Seni & BudayaBudayaBerbekal Ukulele, Mama Grice Lantunkan Nyanyian Perlawanan Ekspansi Sawit

Berbekal Ukulele, Mama Grice Lantunkan Nyanyian Perlawanan Ekspansi Sawit

KONDA, SUARAPAPUA.com — Berbekal alat musik ukulele, mama Grice Mondar menciptakan ratusan syair lagu. Baik itu syair lagu rohani maupun syair lagu tentang manusia, hutan dan alam Papua.

Mama Grice Mondar, musisi dari suku Afsya di distrik Konda, kabupaten Sorong Selatan, yang kini berusia 54 tahun, memiliki semangat juang yang tinggi dalam menjaga, melindungi dan melesatarikan budaya suku Afsya.

Bagi mama Grice, ancaman ekspansi sawit di Tanah Papua terlebih khusus di kabupaten Sorong Selatan tak hanya menghilangkan sumber kehidupan masyarakat adat, tetapi juga sangat berdampak kepada budaya dan adat.

“Kalau lagu sudah banyak, ada lagu gereja dan ada juga lagu untuk tolak sawit,” kata mama Grice kepada Suara Papua di sela-sela acara festival Hutan Adat Papua yang diselenggarakan di kampung Bariat, distrik Konda, Rabu (23/4/2025).

Baca Juga:  Operasi Brutal di Kampung Yuguru, Abaral Wandikbo Disiksa Hingga Tewas

Mama Grice menceritakan sejak 1986 ia mulai mencintai alat musik dan menciptakan beberapa lagu. Sejak 1986 hingga 2025 telah menciptakan ratusan syair lagu.

“Lagu-lagu ini dalam bahasa daerah suku Afsya. Ada lagu gereja, ada lagu tentang manusia dan alam,” kata Grice.

Mama Grice Mondar bersama masyarakat adat suku Afsya saat tampil di festival Hutan Adat Papua. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Lagu berjudul “Fnaqat Tijoqo Sawit Wain Fombu Distrik Konda” merupakan lagu terakhir yang diciptakan mama Grice seiring perjuangan masyarakat adat suku Afsya melakukan perlawanan terhadap perusahan kelapa sawit di dataran wilayah Konda.

Juga telah menciptakan satu syair lagu yang mengisahkan tentang masyarakat adat menolak izin konsesi sawit di dataran Konda.

“Lagu tolak sawit ini dalam bahasa suku Afsya saya beri judul ‘Fnaqat Tijoqo Sawit Wain Fombu Distrik Konda’. Lagu ini merupakan bentuk perlawanan kami suku Afsya terhadap perusahaan kelapa sawit.”

Menurut mama Grice, gerakan penolakan izin konsesi sawit di Tanah Papua dapat dilakukan dengan semua talenta yang diberikan Tuhan. Ia akui melalui syair lagu “Fnaqat Tijoqo Sawit Wain Fombu Distrik Konda” menceritakan betapa pentingnya hutan bagi suku Afsya.

Baca Juga:  Benarkah Program MBG Proyeknya Purnawirawan TNI?

“Dari lagu tolak sawit ini saya cerita tentang hutan kita sudah ada sumber kehidupan mulai dari satwa endemik, sagu, sayur, air, hingga obat tradisional yang harus dijaga,” jelasnya.

Melalui syair lagu tolak izin konsesi sawit, mama Grice berpesan agar anak-anak muda suku Afsya harus bisa memanfaatkan hutan adat secara tradisional, tidak boleh termakan rayuan orang-orang tentang eksplorasi sawit. Selain itu, ia juga berpesan kepada seluruh anak muda di Tanah Papua untuk terus melestarikan budaya dan adat.

“Budaya dan adat itu identitas jati diri kita. Jangan malu untuk melestarikan adat dan budaya,” pesan mama Grice.

Baca Juga:  Kantor Tempo Kembali Diteror Dengan Dikirimi Bangkai Tikus
Acara pembukaan Festival Hutan Adat Papua di Konda, Sorong Selatan. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Devianti Sesa, koordinator kelompok Nadli Fa di kampung Wehali yang turut hadir dalam festival Hutan Papua, mengaku sangat sulit untuk merangkul generasi muda untuk melestarikan budaya, apalagi tak ada dukungan dari pemerintah.

“Apa yang dikatakan mama Grice sangat benar. Kita perlu untuk melestarikan budaya dan adat. Tapi saat ini generasi muda lebih cenderung dengan tradisi dan budaya suku luar dibandingkan melestarikan budaya dan adat kami sendiri,” tuturnya.

Sesa berharap pemerintah Sorong Selatan jeli dalam melihat persoalan yang dihadapi kaum muda saat iin. Menurutnya, jika pemerintah terus menutup mata, maka generasi kedepan akan meninggalkan dan melupakan budaya dan adat sendiri.

“Ini sangat penting, butuh perhatian serius dari semua pihak dalam melindungi, melesatarikan budaya dan adat,” imbuh Devianti. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemprov Papua Pegunungan Turunkan 50 Ton Beras ke Warga Terdampak Banjir...

0
“Bama sudah kami siapkan, tinggal diantar ke lokasi bencana. Kami sudah komunikasi dengan tiga kepala distrik. Tadi tim sudah kami utus supaya masyarakat kampung dari tiga distrik bisa datang ambil bama di ujung jalan Tumbupur,” jelas Fredi.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.