BeritaBenda Arkeologi Papua Tidak Dipindahkan

Benda Arkeologi Papua Tidak Dipindahkan

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Dewan Adat Papua (DAP) telah memastikan bahwa seluruh koleksi spesimen maupun fragmen benda arkeologi Papua yang rencananya akan dipindahkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ke Gedung Koleksi Hayati di kawasan Cibinong Science Center Jawa Barat, sepenuhnya masih tersimpan di kantor Balai Arkeologi Papua.

Kepastian itu diketahui setelah pengurus DAP melakukan kunjungan langsung dan bertemu dengan staf Kawasan Kerja Bersama (eks Balai Arkeologi) di Waena Kampung, Kota Jayapura pada, Kamis (20/2/2025).

“Masyarakat Adat Papua di berbagai daerah terus bertanya kepada kami tentang keberadaan benda-benda arkeologi yang tersimpan di Balai Arkeologi Papua, sehingga kami berinisiatif untuk berkunjung ke kantor Balai Arkeologi Papua agar memastikan bahwa benda tersebut tidak dipindahkan ke Cibinong,” ungkap Willem Rumaseb, Sekretaris Dewan Adat Papua (DAP).

Baca Juga:  Solidaritas Pelajar WP Gelar Aksi Penolakan Program MBG di Sejumlah Kota di Tanah Papua

Setelah bertemu dan berdialog dengan beberapa staf pengelola gedung eks Balai Arkeologi Papua, kata Rumasep, DAP memperoleh informasi bahwa sejak 2 Januari 2025, seluruh staf peneliti telah berkantor di Jakarta.

Staf yang saat ini bertugas hanya menjalankan fungsi perawatan koleksi benda arkeologi. Secara umum koleksi benda arkeologi masih terawat dalam kondisi yang baik, dengan jumlah yang diperkirakan mencapai 10.000 spesimen atau fragmen.

Benda-benda tersebut diperoleh dari hasil ekskavasi di beberapa wilayah seperti Kaimana, Maybrat, Raja Ampat, Wondama, Wamena, Jayapura, dan beberapa wilayah lainnya.

“Kami berterima kasih kepada pihak Balai Arkeologi yang telah melakukan riset dan merawat benda arkeologi Papua. Benda-benda ini sangat berarti bagi kami orang Papua, karena selain memiliki nilai sejarah dan identitas, juga memiliki nilai spiritualitas bagi kami,” jelas Dominikus Sorabut, Ketua DAP.

Baca Juga:  Emanuel Gobay: Pemerintah Tidak Punya HAM, Tetapi Berkewajiban Melindungi HAM

DAP berharap pemerintah dan masyarakat Adat dapat bersinergi dalam melakukan penelitian dan pelestarian cagar budaya maupun situs arkeologi sehingga bisa menjadi pusat informasi sejarah bagi generasi Papua di masa depan.

“Kami ingin agar pemerintah dapat membantu masyarakat Adat Papua dalam merawat, melestarikan sekaligus mengembangkan situs arkeologi di Papua, sehingga memberikan manfaat bagi orang Papua dan orang lain yang ingin belajar dan mengenal orang Papua,” pungkas Manfun Apolos Sroyer, Pemerintahan Adat DAP.

Namun demikian, DAP menilai terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama ke depan:

  1. Pemerintah Daerah perlu menetapkan regulasi terkait perlindungan situs dan benda arkeologi Papua, sekaligus menyiapkan infrastruktur pendukung seperti museum, konservatorium dan laboratorium, beserta tenaga ahli yang dapat mengelolanya.
  2. Pemerintah membangun komitmen bersama dengan masyarakat adat Papua agar tidak memindahkan spesimen maupun fragmen arkeologi Papua keluar dari Tanah Papua.
  3. Seluruh kegiatan riset arkeologi beserta hasil temuan harus dilakukan atas sepengetahuan Dewan Adat Papua dan dipublikasikan untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang tidak mengarah pada unsur eksploitasi bagi kepentingan apapun.
  4. Semua pihak harus mengakui dan menghargai seluruh spesimen dan fragmen benda arkeologi Papua sebagai aset dan warisan leluhur orang Papua yang tidak dapat diperdagangkan maupun diselundupkan dengan alasan apapun.
  5. Semua pemangku kepentingan di Papua agar dapat mendorong kerja sama dalam rangka pemajuan kebudayaan di Tanah Papua.
Baca Juga:  Trada Petugas dan Obat di Pustu Warmandi, Masyarakat Memilih Berobat Secara Tradisional

Terkini

Populer Minggu Ini:

Seluruh Tanah Papua Perlu Ada Sekolah Adat

0
“Kurikulum sekolah adat diantarnya bahasa dan sastra daerah, kesenian daerah, lingkungan alam atau ekosistem, adat istiadat daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, sejarah lokal, masakan tradisional, busana tradisional, nilai budaya lokal, kepemimpinan lokal, serta hukum adat dan konsekuensinya,” urai Gobai

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.