Refleksi Hari Perempuan Internasional, Negara Belum Akui Peran Mama Noken Papua

0
71

Oleh: Titus Pekei*
*) Penggagas Noken ke UNESCO, Peneliti dan Akademisi

Hari Perempuan Internasional atau International Woman’s Day yang diperingati setiap tahun tepat pada tanggal 8 Maret, memberikan kesempatan untuk merayakan perjuangan dan kontribusi perempuan di seluruh dunia, termasuk di Tanah Papua. Dalam konteks Papua, peran perempuan, terutama sebagai mama, ibu, dan perajin Noken, sangat vital dalam hampir semua aspek kehidupan.

Besarnya peran perempuan memang tidak hanya dalam aspek budaya saja, tetapi juga dalam hal perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat.

Pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ada kebijakan yang mendukung pemberdayaan perempuan Papua, meski tantangan tetap ada. Keberpihakan ini terlihat dalam beberapa kebijakan yang memberi perhatian pada pemberdayaan perempuan dan pengakuan terhadap peran perempuan Papua, termasuk dalam kerajinan Noken yang sudah mendunia.

Baca Juga:  Penting dan Tidaknya Program MBG, Apakah Bisa Terealisasi Secara Baik di Tanah Papua?

Namun, di masa pemerintahan presiden Joko Widodo cenderung lebih fokus pada pembangunan infrastruktur dan kebijakan makro yang belum sepenuhnya memperhatikan posisi dan kontribusi perempuan, khususnya perempuan Papua dalam proses pengambilan keputusan.

ads

Pasar Noken mama Papua tidak terjadi sekalipun presiden Jokowi pernah hadir meletakan dan meresmikan pasar mama Papua. Pasar khusus Noken pun tidak terjadi seperti di Timika.

Pemerintahan Merah Putih ala Prabowo Subianto telah memposisikan pentingnya kebudayaan dengan kementerian Kebudayaan, seperti pentingnya hak asasi manusia melalui Kementerian HAM, namun dalam pemberdayaan kemahiran kerajinan tangan masyarakat Papua akan mendapatkan tempat yang layak dan pantas kedepan, kembali kepada presiden dan menterinya, memerhatikan tepat sasaran atau bias belas kasihan elitis seperti yang sering terjadi dimana-mana.

Baca Juga:  Gastrocolonialism Dalam Program Makan Bergizi Gratis di Tanah Papua

Setelah Tanah Papua dimekarkan menjadi enam provinsi, keterwakilan perempuan dalam posisi strategis di pemerintahan tetap menjadi tantangan. Kendati pemekaran ini menciptakan peluang baru, perempuan Papua acapkali masih terpinggirkan dalam struktur birokrasi dan posisi politik yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa meski ada pemisahan administrasi wilayah, belum ada perubahan yang signifikan dalam pemberdayaan gender, khususnya dalam posisi penting di pemerintahan.

Perempuan Papua, entah dari suku mana pun, perlu mendapatkan tempat yang setara dalam setiap sektor kehidupan. Agar Papua berkembang dengan adil dan inklusif, perempuan harus terlibat dalam pengambilan keputusan, baik dalam politik, ekonomi, maupun budaya.

Baca Juga:  Beri 'Kami' Pendidikan Gratis, Bukan Makan Siang Gratis

Oleh karena itulah pemerintah harus lebih memperhatikan pemberdayaan perempuan Papua dengan memberikan akses yang lebih besar kepada mereka dalam pendidikan, kesehatan, dan peluang kerja yang lebih baik.

Pengakuan terhadap peran perempuan Papua sebagai mama, ibu, dan perajin Noken, memang perlu lebih dihargai dalam kerangka pembangunan daerah. Posisi mereka penting, bukan saja hanya dalam pelestarian budaya, tetapi juga dalam membangun ekonomi yang lebih kuat dan masyarakat yang lebih inklusif.

Mengakhiri tulisan singkat ini, saya mau menegaskan bahwa perempuan Papua memiliki peran yang tak bisa dikesampingkan dalam upaya kemajuan dan kesejahteraan daerah Papua pasca kebijakan pemekaran. (*)

Artikel sebelumnyaBERITA FOTO: Pembangunan SD di Kabupaten Tambrauw yang Mangkrak
Artikel berikutnyaKomnas TPNPB Sikapi Penyitaan Senjata dan Amunisi di Keerom