ArtikelPolemik Pernyataan Gubernur Papua Tengan Tentang Tradisi Bakar Batu

Polemik Pernyataan Gubernur Papua Tengan Tentang Tradisi Bakar Batu

Oleh: Adelaida Selebo)*
)* Penulis adalah perempuan Papua penggemar senja, tinggal di Teluk Cenderawasih

Pernyataan Gubernur Papua Tengah Meki Frits Nawipa yang meminta agar hentikan tradisi bakar baru-baru ini menuai banyak pro dan kontra dari kalangan masyarakat. Pernyataan itu ia sampaikan secara terbuka  saat memberikan sambutan pada acara Syukuran Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Mimika serta Perkenalan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah yang diadakan di Lapangan Kantor Pusat Pemerintahan Mimika pada Kamis 27 Maret 2025.

Beberapa pihak menyambut baik langkah ini. Sementara pihak yang lain merasa keberatan karena prosesi bakar batu merupakan bagian dari budaya yang sudah lama melekat di masyarakat Papua. Namun, di balik kontroversi tersebut, ada upaya untuk mengontrol pemborosan yang terjadi dalam perayaan tersebut. Bukan untuk menghilangkan budaya itu sendiri.

Sebagai tradisi yang telah lama melekat dalam masyarakat Papua, bakar batu memang menjadi simbol penting dalam berbagai acara. Namun perlu diakui bahwa biaya yang dikeluarkan untuk acara tersebut sangat besar. Seperti yang disebutkan, babi menjadi komponen penting dalam perayaan bakar batu. Sehingga dana yang digunakan untuk membeli babi dapat mencapai harga puluhan juta rupiah. Karena harga babi di Papua Tengah tergolong mahal, terutama di daerah seperti Nabire, Intan Jaya, Paniai dan beberapa kabupaten di Provinsi Papua Tengah. Di daerah-daerah ini, harga babi diniai mahal, tergantung pada ukuran dan lokasi pasar.

Baca Juga:  Smelter Freeport di Gresik, Tailing di Mimika

Jika masyarakat harus membeli banyak ekor babi untuk satu perayaan, jumlah uang yang terbuang bisa sangat signifikan. Misalnya, di Nabire dan Intan Jaya, harga babi bisa mencapai lebih dari 25 hingga 30 juta rupiah per ekor. Harga tersebut, menurut hemat gubernur Meki angka yang sangat besar dan dana yang harus dikeluarkan demi sebuah perayaan sangat besar hanya untuk acara yang akan berlangsung dalam satu hari. Hal ini tentu saja mengkhawatirkan, terutama karena sektor-sektor lain membutuhkan dana yang cukup besar, misalnya untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan yang lebih penting bagi kesejahteraan masyarakat.

Menurut hemat penulis, dalam konteks ini, apa yang disampaikan oleh Gubernur bukanlah untuk melarang budaya tersebut, tetapi untuk mengontrol bagaimana budaya ini diterapkan, tetapi tidak menimbulkan pemborosan yang tidak perlu. Pemerintah lebih menginginkan agar uang yang seharusnya digunakan untuk perayaan tersebut bisa dialokasikan untuk pembangunan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat, seperti peningkatan infrastruktur, pendidikan, atau layanan kesehatan yang sangat dibutuhkan di Papua Tengah. Dengan pengelolaan yang lebih bijak, diharapkan bahwa tradisi ini tetap bisa dijaga, namun dengan cara yang lebih efisien dan tidak memberatkan masyarakat atau pemerintah.

Baca Juga:  Revisi UU TNI dan Papua

Sisi baik dari langkah ini adalah bahwa pemerintah berusaha mengedepankan kesejahteraan masyarakat dengan memprioritaskan pembangunan di atas acara yang hanya berlangsung dalam waktu singkat. Tradisi bakar batu tidak harus hilang, namun cara merayakannya bisa disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini.

Mungkin, sebagai solusi, bisa diadakan perayaan bakar batu dengan skala yang lebih kecil. Di mana masyarakat bisa lebih fokus pada aspek sosial dan kebersamaan tanpa harus menghabiskan dana yang sangat besar. Dengan demikian, tradisi ini tetap bisa dilestarikan, namun lebih terkendali dan lebih bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.

Sebagai pemimpin, Gubernur Meki mungkin ingin mendorong masyarakat untuk berpikir lebih jauh tentang cara mereka merayakan budaya mereka tanpa mengorbankan masa depan ekonomi mereka.

Ini adalah pesan penting untuk para pemimpin di Papua, agar mereka dapat menanggapi budaya dengan bijaksana dan menyeimbangkan antara pelestarian tradisi dengan kebutuhan pembangunan yang lebih besar bagi kesejahteraan bersama. Pernyataan ini pun secara terbuka ditegaskan oleh Gubernur langsung kepada para pimpinan daerah.

Baca Juga:  Refleksi Hari Perempuan Internasional, Negara Belum Akui Peran Mama Noken Papua

Oleh karena itu, menurut saya, penting untuk diketahui bahwa pernyataan Gubernur tersebut bertujuan agar pemerintah daerah dan masyarakat lebih fokus pada penggunaan anggaran yang lebih produktif dan bermanfaat. Gubernur menekankan agar ke depannya, alokasi dana tidak hanya digunakan untuk perayaan yang sifatnya sesaat, seperti membeli babi untuk bakar batu. Tetapi lebih diarahkan untuk sektor-sektor yang lebih penting, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan peningkatan layanan kesehatan di Papua Tengah.

Sebagai warga Papua Tengah, pernyataan gubernur harus disambut baik. Karena pernyataan tersebut berdampak positif untuk Pembangunan daerah.  Ini bukanlah upaya untuk menghilangkan budaya kita, tetapi lebih kepada pembenahan dan penyesuaian agar budaya bakar batu tetap dihormati dan diterapkan dengan cara yang lebih bijaksana, seiring dengan perkembangan zaman.

Dalam menghadapi tantangan ekonomi dan kebutuhan pembangunan yang mendesak, kita perlu menyeimbangkan antara pelestarian tradisi dan kebutuhan untuk memajukan daerah kita. Pengelolaan keuangan yang bijak dan berorientasi pada pembangunan jangka panjang akan lebih bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dengan cara ini, budaya kita tetap hidup dan berkembang, namun tidak membebani masyarakat atau merugikan masa depan kita. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Gerakan Literasi Masyarakat: Pemberantasan Buta Aksara di Papua Masih Relevan dan...

0
Pemerintah, pegiat literasi, serta kaum terpelajar memiliki peran penting dalam meningkatkan budaya baca dan pengetahuan masyarakat dimulai dari keluarga, kampung, dusun atau setiap komplek melalui gerakan literasi dengan membentuk kelompok belajar, perpustakaan maupun edukasi-edukasi, seperti diskusi buku, launching buku, bedah buku, panggung buku, dan sebagainya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.