Masyarakat Terdampak PSN Deklarasikan Solidaritas Merauke Tolak Perampasan Tanah dan Ruang Hidup

0
213
Agustinus Guritno, Asisten I Setda provinsi Papua Selatan, Mugiyanto Sipin, Wamen HAM RI, Atnike Sigiro, ketua Komnas HAM RI, dan Teddy Wakum, ketua LBH Papua Pos Merauke dalam kegiatan konsolidasi solidaritas Merauke, 14 Maret 2025. (Elisa Sekenyap - Suara Papua)
adv
loading...

MERAUKE, SUARAPAPUA.com—  Suara penolakan dan perlawanan atas berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) bermasalah bergema dari Merauke, Provinsi Papua Selatan yang tengah disasar proyek cetak sawah dan kebun tebu warisan pemerintahan Presiden Joko Widodo, kini dilanjutkan Presiden Prabowo Subianto.

Deklarasi itu diserukan masyarakat adat dan rakyatyang menjadi korban sekaligus berjuang melawan kesewenang-wenangan program PSN dan berbagai proyek yang merusak lingkungan dan alam lainnya.

“Kami menuntut penghentian total PSN serta proyek-proyek atas nama kepentingan nasional lainnya yang jelas-jelas mengorbankan rakyat. Pelaku kejahatan-negara-korporasi wajib mengembalikan semua kekayaan rakyat yang dicuri dan segera memulihkan kesehatan dan ruang hidup rakyat di seluruh wilayah yang dikorbankan atas nama kepentingan nasional,” demikian bunyi petikan deklarasi yang dibacakan perwakilan rakyat dalam konferensi konsolidasi solidaritas Merauke yang dilaksanakan di Merauke, ibu kota Papua Selatan pada (14/3/2025) itu.

Deklarasi tersebut adalah hasil pertemuan Konsolidasi Solidaritas Merauke yang berlangsung pada 11 – 14 Maret 2025 di Kota Merauke.

Dalam 4 hari itu, dihadiri lebih dari 250 masyarakat adat dan masyarakat lokal terdampak PSN, serta pelbagai organisasi masyarakat sipil. Di mana mereka berkumpul untuk berbagi cerita tentang kejahatan negara korporasi dan kekerasan aparat militer dan polisi sebagai pengalaman kolektif.

ads

Warga yang hadir merupakan masyarakat terdampak proyek food estate Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Keerom – Papua, Merauke dan Mappi, Papua Selatan.

Baca Juga:  Sinode GKI dan Mitra UEM Gelar Penanaman Terumbu Karang di Pantai Harlem

Proyek Rempang Eco City di Kepulauan Riau, proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur,  proyek geothermal Poco Leok di Nusa Tenggara Timur,  industri ekstraktif Hutan Tanaman Energi dan bioenergi di Jambi, berbagai proyek PSN di Fakfak dan Teluk Bintuni Papua Barat, dan ekspansi perkebunan sawit di seluruh tanah Papua.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Sigiro yang hadir dalam deklarasi tersebut mengatakan, sepanjang 2020-2023, lembaganya menerima setidaknya 114 kasus aduan terkait dengan PSN yang diduga kuat melanggar HAM dalam berbagai bentuk.

Peninjauan lokasi PSN di Merauke. (Supplied)

Ia menyebutkan Komnas HAM juga telah menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada kementerian dan lembaga terkait.

“Pada kenyataannya rekomendasi Komnas HAM tidak selalu diikuti, tetapi sangat penting untuk membuat rekomendasi. Sebab kalau tidak, kami tidak melanjutkan apa yang menjadi keluhan masyarakat kepada pemerintah atau kepada pihak yang bertanggung jawab,” kata Atnike Sigiro usai deklarasi.

Namun demikian, kata Atnike, sebagai Komnas HAM, lembaganya perlu meminta maaf kepada masyarakat jika dirasa tak cepat dalam menghasilkan rekomendasi. Sebab lanjutnya, kasus-kasus yang diadukan acapkali lebih terkait dengan kebijakan, bukan dengan penegakan hukum.

