
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Masyarakat distrik Mimika Timur Jauh, Jita, dan Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah, tak kesulitan lagi dengan sarana transportasi laut semenjak hadirnya kapal perintis Sabuk Nusantara (Sanus) 114 melayani rute tujuan dermaga Sipu-Sipu, distrik Jita. Sangat terbantu ketika dari kampung ke kota Timika maupun sebaliknya. Hanya, pelayaran terganggu dengan masih adanya beberapa area dangkal.
Pendangkalan sungai dan pinggir laut di pesisir timur Mimika acapkali menghambat mobilitas perahu ataupun speedboat. Akibatnya, motoris dan penumpang terpaksa turun dorong perahunya tatkala terkandas di area dangkal yang sangat sulit dilewati.
Situasi itu mendorong John NR Gobai semasa menjabat sebagai anggota DPR Papua memperjuangkan ke Kementerian Perhubungan Republik Indonesia di Jakarta agar ada kapal perintis bisa berlabuh di dermaga Sipu-Sipu. Perjuangannya berhasil. KM Sanus 114 mulai melayari pantai Selatan, dari pelabuhan Pomako Timika menuju Sipu-Sipu dan Agats hingga seterunya ke Merauke, ibu kota provinsi Papua Selatan.
“Sejak beberapa tahun yang lalu kami mengadvokasi kasus pendangkalan sungai dan laut di Mimika. Upaya menghadirkan kapal perintis masuk dermaga Sipu-Sipu sudah berhasil,” kata John kepada Suara Papua, Minggu (16/3/2025) kemarin.
Selepas launching pelayanan pelayaran dari pelabuhan Pomako, KM Sanus 114 berlayar sekali ke distrik Jita. Ketika itu berbagai komponen masyarakat menyambutnya dengan riang gembira. Bahkan prosesi adatpun dilakukan di dermaga Sipu-Sipu begitu kapal hendak berlabuh.
Hanya masalahnya kemudian, KM Sanus 114 dalam pelayarannya dari Timika ke distrik Jita mengalami kendala sebelum sampai di dermaga Sipu-Sipu lantaran terdapat beberapa tempat dangkal menyulitkan kapal berlayar normal.
Kata John, setidaknya terdapat tiga titik pendangkalan yang perlu dikeruk.
“Dari pengamatan kami selama beberapa kali pelayaran bersama kapal Sabuk Nusantara 114, masih terdapat pendangkalan di sekitar pulau Tiga menuju ke sungai Muras Besar dan sungai Agimuga. Jarak dangkalnya kurang lebih 20 mile. Beberapa tempat dangkal itu harus dikuras supaya kapal tidak terkendala dalam pelayaran,” jelasnya.
Untuk mengatasinya, John minta pemerintah kabupaten Mimika mengeruk bagian-bagian yang mengalami pendangkalan agar KM Sabuk Nusantara mudah menjangkau dermaga Sipu-Sipu dan sekitarnya.
Selain pemerintah daerah, ia harap kasus pendangkalan itu perlu perhatian dari PT Freeport Indonesia. Jika sudah dilakukan pengerukan, tentu saja akan mempermudah lajunya kapal perintis, minimal ada alur kapal masuk yang cukup dalam.
“Pihak Freeport juga harus berkontribusi dalam situasi ini. Freeport tidak bisa katakan itu bukan wilayah kerjanya. Harus disadari bahwa oleh karena tailing Freeport itulah yang membuat terjadinya pendangkalan di sana,” ujar Gobai.
Buah Advokasi
Adanya pelayanan kapal perintis ke distrik Jita tidak hadir begitu saja, karena melalui satu proses Panjang.
John mengisahkan, perlunya kapal perintis melayari wilayah timur Mimika berawal sejak mereka gencar memprotes PT Freeport Indonesia atas kasus pendangkalan sungai-sungai yang biasa dilalui perahu warga.
Jalur sarana transportasi masyarakat ke distrik yang ada di kawasan timur, seperti Mimika Timur Jauh, Jita dan Agimuga, selalu saja menghadapi situasi super berat.
“Saya kemudian berpikir, kalau saya hanya memprotes PT Freeport tidak akan memberikan solusi, mungkin kurang bagus. Maka, saya bertekad perjuangkan adanya kapal perintis untuk bisa singgahi di pelabuhan Sipu-Sipu agar masyarakat kita tidak menghadapi masalah transportasi gara-gara ada pendangkalan akibat pembuangan tailing Freeport,” tutur Gobai.
Selain masyarakat, dengan trayek kapal perintis itu, diharapkan menjawab keluhan pegawai, baik staf distrik, guru maupun mantri.
“Guru, mantri, staf distrik tempat sandar kapal dan distrik tetangga selalu ada di tempat tugas melakukan pelayanan, program pemerintah tetap dilaksanakan di sana, dan masyarakat bisa mengangkut hasil bumi ke kota untuk dijual dan kemudian kembali ke kampung membawa hasil jualan bersama bekal untuk hidup mereka sehari-hari dengan menumpang kapal yang sama atau kapal lain.” []