KSTHMP Ingatkan Kepala Daerah yang Dilantik Wajib Berpihak Pada Masyarakat Adat dan Lingkungan

0
13
Sejumlah pemuda adat Papua yang tergabung dalam Konferensi Selamatkan Tanah, Hutan dan Manusia Papua (KSTHMP) membentangkan spanduk di Tugu Paw Bili Km 18, kota Sorong, Papua Barat Daya. (Dok. KSTPHMP for Suara Papua)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com— Sejumlah pemuda adat Papua yang tergabung dalam Konferensi Selamatkan Tanah, Hutan dan Manusia Papua (KSTHMP) menyerukan tanda peringatan terhadap kepala daerah terpilih di tanah Papua dan provinsi Papua Barat Daya dalam momentum pelantikan kepala daerah serentak yang dilangsungkan di Istana Negara Jakarta pada, Kamis (20/2/2025).

Koordinator umum KSTHMP Fiktor Klafiyu dalam mementum pelantikan kepala daerah ini memperingatkan mereka agar mempunyai tanggung jawab moral untuk menghadirkan keadilan bagi masyarakat adat Papua dan lingkungan hidup di tanah Papua.

Setiap kepala daerah di tanah Papua harus memberikan kebijakan yang mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat di atas tanah beserta isinya dari laut, daratan hingga udara.

“Pemerintah daerah yang telah terpilih juga harus memiliki komitmen, dan moral untuk hutan Papua dan menegakkan keadilan bagi masyarakat di tanah Papua,” kata Klafiyu dalam pernyataanya kepada suarapapua.com pada, Kamis (20/2/2025).

Baca Juga:  Bupati dan Wakil Bupati Tambrauw Dilantik Presiden, Ini Harapan Kepala Distrik Fef

Katanya KSTHMP juga memperingatkan pemerintah daerah agar tidak ugal-ugalan dalam mengambil kebijakan yang merusak lingkungan.

ads

Harus adanya transparansi pembangunan di seluruh tanah Papua, jangan seperti pembangunan proyek strategis nasional atau PSN yang justru merugikan masyarakat adat  di tanah Papua dan seluruh wilayah Indonesia dengan melakukan penggusuran paksa seperti yang terjadi di Papua Selatan.

“Kami meminta gubernur terpilih di provinsi Papua Barat Daya harus mengedepankan kepentingan masyarakat adat dalam memberikan kebijakan, mulai dari mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak tradisional dan wilayah adat milik masyarakat adat di setiap komunitas adat di Papua Barat Daya,” tegasnya.

Koordinator Volunteer Greenpeace Indonesia basis Sorong, Soraya Do, mengatakan mereka sudah punya pengalaman pahit pada 2023-2024 tentang pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu yakni Hendrikus Woro, dan ‘Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua’ yang telah berjuang namun putusan Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi masyarakat adat Awyu.

Baca Juga:  Mahasiswa Puncak di Gorontalo Desak Panglima TNI Usut Kasus Mutilasi Tarina Murib

Hal ini dilakukan pihaknya dalam upaya mempertahankan hutan adatnya dari ekspansi korporasi sawit di Boven Digoel, Papua Selatan.

Anak muda Papua ketika bentangkan sejumlah spanduk selamatkan hutan dan masyarakat adat. (Supplid for SP)

Menurutnya, putusan tersebut menambah daftar panjang potret gelap penegakan hukum lingkungan dan perlindungan masyarakat adat Papua.

“Dalam kesempatan ini kami memberikan peringatan keras terhadap pemerintah daerah terpilih di seluruh tanah Papua dan khususnya di provinsi Papua Barat Daya agar tidak mengunakan jabatan atau kekuasaan untuk melemahkan perjuangan masyarakat adat dalam mempertahankan warisan budaya tradisional mereka, serta wilayah adat mereka di tanah Papua.”

“Kami anak muda Papua di seluruh Indonesia telah menyampaikan keresahan kami melalui tagar #Indonesia Gelap, #KaburAjaDulu adalah cerminan yang disediakan oleh generasi muda kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap berbagai masalah sosial dan ekonomi yang gagal ditangani.”

Baca Juga:  Kasus Bom Molotov di Kantor Jubi Dilimpahkan ke Denpomdam XVII, Pelaku Anggota TNI?

Hal itu terjadi akibat dari berbagai produk kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat adat dan malah cenderung untuk memenuhi kepentingan oligarki atas nama kepentingan rakyat untuk kemakmuran segelintir orang.

“Pemerintah sukanya bikin kebijakan serampangan, tidak transparan, tanpa landasan akademis, apalagi konsultasi kepada masyarakar adat. Terus pengesahannya juga mendadak dan tertutup. Suara dan kritik masyarakat malah dianggap angin lalu,” tuturnya.

Contohnya kata dia UU Cipta Kerja, yang mana apa yang dijanjikan nyatanya tidak terbukti.

Belum lagi revisi UU KPK, UU MInerba, dan yang lagi jalan RUU BUMN. Giliran RUU Masyarakat Adat dan RUU Perampasan Aset malah lebih dari dua dekade belum juga disahkan.

“Oleh sebab itu kami anak muda Papua mengajak semua masyarakat sipil untuk  terus memilih bersuara sebagai cara kita berjuang dalam mencintai Indonesia dan kalahkan monster oligarki,” pungkasnya.

Artikel sebelumnyaBupati dan Wakil Bupati Tambrauw Dilantik Presiden, Ini Harapan Kepala Distrik Fef
Artikel berikutnyaKlasis GKI Sentani, Klasis Tertua dan Klasis Pertama di Seluruh Wilayah Uzv-Papua