Sementara, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Mugiyanto Sipin memilih tidak mendebat apa yang disampaikan para peserta.

Baca Juga:  DPR Papua Akan Memanggil Kapolda Papua dan Pangdam Cenderawasih Terkait Bom Jubi

“Saya tidak akan mendebat apa yang disampaikan bapak ibu dan kawan-kawan sekalian. Saya akan membungkus yang disampaikan sebagai masukan kami, karena itu memang tanggung jawab kami untuk kami bawa ke Jakarta dan koordinasikan dengan kementerian/lembaga terkait dengan PSN,” kata Sipin yang hadir dalam deklarasi itu, dihadapan peserta konsolidasi yang layangkan protes terhadapnya.

Koordinator Solidaritas Merauke, Franky Samperante mengatakan, deklarasi ini menjadi awal untuk melawan penghancuran kehidupan dan ruang hidup masyarakat.

“Tugas kita berikutnya adalah memperbesar gerakan Solidaritas Merauke dan terus menolak dan melawan PSN serta proyek-proyek atas nama kepentingan nasional lainnya yang jelas-jelas mengorbankan rakyat, kemudian mendesak pelaku kejahatan negara dan korporasi untuk mengembalikan dan memulihkan ruang hidup rakyat di seluruh wilayah yang telah dikorbankan atas nama kepentingan nasional, yang sejatinya hanya menguntungkan segelintir orang,” tukas Samperante.

Sejak terbitnya Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan PSN, alih-alih membawa kemakmuran untuk rakyat, proyek ini justru memicu segudang masalah. Terutama, bagi masyarakat adat yang secara turun-temurun memiliki hak dan kontrol atas tanah dan hutan yang menjadi sumber penghidupan.

Masalah-masalah yang muncul akibat proyek PSN kini dilanjutkan oleh Prabowo, yang baru-baru ini menetapkan 77 PSN. Kendati sejumlah proyek era Jokowi dicoret dari daftar PSN, ancaman perampasan tanah serta ruang hidup dan pelanggaran hak-hak masyarakat tak serta-merta hilang.

Baca Juga:  Solidaritas Merauke Dideklarasikan, Ini Isinya!

Laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan PSN tak ramah HAM dan menimbulkan pelbagai bentuk pelanggaran HAM. Karakteristik PSN yang ingin dilaksanakan secara cepat telah merampas hak-hak mendasar rakyat, utamanya hak atas tanah sebagai HAM.

Exavator yang dikirim ke Merauke untuk proyek sawah 1 hektar. (Dok. Pusaka)

PSN juga telah menerabas banyak norma dan ketentuan perundang-undangan, hingga berimbas pada penghalangan dan pelanggaran HAM, baik dari sisi proses maupun substansi.

Dalam laporan menyebutkan pelaksanaan PSN  dilakukan tanpa pelibatan rakyat yang lebih memahami kebutuhan dan wilayahnya. Pada akhirnya, hal ini memicu letusan konflik agraria.

Pendekatan represif di wilayah PSN yang berkonflik terus menambah catatan pelanggaran HAM di Indonesia. Mekanisme izin lingkungan dan AMDAL yang semestinya menjadi instrumen pengendalian lingkungan hidup, tak berjalan semestinya.

Berdasarkan catatan akhir tahun, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) tercatat sejak 2020-2024, setidaknya 103 ribu kaum ibu telah kehilangan sumber penghidupannya, akibat perampasan tanah atas nama PSN.

Rusaknya sumber air, hilangnya sumber pangan, seperti sagu, sayuran yang tumbuh di hutan, ikan dan berbagai sumber protein di sungai dan laut, memaksa perempuan untuk membeli bahan-bahan pangan sehingga pengeluaran rumah tangga terus meningkat.

Artikel sebelumnyaTrada Petugas dan Obat di Pustu Warmandi, Masyarakat Memilih Berobat Secara Tradisional
Artikel berikutnyaSolidaritas Merauke Dideklarasikan, Ini Isinya!