JAYAPURA, SUARAPAPUa.com — Tidak kondusifnya situasi keamanan akhir-akhir ini di Tanah Papua disikapi mahasiswa Papua asal kabupaten Puncak, Papua Tengah. Mereka mendesak para pihak segera merespons situasi tersebut demi melindungi hak asasi manusia (HAM) setiap warga negara Indonesia.
Tim Investigasi HAM bersama mahasiswa Puncak yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Puncak (IPMAP) se-Indonesia menyampaikan desakan itu melalui siaran persnya, Jumat (11/4/2025).
“Kami mengharapkan agar pihak-pihak yang berkompeten untuk segera merespons situasi ini demi melindungi HAM. Melindungi nilai-nilai kemanusian adalah hal yang paling penting dan mulia,” ujar Petranus Tabuni, penanggungjawab BPKW IPMAP Yogyakarta-Solo.
Dikemukakan, kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua terus bertambah tiap hari. Hal tersebut berawal sejak dikumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) dipimpin langsung presiden Soekarno di Alun-alun Yogyakarta pada 19 Desember 1961. Adapun isi Trikora: “Gagalkan pembentukan negara boneka buatan Belanda; kibarkan bendera sang Merah Putih; bersiaplah untuk mobilisasi umum dan mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.”
Lanjut dibeberkan, pelanggaran HAM berat dan ringan di Tanah Papua berupa penyiksaan, penganiayaan, pembantaian, intimidasi, dan kriminalisasi serta pembunuhan terjadi hingga hari ini.
“Sampai hari ini pendropan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di wilayah kabupaten Puncak, provinsi Papua Tengah, menggunakan 15 unit helikopter telah mengundang sorotan publik, sebab berdampak pada pengungsian massal. Pendropannya secara tertutup, sehingga jumlah personel TNI dan satuan mana tidak dapat diketahui sampai sekarang, namun dugaan kuat bahwa jumlah sangat fantastis mendekati 1.000 personel,” tuturnya.
Tim Investigasi HAM dan IPMAP juga mendesak untuk usut tuntas pelaku pelanggaran HAM ibu Tarina Murib (2023). Panglima TNI segera menetapkan status pelaku sesuai rekomendasi Komnas HAM RI nomor 845/PM.00/R/X/2-24 demi menegakan hukum dan keadilan di negeri ini.
“Jika tidak terjadi sesuai harapan dan mekanisme hukum, maka kami keluarga korban menganggap Panglima TNI melanggengkan kejahatan tumbuh subur di Tanah Papua,” tegas Depen Telenggen, koordinator lapangan (Korlap).
Lebih lengkap tuntutan pernyataan sikapnya, sebagai berikut:
Pertama: Revisi Undang-undang TNI nomor 34 tahun 2004.
Kedua: Panglima TNI RI segera Tarik pasukannya.
Ketiga: Hentikan pendropan pasukan militer dari distrik Sinak Barat, Beoga, Pogoma, Agandugume, dan seluruh kabupaten Puncak.
Keempat: DPRP Papua Tengah segera bentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk usut tuntas pelaku pelanggaran HAM ibu Tarina Murib.
Kelima: Menteri RI Komnas HAM Natalius Pigai segera bertanggungjawab atas kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua, lebih khususnya kabupaten Puncak.
Keenam: Hentikan pemboman terhadap masyarakat sipil di kabupaten Intan Jaya.
Ketujuh: Stop aksi penyiksaan terhadap rakyat sipil di kabupaten Puncak, tepatnya di distrik Sinak Barat, Beoga, Pogoma, Agandugume, dan sekitarnya.
Siaran pers tersebut dibuat dengan harapan agar tuntutannya dapat didengar para pihak dan dilaksanakan demi kemanusiaan. []