Mengerjakan Apa yang Dicari, Mencari Apa yang Diimpikan

0
139

Oleh: Daniel Randongkir*
*) Aktivis dan rekan almarhum Yones Douw tinggal di Jayapura

Tulisan ini merupakan refleksi pribadi saya tentang perjalanan panjang para pembela hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua.

Kabar duka tentang berpulangnya sobat Yones Douw, tentu saja mengejutkan banyak orang di Papua. Yones yang selama ini dikenal sebagai pegiat HAM di Tanah Papua, telah menghabiskan lebih dari tiga dekade hidupnya untuk membela korban pelanggaran HAM sebagai akibat dari konflik berkepanjangan di Tanah Papua.

Sekitar bulan Mei 1999, Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM) Papua menyelenggarakan suatu Lokakarya dan Pelatihan Investigasi kepada kurang lebih 30-an relawan yang berasal dari berbagai daerah di Papua. Yones saat itu menjadi salah seorang peserta kegiatan yang berasal dari wilayah Nabire, bersama dengan (alm) Lukas Marey dan (alm) Fredy Sapari. Saya bertemu dengan Yones dalam kegiatan tersebut.

Saat itu banyak hal yang didiskusikan, terutama terkait dengan kondisi sosial-politik di Papua pasca tumbangnya rezim Soeharto pada Mei 1998. Semua peserta sangat antusias menyampaikan dinamika sosial yang terjadi di wilayah masing-masing.

ads
Baca Juga:  Pemerintah Indonesia Membunuh Masa Depan Anak-anak Papua Dengan Program Makan Siang Gratis

Setelah kegiatan tersebut, kami lalu intensif melakukan komunikasi yang berkaitan dengan pelaporan dan advokasi korban pelanggaran HAM. Isu-isu yang berkembang seputar tuntutan pemisahan diri (Papua Merdeka), pengakuan terhadap eksistensi masyarakat adat dan pemenuhan hak-hak dasar orang Papua baik pendidikan maupun kesehatan, telah menjadi tema yang mengemuka di Papua. Tentu saja kondisi pasca reformasi telah menimbulkan ketegangan antara masyarakat dan aparat keamanan.

Fasilitas komunikasi yang tersedia saat itu masih minim, umumnya terdiri dari telepon flat dan mesin facsimile, dengan layanan internet baru tersedia pada beberapa kota besar di Papua. Namun keterbatasan fasilitas komunikasi tidak menyurutkan semangat untuk terus berkomunikasi, membuat pelaporan dan melakukan pendampingan hukum. Angka kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua meningkat drastis dalam rentang waktu 1998-2002.

Menyikapi situasi Papua yang terus bergolak dan berdampak pada meningkatnya kekerasan dan pelanggaran HAM, muncul inisiatif baru dari kalangan rohaniawan, akademisi, pegiat HAM, masyarakat adat dan pegiat politik untuk menciptakan perdamaian di Tanah Papua.

Baca Juga:  Klasis GKI Sentani, Klasis Tertua dan Klasis Pertama di Seluruh Wilayah Uzv-Papua

Beberapa kegiatan seperti Konferensi Perdamaian Papua (1999), Musyawarah Besar Masyarakat Adat Papua (1999) dan Kongres Rakyat Papua Kedua (2000), menjadi momentum yang baik dalam mendorong gagasan perdamaian di Tanah Papua.

Situasi tersebut mendorong relawan dan jejaring kerja ELSHAM mengambil peran yang lebih banyak, selain melakukan monitoring, investigasi dan advokasi, juga terlibat dalam proses penguatan dan konsolidasi masyarakat sipil di Tanah Papua agar mekanisme demokrasi secara damai dan bermartabat dalam mengemukakan pendapat.

Sementara di wilayah Nabire dan kabupaten sekitarnya (Deiyai, Paniai, Dogiyai dan Intan Jaya), Yones memainkan peran kunci dengan mendorong proses advokasi HAM sekaligus misi mewujudkan perdamaian di Tanah Papua.

Sebagaimana rekan-rekan ELSHAM Papua di wilayah lainnya, keterlibatan Yones dengan berbagai pemangku kepentingan justru menimbulkan kecurigaan dari masing-masing pihak yang berbeda pendapat. Pihak pro kemerdekaan Papua mencurigai Yones sebagai ‘kaki tangan’ pemerintah Indonesia, sebaliknya pihak pro integrasi mencurigai Yones sebagai ‘kaki tangan’ pro kemerdekaan.

Baca Juga:  Makan Siang Gratis Dengan Minuman dan Makanan Kemasan Merusak Daya Tangkap Anak

Sejak terbentuknya Jaringan Damai Papua pada 2010, Yones kemudian bergabung dan turut mendorong upaya mewujudkan perdamaian di Tanah Papua. Yones tidak pernah putus asa dalam membangun komunikasi lintas agama, lintas etnis dan lintas generasi, demi mewujudkan perdamaian di Tanah Papua.

Melihat pada sumbangsih besar dan pengabdian yang telah diberikan oleh Yones selama hidupnya, terasa sangat sulit untuk mencari pengganti yang sepadan. Sebagai rekan yang lebih dari 25 tahun menjalin hubungan persahabatan dan membina kerja sama dengan Yones, saya sangat merasa kehilangan.

Yones telah mengerjakan apa yang dicari oleh orang Papua berkaitan dengan advokasi HAM dan upaya membangun perdamaian di Tanah Papua. Namun demikian, Yones masih terus mencari keadilan dan perdamaian hingga akhir hayatnya.

Selamat jalan sobat Yones, sampaikan salam buat semua teman yang sudah lebih dulu pergi.

Artikel sebelumnyaBesok Sore di Stadion Mandala Jayapura, Persipura Siap ‘Lipat’ Persipa
Artikel berikutnyaPresiden Prabowo Diminta Untuk Menghentikan Pelanggaran HAM di Papua Barat