini semakin menambah kekecewaan di kalangan jurnalis dan organisasi masyarakat sipil di Papua.

Baca Juga:  Dinilai Langgar Aturan, PBHKP Gugat Pansel DPRP PBD ke PTUN Jayapura

Lucky Ireeuw, koordinator Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua sekaligus ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota Jayapura, mengungkapkan rasa frustrasinya. Lucky menyebut penanganan kasus ini semakin tak jelas meski bukti yang ada sudah terang.

“Polisi berjanji memberikan kado Natal 2024 dengan mengungkap pelaku. Kenyataannya, sampai hari ini belum ada hasil. Arahnya malah semakin kabur. Padahal, ini bukan kasus kecil,” ujarnya.

Ireeuw menyebut lambannya pengungkapan kasus ini telah menciptakan keresahan di kalangan jurnalis di Papua.

“Pelemparan bom molotov ini bukan hanya ancaman terhadap media Jubi, tetapi juga terhadap kebebasan pers dan pekerjaan kemanusiaan di Tanah Papua,” kata Lucky.

Kritik Tajam dari Komnas HAM

Kasus teror terhadap pekerja media dengan sasaran kantor redaksi Jubi mendapat kritikan tajam dari Frits Ramandey, kepala kantor Komnas HAM Perwakilan Papua.

Menurut Frits, ketidakmampuan Polda Papua mengungkap kasus ini sebagai kemunduran institusi. Ia menyatakan, kasus kejahatan ini tidak boleh dianggap enteng, mengingat ancamannya tidak hanya kepada media, tetapi juga pada hak publik untuk mendapatkan informasi.

“Kasus bom molotov di kantor Jubi itu kejahatan multidimensi. Kalau sudah ada bukti cukup, tetapi tidak diungkap, artinya negara membiarkan potensi kejahatan teroris berkembang,” ujarnya.

Ramandey juga menyoroti peran Densus 88 Anti-Teror dalam penyelidikan ini. Menurutnya, dengan keterlibatan unit khusus tersebut, seharusnya kasus ini bisa diselesaikan dengan cepat.

“Kita punya institusi kepolisian dengan sumber daya yang mumpuni. Ini adalah ujian bagi Polda Papua untuk menunjukkan kemampuan mereka,” ujar Frits.

Baca Juga:  Empat Unsur Pimpinan DPRP Papua Pegunungan Dilantik, Elopere: Siap Perjuangkan Aspirasi Rakyat

Kekecewaan atas lambannya penanganan kasus ini dilontarkan Jean Bisay, pemimpin redaksi Jubi. Ia bahkan tegaskan, Polda Papua telah ingkar janji.

“Polda Papua tipu kita,” kata Jean Bisay dengan nada kesal.

Jean mendesak kasus ini segera serius ditangani. Sebab jika terus berlarut-larut, ia prediksi publik akan kehilangan kepercayaan pada institusi kepolisian.

“Kalau molor terus, saya bisa bilang polisi tidak serius. Kalau begini, bukan tidak mungkin kasus ini tidak akan pernah diungkap,” ujar Bisay.

Simon Pattiradjawane juga menekankan pentingnya pengungkapan kasus ini untuk melindungi kebebasan pers di Tanah Papua.

“Kita harus tahu siapa pelakunya, apa motifnya, dan tujuannya. Ini bukan kasus yang kecil atau tersembunyi. Kalau yang sudah terang saja tidak diungkap, bagaimana dengan kasus lainnya?” kata Simon.

Berdasarkan laporan polisi dengan nomor LP/B/128/X/2024/SPKT/Polda Papua, kasus pelemparan bom molotov ini terjadi pada 16 Oktober 2024 sekitar pukul 03.15 WP. Dua orang pelaku yang terekam CCTV melemparkan bom molotov ke kantor redaksi Jubi di jalan SPG Teruna Bakti, Waena. Akibatnya, dua mobil operasional Jubi terbakar, menyebabkan kerugian hingga Rp300 juta.

Di TKP, polisi menemukan serpihan botol kaca dan kain yang diduga digunakan sebagai sumbu bom molotov. Meski bukti sudah jelas, pengungkapan kasus ini tampaknya tidak semudah yang diharapkan.

Kredibilitas Penegak Hukum

Kasus pelemparan bom molotov ke kantor redaksi Jubi adalah ujian nyata bagi Polda Papua dalam menjaga kredibilitas mereka. Publik kini menunggu tindakan tegas dan profesional dari aparat kepolisian.

“Negara tidak boleh kalah dengan kejahatan. Jika kasus ini tidak diselesaikan, maka akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Papua,” kata Frits Ramandey.

Baca Juga:  Diskriminasi Terhadap Mahasiswa Papua Tumbuh Subur di Universitas Mataram

Masyarakat, terutama komunitas pers, terus mendorong kepolisian untuk mengungkap pelaku dan motif di balik teror ini. Hanya dengan pengungkapan kasus secara transparan, kepercayaan publik terhadap kepolisian dapat dipulihkan.

Polda Papua sendiri menyatakan agak kesulitan untuk mengungkapnya karena hingga kini penyidik belum mendapatkan alat bukti yang valid.

Pernyataan Kapolda Papua Irjen Pol Petrus Patrige Rudolf Renwarin, sebagaimana dilansir Cenderawasih Pos, mengaku masih kesulitan untuk mengungkap lantaran penyidik belum mendapatkan alat bukti yang valid meski memang telah mengantongi sejumlah bukti seperti saksi yang melihat langsung kejadian, saksi yang melihat kedua terduga pelaku melintas di sekitar TKP usai kejadian maupun bukti petunjuk berupa rekaman CCTV di sekitar TKP.

Kapolda Papua, hal tersebut belum bisa dijadikan sebagai dasar untuk mengiring kasus teror tersebut ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu penetapan tersangka.

“Sampai saat ini sudah ada enam saksi yang dimintai keterangan, juga rekaman CCTV, tetapi ini belum cukup untuk menetapkan tersangkannya,” kata Renwarin kepada wartawan, Kamis (9/1/2025).

Kapolda mengatakan, dari rekaman CCTV memang terlihat ada dua orang pria menggunakan sepeda motor, namun bukti tersebut belum bisa memberikan kepastian hukum lantaran kendaraan yang digunakan belum ditemukan.

“Inilah yang sampai saat ini kami kewalahan, karena kendaraan yang digunakan terduga pelaku belum bisa kami dapatkan,” ujarnya sembari meminta publik tetap bersabar karena proses penyelidikannya sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. []

Artikel sebelumnyaSupaya Warga Kembali ke Rumah, Pasukan Militer Harus Ditarik dari Distrik Oksop
Artikel berikutnyaRatusan Anak di Batdey Raya Mau Belajar, Pemkab Tambrauw Belum Seriusi Pendidikan