Presiden Prabowo Diminta Tarik Aparat TNI Dari Distrik Kroptak Nduga

0
7
Tim kemanusiaan ketika meninjau rumah-rumah warga distrik Koroptak yang terbakar. (Supplied for Suara Papua)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Nduga kota studi Makassar desak Panglima TNI Agus Subianto bertanggung jawab atas operasi militer di distrik Kroptak, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. 

Mahasiswa Papua di Makassar mengatakan, akibat dari operasi tersebut telah mengakibatkan pembakaran sejumlah rumah warga sipil, pembakaran gedung ibadah, serta pembunuhan hewan peliharaan milik warga setempat.

Oleh sebab itu Kemi Telenggen, Ketua HPM-N kota studi Makassar mendesak Panglima TNI dan seluruh jajarannya untuk menghentikan segala bentuk intimidasi, teror, dan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersalah di wilayah Nduga dan tanah Papua secara keseluruhan.

“Tugas pokok TNI sudah diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004. Di situ sangat jelas yakni melindungi bangsa dan negara, bukan membunuh rakyatnya, bukan membakar gereja yang dimiliki rakyat, bukan membakar rumah-rumah warga sipil, apalagi menjadikan gereja sebagai pos militer!” tegas Telenggen.

Baca Juga:  MRP Papua Tengah Mengakui Masyarakat Menolak Program Makan Siang Gratis

Ia mengatakan atas kejadian itu, mahasiswa asal Nduga yang orang tuanya menjadi korban mengaku marah dan kecewa terhadap tindakan oknum aparat TNI yang terlibat dalam tindakan kesewenang-wenangan itu.

ads
Mahasiswa Nduga di Kota Makassar ketika memegang sejumlah poster bertuliskan penolakan kehadiran aparat TNI di Ndgua. (Supplied for SP)

Menurutnya kejadian itu terjadi pada tanggal 7 Desember 2024 di distrik Kroptak, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.

 

Hingga saat ini kata dia aparat TNI masih menduduki pemukiman warga, menambah ketakutan dan penderitaan bagi masyarakat setempat.

Dikatakan kehadiran aparat TNI di Distrik Kroptak tidak membawa rasa aman dan damai, melainkan menciptakan malapetaka dan ketidakstabilan bagi warga sipil.

Oleh karena itu, Ketua HPM-N kota studi Makassar mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk segera turun tangan melindungi warga sipil yang saat ini mengungsi di mana-mana dan memeriksa tindakan sewenang-wenang aparat di wilayah tersebut.

Baca Juga:  Audiensi dengan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Papua, Wabup Lanny Jaya: Fokus Kembangkan Potensi Daerah

“Kami meminta dengan tegas kepada Panglima TNI untuk bertanggung jawab atas operasi militer yang membawa malapetaka bagi warga sipil. Kami minta segera tarik pasukan TNI non-organik dari wilayah Distrik Kroptak,” tukasnya.

HPM-N Kota Studi Makassar menegaskan bahwa mereka akan terus memperjuangkan keadilan dan keamanan bagi masyarakat Nduga dengan bentuk apapun serta mendesak agar kekerasan terhadap warga sipil segera dihentikan.

Sebanyak 2.000 jiwa mengungsi
Sedikitnya 2.000 jiwa di distik Koroptak, kabupaten Nduga, Papua Pengunungan, mengungsi ke hutan tanpa mendapatkan penanganan serius dari pemerintah dan pemerhati kemanusiaan.

Pengungsi warga masyarakat Kroptak, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. (Supplid for SP)

Dari ratusan warga yang mengungsi itu, terdapat 65 orang balita (bayi dibawah lima tahun), 8 orang ibu hamil, 5 orang pasien darurat (sakit keras), dan 15 orang lanjut usia (lansia). Mereka warga 6 kampung: Miniem, Kroptak, Komoroam, Pesat, Gol, dan Golparek.

Baca Juga:  Trada Petugas dan Obat di Pustu Warmandi, Masyarakat Memilih Berobat Secara Tradisional

Sumber warga setempat melaporkan, pengungsian berawal pasca penyerangan dan pembakaran rumah milik warga sipil di distrik Koroptak pada 7 Desember 2024 sekira Pukul 05.00 WIT. Penyerangan dari udara menggunakan 5 helikopter setelah kunjungan Panglima TNI ke Kenyam, ibu kota kabupaten Nduga, 5 Desember 2024.

Tanggal 7 Desember 2024, pasukan militer melakukan operasi penyisiran. Sedikitnya 13 rumah milik warga hangus. Beberapa fasilitas warga rusak. Ternak milik warga juga sasaran. Tidak ada korban jiwa dalam penyerangan di distrik Koroptak.

Meski begitu, sejak 7 Desember 2024 sampai sekarang, pasukan TNI masih menguasai 6 kampung. Rumah warga dijadikan pos militer. Satu pos dibangun di rumah kepala kampung Pesat, juga dua pos lainnya di ujung lapangan Lendumu.

Artikel sebelumnyaSolidaritas Pelajar WP Gelar Aksi Penolakan Program MBG di Sejumlah Kota di Tanah Papua
Artikel berikutnyaAske Mabel Akhirnya Ditangkap Tim Damai Cartenz