SORONG, SUARAPAPUA.com— Yayasan Bentang Alam Papua mengadakan simposium membahas perencanaan pembuatan Peraturan Daerah (Perda) masyarakat adat di Provinsi Papua Barat Daya di kota Sorong pada, Selasa (18/2/2025).
Simposium itu dilaksanakan Yayasan Bentang Alam Papua dengan melibatkan berbagai narasumber dari Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua Barat Daya, Dewan Adat Wilayah Tiga, Domberai, dan Unumuda sebagai perwakilan akademisi, pemerintah, dan tokoh perempuan.
Syaruddin Sambonnama, Pembina Yayasan Bentang Papua, menjelaskan simposium ini dilaksanakan dengan harapan masyarakat adat di PBD menyadari keindahan sumber daya alam, tetapi juga ancaman yang datang sehingga dengan adanya regulasi yang mengatur eksistensi masyarakat adat seperti Perda agar masyarakat tidak hanya menjadi korban, tetapi menjadi penjaga semua kekayaan alam yang Tuhan telah anugrahkan.
“Dari simposium ini, mencoba mengkaji secara ilmiah, apakah Raperda ini logis atau tidak. Dalam forum tadi berkembang bahwa Perda ini harus dimunculkan. Dari situ, kami akan tuangkan dalam konsultasi-konsultasi, baik bersifat komunal maupun kepada tokoh-tokoh kunci yang ada di masyarakat adat itu,” jelas Syaruddin kepada suarapapua.com, Selasa (18/2/2025).
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut kata dia telah mengumpulkan masyarakat adat, baik dari LMA, dewan adat Papua, dan kepala suku asli Papua.
Simposium merupakan forum untuk tokoh-tokoh hadir dan berbicara menyampaikan ide-ide dan gagasannya. Kemudian, tim akan mengkaji dan merumuskan hasil rumusan kemudian dikonsultasikan kepada tokoh-tokoh adat, lalu dibawa dalam forum adat yang namanya, para-para adat.
“Di dalam para-para adat, itulah semua komponen masyarakat akan berbicara. Mereka akan menyetujui akan atau menolak materi-materi yang dimuat di dalam draf Perda tersebut.”
“Jika para-para adat diputuskan bahwa ini harus ditindaklanjuti untuk pengesahan secara normal oleh negara, maka langkah selanjutya kami serahkan kepada pemerintah untuk pemerintah mengambil peran sebagai draf rancangan Perda inisiatif pemerintah,” tukasnya.
Syaruddin, berharap kolaborasi antara masyarakat adat dan pemerintah ini dapat melahirkan suatu regulasi yang mengatur tentang eksistensi masyarakat adat.
Mereka harus menghormati dan mendengarkan aspirasi daripada masyarakat ada, karena secara adat, ini secara defakto dan dejure, merekalah pemilik, pertuanan-pertuanan adat di atas tanah Provinsi PBD.
Rahman, S.STP., M.Si, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Papua Barat Daya berharap agar adanya naskah akademik tentang Perda perlindungan dan pengakuan masyarakat adat. Hal itu penting untuk menjadi rujukan utama pihak MRP dan DPRP agar bisa mendorongnya dalam meregulasi.
Kemudian kata dia melakukan sosialisasi ke rumah adat bukan mengundang masyarakat adat ke hotel.
“Naskah akademik tersebut yang akan menjadi rujukan utama MRP dan DPRP untuk mendorong regulasi. Regulasi apa yang menjadi kebutuhan orang asli Papua. Itulah yang dilakukan sosialisasi ke rumah adatnya, bukan diundang datang ke hotel.”
“Masyarakat tinggal di kampong, bagimana mereka mau datang mendengar. Bagimana menyusun perencanaan yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat adat,” pungkasnya Rahman dalam diskusi tersebut.