
SORONG, SUARAPAPUA.com — Prevalensi kasus HIV dan AIDS kota Sorong, Papua Barat Daya, selama tahun 2024 meningkat. Jumlah orang meninggal dunia akibat kasus HIV dan AIDS kota Sorong selama setahun kemarin sebanyak 482 jiwa.
Jenny Isir, pelaksana tugas (Plt) sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) kota Sorong, mengatakan, jumlah kasus HIV terus meningkat dikarenakan masih rendahnya pengetahuan masyarakat dan kesadaran populasi kasus dalam penggunaan kondom yang konsisten. Selain itu, perkembangan kasusnya terus meningkat juga disebakan oleh meningkatnya populasi kunci yaitu WPS (Wanita Pekerja Seks) terutama WPS jalanan yang sulit dijangkau.
“Hal tersebut dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan melalui layanan VCT di kota Sorong, bahwa jumlah kasus HIV dan AIDS sampai dengan bulan Desember 2024 sudah bertambah menjadi 4.016 kasus. Sebelumnya pada Oktober 2024 tercatat 3.945 kasus. Kasus HIV pada laki-laki 1.120 kasus dan perempuan 1.715 kasus, sedangkan stadium AIDS laki-laki 619 dan perempuan 469,” bebernya kepada Suara Papua, Sabtu (25/1/2025).
Kata Jenny, ada kasus orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang meninggal dunia dicatat dan dilaporkan dari rumah sakit dan Puskesmas, tetapi banyak juga yang tak diketahui.
“428 ODHA meninggal itu yang dicatat dan dilaporkan dari rumah sakit dan Puskesmas, sedangkan yang meninggal dan tidak diketahui oleh rumah sakit dan Puskesmas, maka tidak dicatat dan tidak dilaporkan. Angka kematiannya terus meningkat,” jelas Jenny melalui pesan WhatsApp.
Ia mengungkapkan, situasi dan perkembangan HIV dan AIDS di kota Sorong yang terus meningkat juga disebabkan oleh meningkatnya populasi kunci yaitu WPS jalanan yang sulit dijangkau. Apalagi lelaki seks dengan lelaki (LSL) yang paling banyak saat ini adalah anak muda berusia sekolah, termasuk Waria.
Bahkan menurut Jenny Isir, terjadi peningkatan lantaran banyak tempat-tempat hiburan (cafe, bar, panti pijat, dan lokalisasi) serta tempat umum lainnya, seperti hotel, penginapan, rumah barak, dan indekos.
Sementara itu, Hermanus Kalasuat, S.KM, M.Kes, kepala Dinas Kesehatan kota Sorong, mengatakan, kasus HIV dan AIDS di kota ini dari sisi jumlahnya terus meningkat hingga sangat memprihatinkan, sehingga kegiatan koordinasi terus dilakukan dalam rangka menuju ending AIDS tahun 2030.
Dijelaskan, berdasarkan Permenkes nomor 23 tahun 2022 tentang pencegahan dan pengendalian HIV dan AIDS yaitu three zero, tidak ada infeksi HIV yang baru, tidak adanya kematian akibat AIDS, dan tidak adanya diskriminasi terhadap ODHA yang mana 95% ODHA mengetahui status, 95% ODHA mendapatkan ARV, dan 95% ODHA on ART mengalami supervisi.
Untuk itu, kata Hermanus, pihaknya bekerjasama dengan KPA melakukan koordinasi dengan berbagai stakeholder dan mitra untuk membicarakan upaya penurunan angka HIV dan AIDS di kota Sorong.
“Koordinasi dilakukan karena di awal tahun 2025 ini kita mulai untuk kumpulkan semua pimpinan OPD dan semua stakeholder serta mitra dalam rangka menuju ke eliminasi HIV dan AIDS pada tahun 20230. Tentunya sebuah pekerjaan yang tidak mudah. Pekerjaan ini bersama, KPA, Puskesmas, rumah sakit, LSM dan masyarakat. Semua terlibat dan memiliki rasa tanggungjawab yang besar, karena bicara HIV dan AIDS itu memang dari sisi jumlah dan kasus di kota Sorong sudah sangat memprihatinkan,” tuturnya saat diwawancarai wartawan di rumah makan Dofior, kota Sorong, Jumat (24/1/2024).
Solusi yang bisa dilakukan, lanjut Hermanus Kalasuat, perlu strategi tepat untuk menurunkan angka HIV dan AIDS di kota Sorong. Antara lain dengan cara membangun koordinasi bersama berbagai pihak dalam rangka menetapkan strategi tepat demi menekan laju angka penularan kasus HIV dan AIDS tersebut.
“Kegiatan koordinasi dilakukan dalam rangka membangun sinergitas. Koordinasi dengan semua stakeholder. Kita bicara bersama tentang strategi-strategi apa yang bisa dilakukan hari ini dan kedepan. Supaya paling tidak, sedikitnya kita berusaha menekan atau mengurangi tingginya angka penularan HIV dan AIDS di kota Sorong,” ujar Kalasuat. []