Oleh: Yefta Lengka*
*) Penulis adalah aktivis kemanusiaan asal Wamena, Papua Pegunungan
Haleluya puji Tuhan tidak berarti selagi hutan Papua dirampok, tanah Papua dirampas dan manusia Papua dibantai habis-habisan oleh militer Indonesia, minuman keras (Miras), narkoba, HIV-AIDS, dan perang suku.
Manusia Papua tidak bisa hidup tanpa hutan dan tanah. Tetapi hutan dan tanah tetap hidup hingga kiamat. Manusia Papua tanpa hutan dan tanah adalah hampa.
Ratusan ribu hektar hutan dan tanah adat habis setiap tahun. Ribuan nyawa orang Papua melayang setiap tahun di tangan militer Indonesia, miras dan narkoba, HIV-AIDS, dan perang suku.
Seharusnya setiap mimbar Gereja di Tanah Papua tidak hanya berbicara tentang Tuhan. Melainkan berbicara tentang perlindungan tanah, hutan dan manusia Papua dari ancaman genosida, ekosida dan etnosida.
Perampok tanah dan hutan adat tidak pernah peduli dengan kerusakan lingkungan, ras, agama, suku, pendidikan dan latarbelakang anda. Apalagi kemanusiaan. Mereka hanya memikirkan tentang pencapaian kekayaan atau keuntungan.
Itulah sebabnya, pendeta, gembala, pastor, katekis, guru sekolah minggu, pemuda gereja, AMKI, OMK, seharusnya meneladani Yesus Kristus. Mereka harus berbicara secara jujur, terbuka secara terang-benderang tentang perlindungan tanah, hutan dan manusia Papua. Sebab di dalam gereja semua umat dari berbagai latarbelakang, umur, jenis kelamin, jabatan, dan lain sebagainya akan berkumpul.
Yesus Kristus memilih posisi yang jelas bahwa Ia memilih di pihak orang-orang lemah, janda, yatim-piatu, terbelakang, dan orang-orang yang dianggap bodoh oleh dunia. Ia memilih metode yang praktis dan sederhana. Dan Ia memakai orang-orang sederhana untuk mematahkan kesombongan dan keangkuhan setan.
Gereja harus menyediakan tempat bagi orang-orang yang merasa terancam. Takut. Sedih. Patah hati. Stres. Dan lain sebagainya akibat hutan mereka dirampok. Tanah mereka dirampas, dan keluarga mereka ditembak mati, menjadi rusak karena Miras dan Narkoba atau perang suku. Maksudnya, setiap gereja di Tanah Papua harus menjadi mediator dan fasilitator dalam menjalankan misi Tuhan di muka bumi.
Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang peduli dengan kemanusiaan tanpa pandang ras, usia, pendidikan, latar belakang, agama dan denominasi. Gereja harus berfokus pada nilai kemanusiaan yang diciptakan oleh Tuhan Allah. Gereja harus menyatakan Kristus melalui aksi kemanusiaan.
Gereja yang kuat dan mandiri adalah gereja yang melindungi tanah dan hutan adat. Gereja memiliki kewajiban untuk melindungi tanah dan hutan adat di Tanah Papua. Sebab, semua orang Papua bergantung pada tanah dan hutan adat di Tanah Papua tanpa terkecuali. Tidak ada tanah dan hutan adat, maka tidak ada manusia.
Gereja dan mimbarnya tidak bisa diambil alih oleh setan untuk membunuh dan membinasakan umat Tuhan dengan iming-iming harta, jabatan, dan kekayaan dalam bentuk apapun.
Gereja dan mimbarnya tidak boleh menganggap dirinya suci dan menghindari problematika yang dihadapi oleh umat, Sebab tanpa jemaat, gereja bukanlah sebuah gereja atau suatu denominasi.
Gereja dan mimbarnya hadir karena masalah. Itulah sebabnya, masalah itu harus dibicarakan dalam gereja dan mimbarnya.
Saya meyakini bahwa gereja dan pemerintah adalah sebuah mesin yang bekerjasama untuk kepentingan kemanusiaan. (*)
Tanah Huwula, 4 Januari 2025