SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat di kelurahan Saoka, distrik Maladum Mes, kota Sorong, Papua Barat Daya, meminta pemerintah daerah menyediakan transportasi umum bagi anak sekolah karena bus sudah tak melayani anak-anak sekolah sejak pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 lalu.
Hosea Mantundoi, ketua RT 01 kelurahan Saoka, merasa prihatin dengan nasip anak-anak SMP dan SMA dari kelurahan Saoka dan kelurahan lain di sekitarnya jauh dari akses transportasi umum, sehingga kadang mereka tak masuk sekolah karena kurang mampu untuk membayar biaya ojek setiap hari.
“Kami minta provinsi sediakan transportasi umum untuk anak-anak sekolah. Bus sudah jarang pelayanan sejak Pilkada 2024 sampai sekarang. Di sini orang tua semua pendapatan rendah, jadi tidak bisa kasih uang setiap hari ke anak-anak untuk naik ojek. Akhirnya, biasa ada yang tidak ke sekolah. Kalau ada Bus, pasti anak-anak semangat untuk selalu ke sekolah,” kata Hosea saat ditemui Suara Papua, Rabu (12/3/2025).
Ia juga minta pemerintah kota Sorong membangun satu sekolah: Sekolah Menengah Pertama (SMP) di sana. Ini supaya memudahkan orang tua untuk memikirkan anak-anak mereka yang sekolah di SMA dan kuliah saja, sedangkan anak-anak lainnya bisa SMP dari sana agar tidak kesulitan transportasi lagi.
“Kami mau dibangun satu SMP di Saoka biar anak-anak tidak kesulitan transportasi dan orang tua fokus urus transportasi untuk anak-anak SMA saja. Tidak semua orang tua di sini mampu kasih uang transportasi setiap hari,” tutur Mantundoi.
Dari pengamatan Suara Papua, kebanyakan orang tua di kelurahan Saoka menamatkan pendidikan menengah ke bawah dengan aktivitas hari-harinya adalah petani dan nelayan. Pendapatan mereka tidak selalu ada, sehingga sulit untuk menopang anak-anak ke sekolah menggunakan jasa ojek jika tidak ada transportasi umum.
Kasus nyata di SMP PGRI kota Sorong. Anak-anak dari Saoka yang sekolah di SMP PGRI kota Sorong, sering alpa belasan bahkan puluhan hari tidak masuk sekolah. Ketika ditanya, alasanya karena kesulitan transportasi. Dari Saoka ke sekolah jaraknya 19,9 km. Sulit juga bila harus berjalan kaki tiap hari.
Aldi (12), bukan nama sebenarnya, siswa kelas 1 SMP PGRI jika dilihat absesinya satu bulan ia bisa alpa belasan hari dengan alasanya tidak ada bus yang melayani ke Saoka. Karenanya ia sering tidak ke sekolah.
“Dari rumah ke sekolah sangat jauh. Tidak ada transportasi umum. Bus juga sudah jarang sekali datang ke Saoka. Mau naik ojek, tapi mahal sekali. Mama dan bapak trada uang. Terpak sa tra sekolah,” ceritanya.
Situasi ini dibenarkan Rony Kirihio, warga kelurahan Saoka.
Kata Rony, transportasi umum bagi anak sekolah adalah masalah serius karena sering membuat anak-anak jarang ke sekolah, akhirnya absensinya penuh dengan alpa.
Selain itu, karena tak ke sekolah, mereka tak ikuti pelajaran dengan baik. Akibatnya, anak-anak kurang memahami pelajaran ketika ulangan kenaikan kelas ataupun ulangan mid semester.
“Transportasi umum masalah besar di Saoka dan Tanjung Kasuari. Anak-anak mau ke sekolah, bus trada. Sebelum Pilkada memang ada bus. Setelah itu sudah trada lagi. Kasihan anak-anak kami ini. Orang tua mampu yang setiap hari bisa kasih uang jajan dan uang ojek. Bagi orang tua yang trada uang, ya mau bagaimana lagi, terpaksa anak-anak tra bisa ke sekolah,” papar Rony. []