JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Tidak hanya Nyamuk Karunggu, perlakuan nyaris sama kembali dialami mahasiswa Papua lainnya di kampus Universitas Mataram (Unram), provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kali ini dialami Wene Karunggu, mahasiswa Papua, dilarang mengikuti perkuliahan.
Kejadiannya tepat 25 Februari 2025. Wene Karunggu dilarang Riska Ari Amalia, salah satu dosen Unram.
Wene Karunggu saat itu dilarang ikut mata kuliah Hukum Pemerintahan Desa dengan alasan mahasiswa asal Ndugama ini terlambat masuk kelas.
Dosen dari Fakultas Hukum (FH) Unram itu melarang Wene Karunggu dengan memerintahkan salah satu mahasiswa Indonesia untuk memanggil petugas sekuriti untuk mengamankan Wene Karunggu sekira Pukul 9.30 WITA.
“Petugas sekuriti Fakultas Hukum masuk kelas, langsung tarik dan keluarkan Wene Karunggu dari ruang kelas. Dibantu oleh dosen bernama M. Saleh. Dia diintimidasi, dipukul hingga dikriminalisasi. Mereka beralasan mahasiswa ini tidak sopan, tidak punya etika,” kata Nyamuk Karunggu melalui keterangan tertulis, Sabtu (15/3/2025).
Ia menyebut mahasiswa Papua di kampus Unram selalu diperlakukan demikian.
“Saya sebagai alumnus Fakultas Hukum Unram sangat paham watak dan perilaku para dosen dan sekuriti berwatak kriminal di kampus itu. Dosen-dosen Unram kebanyakan anti dengan diskusi, berpendapat dan berdebat. Saya pernah dicap sebagai mahasiswa separatis, mahasiswa OPM, mahasiswa PKI, mahasiswa komunis dan mahasiswa pendukung OPM. Itu disampaikan oleh dosen-dosen Unram,” bebernya.

“Kalau saya berdebat dengan dosen tentang persoalan Papua, maka ancamannya adalah dikeluarkan dari kelas, dan diancam nilai mata kuliah saya. Mata kuliah Ilmu Negara saya ulang empat kali, hanya karena saya sering debat dengan dosen. Dosen M. Saleh pernah katakan saya tidak akan berikan ruang untuk mahasiswa separatis. Dosen Amalia juga mengatakan saya mahasiswa komunis. Jadi, menurut saya, dua dosen arogan itu harus segera diberikan sanksi oleh pimpinan universitas.”
Nyamuk Karunggu menyebut beberapa dosen di kampus Unram sangat profesional.
“Dosen yang profesional adalah Prof. Dr. Gatot, Prof. Widodo, Dr. Ufran, Dr. Rusnan, Dr. Rina, Dr. Roro dan beberapa lainnya adalah dosen yang berjiwa demokratis dan profesional. Buktinya mereka bisa terima skripsi saya berjudul “Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Barat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik”. Ini artinya, tidak semua dosen yang anti dengan kebebasan akademik sebagaimana dijamin dengan Undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang kebebasan akademik,” tuturnya.
Nyamuk Karunggu juga pernah dilabeli mahasiswa OPM, separatis, komunis bahkan para dosen terang-terangan mendoktrin mahasiswa umum untuk tidak bergaul dengan Nyamuk Karunggu karena beraliran komunis atau OPM.
“Tetapi saya tidak pernah marah. Saya malah selalu berusaha bergaul dengan siapa saja. Saya sering diusir dari kantin oleh petugas sekuriti dan intelijen binaan rektorat. Saya pernah ditangkap oleh pihak kampus lebih dari 10 kali dan pada tanggal 10 November 2022, rektor Unram membawa polisi, intelijen dan preman hingga keroyok saya dan melarang saya diskusi dengan mahasiswa lain. Saya diminta belajar di kos saja, tidak lagi ke kelas.”
Perlakuannya tidak hanya itu. Nyamuk Karunggu mengaku mendapat perlakuan berbeda saat ia yudisium. Usai wisuda pun pimpinan kampus Unram, beber Karunggu, meminta Polda NTB untuk mengawal dan mengawasi bahkan mengintimidasinya.
“Sudah banyak kali saya mendapat perlakuan diskriminasi dan rasisme. Saya kira soal intimidasi, teror dan awasi di dalam maupun luar kampus itu hal biasa bagi saya.”
Sebagai alumni FH Unram, Nyamuk Karunggu minta pimpinan kampus ini berhenti mengintimidasi, meneror, dan mengkriminalisasi mahasiswa Papua yang kuliah di Universitas Mataram.
“Seharusnya berikan kebebasan akademik bagi mahasiswa Papua. Tetapi di kampus Unram, perlakuannya berbeda selalu dialami mahasiswa Papua,” kata Karunggu.
“Saya telah menulis dua buku tentang kejahatan mereka. Isinya saya mengkritik dosen-dosen Universitas Mataram.”
“Buku pertama dengan judul “Melawan Pembungkaman Ruang Kebebasan Akademik dan Kriminalisasi Mahasiswa Papua di Universitas Mataram”, dan buku kedua berjudul “Universitas Mataram Menangkap Mahasiswa Papua dan Terancamnya Kebebasan Akademik Bagi Mahasiswa Papua”. Dua buku ini saya kasih ke beberapa dosen Universitas Mataram. Satunya saya taruh di perpustakaan Universitas Mataram supaya para pembaca mengetahui watak dan perilaku dosen-dosen dari Universitas Mataram,” tuturnya. []