SORONG, SUARAPAPUA.com — Pemerintah kabupaten Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya, diminta lebih transparan dalam penggunaan anggaran agar tak lagi berutang di bidang tertentu yang hanya akan merusak citra di mata publik.
Hal itu ditegaskan George Ronald Konjol, wakil ketua Dewan Adat Papua (DAP) wilayah III Domberai, menyusul belum dibayarkan hak-hak dari tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit umum daerah (RSUD) Scholoo Keyen kabupaten Sorong Selatan.
George menyebut persoalan hak tenaga kesehatan yang belum terbayarkan dan utang Pemkab Sorong Selatan di Bulog kini menjadi perhatian publik di provinsi Papua Barat Daya, terutama masyarakat kabupaten Sorong Selatan.
“Pemerintah kabupaten Sorong Selatan harus transparan penggunaan anggaran, sebab persoalan yang dihadapi saat ini sudah menjadi perhatian publik,” ujar George Ronald Konjol saat diwawancarai Suara Papua di Sorong, Sabtu (1/2/2025) malam.
Tenaga kesehatan di RSUD Scholoo Keyen melakukan mogok kerja sejak 29 Januari hingga 1 Februari 2025 lantaran hak mereka sejak November 2024 hingga Januari 2025 belum direalisasikan.
Selain itu, kata George, pemerintah juga telah menunggak pembayaran beras Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bulog senilai Rp2,1 Miliar.
“Jika Pemkab Sorong Selatan tidak transparan dan menyelesaikan permasalahan itu, maka citra pemerintah akan semakin buruk di mata publik terutama di pemerintah provinsi dan pusat,” ujarnya.
Utang Pemkab Sorsel di Bulog Tembus Rp2,1 M
Dilansir jubi.id, Pemkab Sorong Selatan harus menyelesaikan piutang kepada Bulog sebesar Rp2,16 miliar.
Dedy Wahyudi, Kepala Bulog KC Teminabuan, mengungkapkan, berdasarkan berita acara rekonsiliasi piutang antara Bulog Teminabuan dan Pemkab Sorsel pada 1 April 2022, utang tersebut menjadi tanggung jawab Pemkab Sorsel.
Kata Dedy, rekonsiliasi telah dilakukan pada tahun 2022 dan Juli 2023. Tetapi sebelum rekonsiliasi, Pemkab Sorsel melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mengeluarkan surat tanggapan yang tidak mengakui sebagian piutang dari selisih harga beras tahun 2015 hingga 2017, yang mencapai Rp1.594.630.180. Pemkab hanya mengakui utang rutin tahun 2018 sebesar Rp759.214.860.
Pada Desember 2022, Pemkab telah membayar Rp180.599.880, sehingga masih tersisa Rp569.605.684.
Secara rinci, tunggakan yang masih menjadi perdebatan meliputi Rp456.937.490 dari tahun 2015, Rp617.696.670 dari tahun 2016, Rp591.998.020 dari tahun 2017, dan Rp569.605.684 dari tahun 2018, dengan total keseluruhan utang mencapai Rp2.164.235.864.
Dedy mengaku pihaknya telah melakukan koordinasi dengan sekretaris daerah (Sekda) Sorsel terkait pembayaran utang tersebut.
Namun, Pemkab meminta waktu untuk berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna mendapatkan petunjuk dan rekomendasi pembayaran, mengingat laporan keuangan dari 2015 hingga 2021 telah diperiksa BPK.
“Kami berharap ada solusi pembayaran dalam waktu dekat agar masalah ini bisa segera diselesaikan,” imbuhnya. []