Rilis PersYLBHI: Revisi UU TNI Mengkhianati Amanat Reformasi, Demokrasi dan Ancaman Serius Bagi...

YLBHI: Revisi UU TNI Mengkhianati Amanat Reformasi, Demokrasi dan Ancaman Serius Bagi HAM

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Yayayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dengan tegas menolak revisi UU TNI yang akan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI dan membawa Indonesia ke rezim Neo Orde Baru.

“Kami memandang bahwa usulan revisi UU TNI bertentangan dengan agenda reformasi TNI yang semestinya mendukung TNI menjadi tentara profesional sebagai alat pertahanan negara sebagaimana amanat konstitusi dan demokrasi,” sebagaimana pernyataan YLBHI yang diterima Suara Papua.

DPR RI dan Presiden melalui usulan revisinya justru akan menarik kembali TNI kedalam peran sosial politik bahkan ekonomi-bisnis yang dimasa Orde Baru yang terbukti tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum dan supremasi sipil serta merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi.

Selain itu, revisi UU TNI justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas atau kekebalan hukum anggota TNI. Jika hal ini dibiarkan akan berdampak serius pada suramnya masa depan demokrasi, tegaknya negara hukum dan peningkatan eskalasi pelanggaran Berat HAM di masa depan.

Itulah mengapa, YLBHI melihat revisi UU TNI ini tidak dapat dilepaskan politik hukum Pemerintahan Rezim Prabowo-Gibran dengan melabrak prinsip supremasi sipil dan konstitusi, dengan menempatkan TNI setidaknya dalam 13 kementerian strategis berhubungan dengan transmigrasi, pertanahan, hingga politik yang tidak sejalan dengan ketentuan peraturan per UU an.

Baca Juga:  AJI, IJTI dan PFI Tolak Program Rumah Bersubsidi Bagi Wartawan

Di saat bersamaan, mereka juga menempatkan tentara aktif di Bulog serta purnawirawannya mengisi hampir seluruh struktur di Badan Gizi Nasional. Selain itu, TNI juga sedang melakukan penambahan komando teritorial sebanyak: 3 di Pulau Sumatra, 5 (4 Kodam 1 Konstrad) di Pulau Jawa, 1 di Pulau Bali, 2 di Pulau Kalimantan, 2 di Pulau Sulawesi, 1 di Pulau Maluku, dan 2 di Pulau Papua.

YLBHI menduga munculnya gagasan revisi UU TNI adalah upaya panjang penguatan kembalinya dwi fungsi ABRI dimana tentara menjadi aktor politik dan bisnis pasca Reformasi.

Dalam dokumen TAP MPR VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI/Polri, Negara Indonesia telah disadari kekeliruan di masa lalu bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Baca Juga:  Surat Gembala Administrator Keuskupan Timika Tahun 2025: Pertobatan Ekologis Dalam Semangat Gerakan Tungku Api Kehidupan (GERTAK)

Sudah seharusnya DPR dan Presiden Negara Republik Indonesia tidak justru membiarkan bangsa ini jatuh ke lubang yang sama dan segera menghentikan pembahasan revisi UU TNI tersebut. Terlebih revisi ini dilakukan secara tidak terbuka dengan mengabaikan asas pembentukan peraturan per UUan dan prinsip partisipasi bermakna.

Revisi UU TNI kabarnya dikebut dan tinggal sejengkal lagi ketok palu! Namun sebagai pengusul, DPR lagi-lagi menunjukkan perannya yang buruk sebagai tukang stempel kebijakan pemerintahan korup dan represif yang mulai dibangun kembali oleh rezim demi rezim pasca Reformasi 1998.

Di masa Pemerintahan Prabowo-Gibran saat ini, draft RUU TNI yang sempat berkali-kali berhenti pembahasannya karena penolakan keras dari masyarakat sipil akan disahkan. Setidaknya, berdasarkan arahan dari Presiden Prabowo secara langsung, terdapat beberapa substansi pasal yang bermasalah.

Ini sejumlah poin yang ada dalam draf RUU TNI tersebut.
Pertama, Memperpanjang masa pensiun, menambah persoalan penumpukan perwira Non Job dan Penempatan Ilegal Perwira Aktif di Jabatan Sipil.
Kedua, Perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif, Mengancam Supremasi Sipil, Menggerus Profesionalisme dan Independensi TNI.
Ketiga, Membuka ruang ikut campur ke wilayah Politik keamanan Negara.
Keempat, Menganulir Suara Rakyat melalui DPR dalam pelaksaan operasi militer selain perang.

Baca Juga:  Aliansi Perempuan dan Rakyat Melawan: Tuntut Keadilan dan Kesetaraan!

Mendasarkan pada hal-hal di atas, YLBHI mendesak.

  1. DPR dan Presiden Negara Republik Indonesia segera menghentikan pembahasan revisi UU TNI yang tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan justru akan melegitimasi bangkitnya praktik dwifungsi ABRI dan membawa Indonesia ke rezim Neo Orde Baru.
  2. DPR dan Presiden harus terbuka dan memastikan ruang partisipasi bermakna masyarakat dan memastikan revisi TNI dilakukan untuk memperkuat agenda reformasi TNI dalam kerangka tegaknya supremasi sipil, konstitusi, demokrasi dan perlindungan HAM.
  3. Mengajak masyarakat lndonesia untuk bersuara lantang menuntut DPR dan Presiden untuk melaksanakan tanggungjawabnya dengan benar menjaga amanat konstitusi menghapuskan dwi fungsi ABRI dan melanjutkan agenda reformasi TNI yang mangkrak.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Mengawal Pembangunan Daerah, Provinsi Papua Barat Daya Miliki BPKP

0
“Kalau kita mau tata kelola penyelenggaraan pemerintahan kita baik, pembangunan tata kelola keuangan yang baik, maka kolaborasi ini diperlukan,” ujar gubernur Elisa Kambu.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.